15. Perubahan

5.6K 816 50
                                    

Bu Narti tersenyum lebar melihat Rania yang membuka pintu kamarnya.

"Dipanggil Pak su. Dia nunggu di meja makan. Ngajak makan malam bareng. Ibu masak soto Lamongan loh. Enak deh..."

Rania seketika bingung. Alarik mengajaknya makan malam bersama?

Dia amati wajah Bu Narti yang masih pucat.

"Ibu sudah fit?" tanyanya.

"Kalo masak-masak dan beberes di dapur sudah bisa. Yuk..."

Rania masih ragu.

"Sebentar, Bu. Aku ganti baju dulu..." ujar Rania.

Bu Narti tersenyum mengangguk. Dalam hati dia sangat memuji Rania. Meskipun diperlakukan tidak adil oleh suaminya, masih saja berusaha menunjukkan sikap baik.

"Hm..., maaf, Bu. Aku tutup pintunya dulu ya..." ujar Rania yang segera ingin menukar bajunya. Dia tidak ingin Bu Narti tersinggung jika dia menutup pintu kamar di hadapannya.

Bu Narti menoleh ke belakangnya sebentar. Dia tahan pintu kamar yang hendak Rania tutup. Dia malah memasuki kamar Rania.

Rania biarkan Bu Narti duduk di atas tempat tidurnya sambil mengamati isi kamarnya setelah pintu kamarnya dia tutup rapat-rapat.

Tampak wajah Bu Narti menunjukkan keresahan. Tangannya yang bertumpu di atas pangkuannya terlihat gemetar saat kepalanya memutar ke seluruh penjuru kamar Rania.

Tapi sesaat kemudian, wajahnya berubah ceria.

"Tadi pagi Pak Alaric nanyain kamu. Motormu ada, tapi kamunya nggak ada. Dia hari ini nggak ngantor. Katanya nggak ada yang siapin bekal siang..." ujar Bu Narti dengan senyum yang dipaksakan. Sepertinya dia merasa bersalah saat melihat isi kamar Rania. Sebelumnya dialah yang menyuruh Rania agar tinggal di kamar sempit ini dan berbohong kepada Alaric bahwa Rania yang memilih kamar ini.

Rania diam tidak menanggapi apa yang diungkapkan Bu Narti. Dia sibuk memilih pakaian yang lebih rapi di dalam lemari pakaiannya. Sekarang yang melekat di tubuhnya adalah piyama tidur. Rania sebelumnya berencana setelah magrib, dia akan makan malam dengan roti yang dia bawa dari rumah Sherly, lalu memainkan ponselnya hingga isya tiba. Setelahnya, dia ingin segera tidur.

"Aku nggak lapar..." ucap Rania seperti enggan ke ruang makan.

"Makan sedikit aja," bujuk Bu Narti.

Rania perbaiki kerudungnya sambil menghadap ke arah cermin kecilnya.

"Kamu nggak mau pindah kamar di samping dapur, Rania?" tanya Bu Narti pelan. Dia amati Rania yang sedang berhias tipis.

Rania menggeleng.

"Kamarnya lebih luas. Lebih luas dari kamarku. Kamar mandinya ada air panasnya lo..., hm..., bath up yang jacuzzi itu lo. Yang ada gelembung-gelembungnya. Masa nggak mau?"

"Aku lebih senang di sini, Bu," ucap Rania sambil mengoles bibirnya dengan lipbalm.

"Kamu ngambek, Ran?" tanya Bu Narti tiba-tiba.

Rania menghela napas panjang.

"Emangnya kamu ke mana seharian? Tumben nggak motoran?" kepo Bu Narti.

Rania tersenyum kecut. Tentu dia tidak mau menjawab. Sedikit sebal dengan sikap Bu Narti. Tapi dalam benaknya dia menilai bahwa Bu Narti tampak berusaha mengusir perasaan bersalahnya.

Bu Narti yang melihat Rania yang sudah cantik, rapi dan wangi, beranjak dari duduknya.

Keduanya ke luar dari kamar dan melangkah bersama menuju ruang makan.

Cinta RaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang