7. Semangat Rania

4.1K 592 52
                                    

Maaf lahir batin semuanya yaaaa...

_______

Rania melewati subuhnya dengan perasaan galau. Dilihatnya kamar mandi di dalam kamarnya yang sangat menjijikkan. Dinding keramik putih yang menguning serta lantai yang penuh lumut, dan toilet yang berkerak. Untungnya ada alat-alat kebersihan di sudut dinding. Rania sempat membersihkan kamar mandi sekadarnya agar ibadahnya tidak terlewati awal pagi hari itu.

Rania tidak ambil pusing. Dia pun akhirnya berencana akan membersihkan kamar tidurnya dan membereskannya seharian penuh.

"Hm..., lapar," gumam Rania sambil memegang perutnya yang berbunyi minta diisi. Dengan cepat dia lipat alat sholatnya dan beranjak dari duduk simpuhnya.

Rania menghela napas panjang. Ada dua hal yang membuatnya ragu untuk ke luar dari kamar, Bu Narti yang kurang ramah dan Alaric yang tidak acuh sama sekali. Sepertinya keduanya tidak akan mempedulikan dirinya yang lapar atau haus, karena pagi sudah beranjak tinggi dan tidak ada basa basi dari keduanya untuk mengajaknya sarapan.

Kini giliran tenggorokannya yang kehausan. Diapun memutuskan untuk pergi ke dapur yang lumayan berjarak dari kamarnya.

Sesampainya di dapur, Rania dilanda bingung. Dia tidak melihat minuman ataupun gelas di atas meja dapur atau meja makan yang ada di sana. Dia sedikit celingukan. Dapur yang terlalu modern menurutnya, hingga tidak terlihat alat-alat makan atau galon air mineral yang biasanya ada di dapur-dapur rumah pada umumnya. Yang terlihat di matanya adalah kompor berdiri dengan empat tungku dan kulkas besar dua pintu.

"Mau apa?" tanya Bu Narti yang tiba-tiba ada di belakang Rania.

"Oh. Eh..., mau minum, Bu," jawab Rania kikuk.

"Gelasnya di dalam laci sebelah kiri. Habis minum langsung diletakkan di mesin pencuci piring. Tapi jangan dihidupkan dulu mesinnya. Pas penuh baru aku cucikan,"

Rania mengangguk pelan. Dia lalu membuka laci yang dimaksud Bu Narti dan meraih satu gelas keramik putih.

"Airnya di mana ya, Bu?" tanya Rania pelan.

"Tuh," tunjuk Bu Narti dengan moncongnya yang mengarah ke pintu kulkas.

Rania merasa tangannya gemetar. Dia tidak tahu cara mengambil air minum dari kulkas besar itu.

"Bisa Ibu tunjukkan caranya?" tanyanya. Wajahnya pucat pasi.

Bu Narti memandangnya sinis.

"Kalo nggak bisa ambil air dari kulkas, gimana mau letakkan gelas bekas ke mesin cuci piring? Bikin nambah kerjaan aku aja," rutuknya dan berlalu.

Rania menghela napas kecewa. Dia tatap punggung Bu Narti yang berlalu darinya dengan perasaan tak menentu. Tenggorokannya semakin kering dia rasakan dan perut yang keroncongan.

Setelah memastikan Bu Narti tidak ada di hadapannya, Rania kembalikan gelas keramik ke tempat semula. Lalu pergi dari dapur menuju kamarnya.

Rania raih dompetnya seraya memeriksa isinya. Ternyata masih ada beberapa lembar uang kertas biru di dalamnya. Sepertinya dia akan membeli sarapan di luar saja.

"Pagi-pagi Pak Alaric sudah pergi..."

"Emang ke mana?"

"Liburan seminggu ke Lombok,"

"Sama Mbak Alea?"

"Lha sama siapa lagi?"

"Haha. Edan..., nikah sama siapa, bulan madunya dengan siapa,"

"Biarin, Pak. Yang penting gaji kita nggak edan..."

"Trus itu bininya?"

"Ah. Itu bini boong-boongan. Buat bisa menyambung hidup saja,"

Cinta RaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang