13

14 2 1
                                    

"Wahh, siapa yang menyangka kalau seorang Raditya akan menjadi guru matematika.." Rangga menjabat tangan teman lamanya itu. Kemudian keduanya pun berpelukkan, saling melepas rindu. "Apa kabarmu, Ditya?"

"Baik. Kamu sendiri..?"

"Yaa, seperti inilah.."

Raditya mengacungkan jempol kanannya. "Hebat. Polisi."

"Pujian, atau sindiran..?"

"Hahaha...!"

Gandis tampak senang sekali, melihat rekan kerjanya itu bisa bertemu kembali dengan teman lamanya. Apalagi, kedua pria dewasa tersebut terlihat akrab dan dekat sekali.

"Dia.." Raut muka Raditya berubah serius.

"Jadi, dia sudah mulai masuk?"

Raditya mengangguk. "Dia sama sekali tidak berubah. Kamu tentu tidak lupa dengannya, bukan?"

"Bagaimana aku bisa lupa, dengan orang yang telah menyelamatkanku beberapa kali dari kematian.."

Raditya tersenyum pada Gandis. Dia baru menyadari sosok wanita yang sejak tadi terus saja menutup mulutnya.

"Isteri..?"

"Enak aja!" Gandis bereaksi spontan. Kemudian dia menjulurkan tangan kanannya. "Rekan kerja. Atau, bisa dibilang teman yang sangat baik dan dekat.."

"Saya kira kalian.."

"Tckckck.." Gandis bergeleng. "Rangga ini tipe yang sangat pemilih. Saya saja sampai pusing, mencarikan calon yang tepat untuknya.."

"Tampaknya kamu benar-benar mencari wanita yang sangat sempurna.."

"Hei, bagaimana dengan kamu sendiri?" Rangga balik menatap teman lamanya itu dengan tatapan menyelidik. "Bisa-bisanya pria yang sudah mapan, masih betah melajang?"

"Tapi, kalian berdua sangat cocok..." Celotehan asal Gandis, membuat kedua pria itu salah tingkah. "Sama-sama memiliki jiwa petualang..."

Bel istirahat berbunyi. Siswa-siswa berhamburan keluar dari kelas, dengan riang gembira.

Ada yang menuju kantin, namun tak sedikit pula yang langsung memenuhi kursi taman sekolah, hanya untuk melihat hamparan edelweiss yang sangat indah itu.

"Hebat ya, cucu seorang mantan presiden ternyata bersekolah disini.." Rangga memperhatikan setiap siswa yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Saya malah merasa, bahwa ada sosok yang lebih kuat dari seorang Harun Al-Rasyid." Ujar Raditya. "Kepala sekolah juga mengatakan kalau sekolah peninggalan orang tuanya, yang hendak dijualnya ini, ternyata dibeli olehnya.."

"Selamat pagi..."

Gandis yang sedang melahap bakso goreng, langsung sigap bangun begitu Wulan dan Jimmy tiba.

"Pagi, Komandan Wulan!"

"Lagi mengenang masa sekolah ceritanya..?" Jimmy meledek.

"Komandan, kenalkan. Pak guru Raditya."

"Selamat pagi, Pak Raditya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Life AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang