4. Keberatan Alea

5.1K 713 59
                                    

Dengan berat hati Alaric menjelaskan kepada Alea bahwasanya dirinya mau tidak mau harus menerima perjodohan yang direncanakan keluarga besarnya. Jika tidak, dia akan diusir dari keluarga dan harus melepaskan semua fasilitas dan seluruh haknya. Tidak bisa Alaric bayangkan hidup tanpa harta dan fasilitas yang selama ini dia nikmati. Terlebih dia akan dikeluarkan dari ikatan keluarga besar Rubiantara dan Poernama sekaligus. Ancaman yang tidak main-main dilayangkan kepadanya jika dia tidak menerima perjodohan dengan perempuan pilihan keluarga besarnya.

Dalam hatinya yang paling dalam, Alaric sangat menyesalkan sikap keluarga besarnya yang menurutnya sangat berlebihan. Selama ini dia sudah bekerja keras demi kelangsungan beberapa perusahaan keluarga besarnya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menerima perjodohan, demi hidupnya juga kebahagiaan Alea.

Alea terlihat menahan emosi. Dua tangannya mengepal kuat. Dia sangat kecewa dengan apa yang dilakukan keluarga besar kekasihnya, terutama mamipapinya. Bertahun-tahun dia kerahkan seluruh jiwa, raga, perasaan dan pikirannya demi kebahagiaan Alaric. Dia adalah perempuan satu-satunya yang bisa membuat Alaric bahagia di setiap harinya. Tetapi kenapa ini yang dia dapatkan dari segala kebaikan yang sudah dia lakukan? Seharusnya dialah yang pantas menjadi pasangan hidup Alaric.

Air matanya menetes mengingat sudah berapa kali Alaric berusaha mendekatkan dirinya ke mamipapi Alaric, tapi mereka selalu menolak sedari dulu. Ancaman serupa kerap dia dengar bahwa jika dia dan Alaric nekad menikah, tidak ada kata ampun buat keduanya.

Alea bingung dengan sikap keras mamipapi Alaric yang menolaknya. Jika alasannya Alaric yang selalu memanjakannya, apa salah? Alaric sangat menyayanginya. Dia pun menyayangi Alaric. Menurutnya, selama ini dia tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada Alaric.

Alaric mendekatinya ingin menenangkan perasaan Alea.

"Alea. Pernikahan hanya sebatas catatan. Tapi hatiku hanya ada kamu. Sudah aku buktikan selama ini kan?" ucap Alaric sambil mengusap-usap bahu Alea.

"Aku ingin kamu menolaknya..."

"Nggak bisa, Alea. Aku bisa memberimu apa saja. Tapi kali ini aku mohon kamu mengerti keadaan kita,"

Alea menggigit bibirnya getir. Sakit rasanya membayangkan Alaric bersanding dengan perempuan selain dirinya. Selama ini tidak ada yang bisa mengganggu hubungannya dengan pria tampan dan gagah ini. Cinta keduanya sangatlah kuat. Mereka pasangan yang tidak terpisahkan.

"Nggak masalah bagiku jika kamu melepaskan semuanya,"

"Kamu bisa saja bilang begitu sekarang. Tapi nanti? Aku nggak punya apa-apa untuk membahagiakan kamu,"

"Aku nggak peduli, Alaric,"

"Aku bagaimana? Aku juga nggak sanggup hidup tanpa apapun..."

"Kita bisa hidup dengan pendapatanku,"

Alaric mendengus. Dia memang selalu mengutamakan Alea dan selalu memenuhi apa yang Alea butuhkan. Tapi menyerahkan begitu saja kedudukannya sebagai direktur utama di beberapa bisnis usaha papinya, lalu hidupnya berubah menjadi orang biasa? Alaric tentu tidak mau. Dia sudah terbiasa hidup dengan penuh kesibukan dan mengatur orang-orang yang bekerja dengannya.

Alea tatap wajah kekasihnya itu lamat-lamat. Dia sadari Alaric memang sangat mencintainya, begitu juga dengan dirinya. Alaric sudah membuktikan cintanya selama ini, sudah banyak yang Alaric berikan kepadanya. Alaric juga rela dikucilkan dari keluarganya hanya semata-mata karena berhubungan dengannya.

"Aku ingin pernikahanmu dengannya tidak mewah..., aku ingin pernikahanmu dengannya dihadiri sedikit orang," ujar Alea sambil menahan tangis. Dia pasti tidak sanggup menahan cemburu membayangkan Alaric hidup dengan perempuan lain.

Cinta RaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang