29. b e f o r e

11 4 0
                                    

Chu

Mark menutup penyatuan bibir kami dengan mengecup ujung hidungku lembut. Hal pertama yang kulihat setelah ciuman tadi adalah bagaimana mata sayu Mark menatapku dalam. I'm not gonna lie, the stare he gave me is full of love. No lust, just love. 

"I'm really sorry, Jung. I'm not supposed to—I'm really sorry, did I make you uncomfortable? I don't know why it's all sudden—"

Chu

Mark terkesiap. Aku membungkamnya dengan satu kecupan singkat sebagai tanda bahwa apa yang baru saja terjadi benar-benar baik-baik saja.

"Thank you so much for entrusting your feelings to me," ucapku.

 "Even if you don't ask, but I need you to know that I still need time to discover my actual feelings. You complete me, Mark. And I'm thankful for that," ucapku.

Mark mengangguk kecil, "Thank you, Jung."

Aku tersenyum, "Kuharap kita tetap bersikap kayak biasanya setelah ini." Yah, kita tidak ingin suasana menjadi canggung, kan?

Mark tertawa kecil, "Yeah, who would served me a whole bowl of watermelon if it's not you? Anyways, aku pulang dulu ke dorm," ucap Mark menepuk puncak kepalaku.

Aku mengangguk. Setelah mengantarnya sampai ke depan pagar, aku melambaikan tangan pada mobil Mark yang menderu sendirian, ditemani cahaya lampu jalan. 

Aku kembali masuk ke dalam rumah, kemudian terduduk lemas di sofa. Entahlah, selama Mark di sini, aku bisa bertingkah normal, seperti diriku sehari-hari. Namun setelah Mark pergi, barulah aku merasakan ribuan kupu-kupu beterbangan di sekitarku. Aku meraba bibirku, astaga aku masih bisa merasakan bibir Mark di atas bibirku. 

Aku membenamkan wajahku pada bantal sofa, mengangkat wajahku, membenamkan wajahku lagi, kemudian mengangkatnya lagi. Kemudian aku menggigit bantal tersebut seraya menendang-nendang udara dengan kakiku karena salah tingkah.

Aku membekap mulutku seraya menahan teriakan yang siap meluncur kapan saja. Kurasa aku yang akan canggung padanya setelah ini. 

Astaga kenapa kejadian ini harus terjadi sebelum aku akan sidang skripsi. Aku tidak yakin dapat fokus berlatih setelah ini. Astaga Mark, kamu selalu mampu membuatku teralih.

Aku meraih ponselku, membuka aplikasi kakao, kemudian mencari kontak Mark di sana. Berharap akan ada notifikasi yang masuk saat itu juga

******

Mark membuka pintu kamarnya. Ia langsung melemparkan diri pada kasur yang sudah lama menunggunya. Melempar beanie yang ia kenakan secara asal, Mark membenamkan wajahnya di dalam bantal putih bulu angsanya. Kakinya menendang-nendang udara asal, tak percaya apa yang baru saja terjadi. Perasaannya campur aduk, senang, terkejut, takut, ah semua ini tak bisa dideskripsikan.

Mark mengganti posisi menjadi telentang. Ia merenggang kedua tangannya, benar-benar merilekskan diri. Mark menatap ke arah langit-langit kosong. Seperti apa kira-kira hubungan mereka ke depannya? tidak ada yang tahu jawabannya.

Tanpa Mark ketahui, sejak ia membenamkan wajahnya di bantal sedari tadi, Taeyong dan Doyoung telah mengintip dari balik pintu. Saat melihat Mark meracau seperti orang salah tingkah, mereka memutuskan berpura-pura masuk seakan-akan baru saja melewati kamar Mark.

"Lagi kenapa, nih?" Doyoung berpura-pura melongok seraya mengunyah keripik ubi milik Taeyong.

"Ah, hyung," ucap Mark. Ia segera bangun dari posisinya dan duduk di pinggir ranjang.

"Kamu kenapa?" tanya Doyoung duduk di sebelahnya. Taeyong yang mengekor merebahkan diri di atas ranjang dan mengambil bantal untuk dia peluk. Sesekali tangannya merogoh bungkus keripik ubi yang digenggam Doyoung seraya pandangannya fokus pada Mark.

"Enggak kenapa-kenapa. Emang kenapa?" tanya Mark balik.

Doyoung memasang wajah menyebalkannya. Taeyong mengerjap-ngerjap menunggu kelanjutan dari Mark.

Wajah Mark berubah datar, "Hyung ngintip, ya?" ujarnya.

Taeyong menggeleng kuat seraya melambaikan tangannya, menampik tebakan Mark, kemudian beralih menatap Doyoung berharap pria kelahiran 96 itu akan memberikan pembelaan.

"Lah, hyung kenapa ngeliat aku?" tanya Doyoung balik pada Taeyong.

"Ishh, aku tuh cuma baru pulang, terus rebahan. Gak ada apa-apa kan?" elak Mark, "nah sekarang, ayo hyung pulang ke kamar masing-masing. Ini udah malam, besok kita harus latihan." Mark mendorong Doyoung dan Taeyong untuk segera keluar dari kamarnya.

"Selamat malam, hyung!" ucap Mark seraya melambaikan tangan pada Doyoung dan Taeyong kemudian mengunci pintu kamarnya.

Mark memutuskan untuk membersihkan diri, karena ia hanya mandi satu kali hari ini. Setelah membersihkan diri, Mark meraih ponselnya, kemudian berbaring di atas ranjang seraya menarik selimutnya.

Mark hanya menatap layar ponsel yang tak menampilkan notifikasi apa-apa. Ia membuka aplikasi kakao dan mengetikkan "jungtermelon" pada laman pencarian. Setelahnya, Mark hanya diam memandangi roomchat tersebut seraya tersenyum salah tingkah. Berharap akan ada keajaiban dan notifikasi terkirim pada ponselnya.

******

Aku terbangun cukup pagi. Kulihat jam yang ada di atas nakas masih menunjukkan pukul 05.35 pagi. Padahal aku menyetel alarm untuk membangunkanku pukul 06.30, namun tak apa, sudah saatnya aku yang membangunkan alarmku. Hehe.

Aku beranjak dari ranjang, segera mandi karena aku ingin benar-benar fokus hari ini. Besok adalah hari penentuanku, dan rencananya hari ini aku akan benar-benar mengisolasi diri dari siapapun. Aku sudah mengabari ibu dan ayahku kemarin saat pergi bersama Ben, bahwa aku akan segera menjalani sidang skripsi. 

Selesai mandi, aku membuat sarapan untukku. Kulihat langit masih gelap, tentu saja, orang-orang di sekitar rumahku baru aktif beraktivitas di atas pukul 6 pagi.

Aku membuka pengaturan ponsel dan mematikan notifikasi untuk aplikasi-aplikasi yang kuanggap akan mengganggu konsentrasiku. Aku juga sudah mengabari orang-orang tertentu bahwa aku akan menonaktifkan sosial mediaku hari ini. Termasuk mengabari Mark. Biarlah satu hari ini aku menghilang dulu. Toh, tidak akan ada yang mencariku, kan?

Aku menghela napas, kemudian membersihkan sisa makanku. Sumpah, berkegiatan sepagi ini sangat menenangkan. Sunyi, tak banyak suara kendaraan berlalu lalang, tak ada notifikasi. Aku merasa rileks. Dan sekarang adalah saatnya mengistirahatkan diri sebelum sidang besok. Semoga aku bisa menjalani hari esok dengan tenang. Yah, semoga.

"Kamu harus bersahabat sama aku ya, skripsi. Besok kamu jadi taruhan antara aku lulus atau enggak," ujarku bermonolog dengan lembaran skripsi di genggamanku. Aku meletakkan lembaran tersebut menutupi wajahku, berharap isi skripsi tersebut akan otomatis masuk ke dalam otak dengan cara menempelkannya. Tapi itu mustahil. Huft.

Aku sedikit cemas, karena aku yakin dosenku pasti memiliki standar tinggi saat sidang besok, namun mengingat usahaku, rasa percaya diri kembali terbangkit. 

Well, sampai jumpa besok, semuanya. Doakan aku berhasil, ya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

waiting for chap #30...



let's pray for ella jung guys > ~ <

Celebrity ; Mark Lee✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang