Closer

1.7K 250 9
                                    


"Maafkan aku, oke?" Sakura berjalan mengekoriku setelah sebelumnya menutup pintu mobil. Aku terus melangkah mengabaikan permintaan maafnya yang terdengar hampir seperti paksaan tanpa jeda. Sejujurnya aku sudah tak marah lagi padanya. Tapi mendengar permintaan maafnya yang terus-menerus membuatku ingin sedikit menggodanya seperti biasa.

Terus menjaga ekspresiku untuk tetap datar semakin sulit dengan dia yang mengikutiku kemana pun aku melangkah. Setelah masuk ke dalam rumah, aku langsung menuju dapur dan menuangkan air putih ke dalam gelas penuh-penuh, lalu menghabiskannya sekali teguk. Saat melakukan itu, aku sadar bahwa Sakura masih menatapku. Aku rasa sebentar lagi dia pasti akan kesal karena terus diabaikan.

"Sasuke, berhenti mengabaikanku!" Tuh 'kan. Benar seperti dugaanku. Dia tak menyadari bahwa sifatnya yang labil dan tidak sabaran itu menjadi senjata utamaku untuk mengganggunya.

Aku kembali menuangkan air dan meneguknya sambil melirik ke arah Sakura dari atas gelas. Kemudian menyodorkan air yang tinggal setengah gelas padanya.

Matanya menyipit, tapi ia tetap menerima gelas itu dan meneguk habis isinya.

"Kau menginjak kakiku." Kulepas kaus kaki putih yang membalut kakiku lalu memperlihatkan jari manis kemerahan yang sedikit bengkak karena hak sepatu yang menghantamnya tadi.

Ia meringis penuh rasa bersalah dan penyesalan. Takut-takut menatap wajahku, mendapati bahwa ekspresiku masih belum berubah.

"Maafkan aku. Aku tak menyangka kalau injakkanku sekuat itu."

Aku melemparkan satu lirikan jengkel. "Ya, kau memang sudah seharusnya minta maaf."

"Makanya aku bilang aku minta maaf."

"Jari manis kakiku bengkak," ujarku berlebihan. "Tidakkah kau melihatnya?"

Ia menggembungkan pipinya. "Maaf."

"Bagaimana caranya aku berjalan ke kamar?" Sebenarnya drama apa yang sedang aku mainkan ini, dalam hati aku menggeleng tak percaya.

"Kau berjalan kesini sendiri tadi."

"Yang membuatnya semakin sakit."

Ia mendesah seraya menaruh salah satu lenganku di bahunya dan salah satu lengannya melingkari pinggangku dari samping. Ia memapahku perlahan menuju kamar kami yang diam-diam kuharapkan berada di lantai tiga.

"Kau ini berat sekali. Cobalah untuk tak menyandarkan seluruh berat tubuhmu padaku!" Ia protes setelah beberapa langkah.

"Mau bagaimana lagi? Kakiku sakit, Sakura." Aku tahu aku semakin berlebihan. Tapi siapa yang peduli?

"Itu salahmu sendiri tak mau melepaskanku tadi." Penyesalan yang kulihat di wajahnya tadi hilang sudah. Ia tidak tahu saja bahwa dirinya tak akan pernah terlepas dariku.

"Kau 'kan bisa bicara baik-baik," balasku. "Tak harus menginjak kakiku."

"Kau seharusnya sadar." Ia terdengar jengkel. "Kau itu tak bisa diajak bicara baik-baik."

Aku melirik pada kepala merah mudanya. "Jadi ini salahku?"

"Tentu saja ini salahmu!"

"Kau ini tak pengertian sekali sebagai istri."

"Pengertian akan membuatmu semakin seenaknya."

"Aku mencintaimu, Sakura." Ia tersandung kakinya sendiri dan mungkin saja sudah terjerembab jika tak sedang memegangiku. Aku menyeringai tanpa rasa bersalah. "Terharu mendengar ungkapan cintaku sampai-sampai kakimu lemas ya?"

"Kau mudah sekali mengucapkannya," gerutunya.

Aku mengangkat bahu. "Kau tidak tahu saja. Itu sulit sekali pada awalnya. Coba saja. Aku akan mengulanginya lebih dahulu." Ia meringis. "Aku mencintaimu, Sakura."

Just Married (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang