13. Pengalaman Pertama Rania

7.1K 742 77
                                    

Jika sebelumnya kedatangan Alea di kantornya sangat membahagiakan Alaric, kini kehadiran Alea di kantornya meresahkan suasana hatinya. Hampir setiap hari Alea pasti tidak lupa menyinggung Rania di setiap pembicaraan, dan pasti berakhir dengan rengekan atau tangisan yang sangat menyebalkan Alaric. Padahal Alaric sudah merasa nyaman dengan hari-harinya sekarang. Dia tidak perlu berurusan dengan Rania karena Rania memiliki kesibukan sendiri dan tidak mengganggunya. Sehingga dia bisa menikmati kebersamaannya dengan kekasihnya.

Dia pun senang dengan sikap Rania yang penurut dan tidak aneh-aneh atau drama. Belum ada ocehan dari tetangga atau aduan dari keluarga tentang Rania kepadanya. Alaric yakin Rania teguh memegang kata-katanya bahwa dia tidak akan mengganggu dan menuntut macam-macam kepadanya.

Lebih-lebih sekarang ini. Sikap manja Alea makin menyebalkan Alaric, karena ada hal lain yang menjadi beban pikiran, yaitu keadaan Bu Narti yang masih sakit. Meskipun sedikit lega saat mengetahui Rania yang mau merawatnya, tetap ada kekhawatiran yang dia rasakan. Bu Narti sebelumnya tidak pernah sakit lama seperti ini.

"Maaf, Ric," ucap Alea yang wajahnya sudah bersimbah air mata.

"Kamu sih..., sudah aku bilang. Dia nggak ganggu aku. Dia punya kegiatan sendiri,"

"Kenapa dia nggak pindah aja dari rumah kamu?"

"Alea. Masalah akan jadi lebih rumit jika dia tinggal di tempat lain,"

Alea menghempaskan napasnya kesal. Sebal setiap kali menyadari bahwa ada perempuan lain di rumah Alaric.

"Kamu kan tau kegiatanku sehari-hari. Rumah utamaku di kantor dan bersama kamu. Kamu nggak percaya aku?"

"Bukan nggak percaya. Tapi..., ck...,"

Alaric beranjak dari hadapan Alea menuju meja kerjanya.

"Ric. Please..." rengek Alea.

"Apa lagi?" decak Alaric kesal. "Sudah berkali-kali aku bilang sama kamu. Please, Alea, bantu aku. Bantu aku supaya bisa tenang menjalankan hari-hari seperti biasa sama kamu,"

"Tapi kamu menikah,"

Alaric hempaskan tubuhnya di atas kursi kerjanya menghadap ke layar komputer besarnya sambil menggerakkan mouse komputer.

Alea yang panik dengan Alaric bersikap acuh tak acuh, mendekati Alaric dan duduk di atas pangkuannya.

"Maaf, Ric..." ucapnya dengan tatapan merayu. Dia usap-usap dada Alaric dengan gerakan menggoda. Dia sangat paham apa yang diinginkan Alaric saat kesal.

"Aku mau mulutmu..." ujar Alaric yang merasa gejolak di dalam tubuhnya saat melihat bibir Alea yang merekah hendak menciumnya.

"Ric..." desah Alea yang tahu akan keinginan Alaric. Dia terlihat enggan melakukannya.

Alaric perlahan menurunkan tubuh Alea dari pangkuannya dengan perasaan kesal.

"Oke, oke..., fine. Kamu marah. Aku tau. Tapi bukan ini penyelesaiannya. Kamu selalu alihkan ke hal yang sama sekali aku nggak suka," ucap Alea kesal.

Alaric diam saja. Dia juga kesal dengan sikap Alea. Baru tiba di kantornya saja, wajah Alea sudah tidak mengenakkan perasaannya.

Alea yang kesal, meraih tas tangannya dan berjalan cepat meninggalkan ruang kerja Alaric.

_____

Meski kesal dengan sikap kekasihnya tadi pagi, Alaric tetap bisa fokus dengan pekerjaannya, bahkan lembur di malam harinya. Biasanya jika terjadi pertengkaran kecil dengan Alea, Alaric memutuskan cepat pulang ke rumah dengan menyerahkan pekerjaannya ke bawahannya. Lalu dia bisa beristirahat di rumah lebih lama sambil menenangkan perasaannya.

Cinta RaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang