Senja berhasil menenangkan Shea setelah mengajak gadis itu untuk ke masjid dan sholat magrib bersama.
Daniel dan teman-temannya yang lain pun sudah datang untuk menjenguk, mereka membawa beberapa bingkisan makanan.
"Di makan. Senja tadi nyuruh gue buat bawa makan, katanya lo belum makan." Daniel menghampiri Shea yang diam di sudut ruangan dan menyerahkan bingkisan nasi dengan beberapa lauk pauknya pada Shea.
"Makasih, Niel." jawab Shea tanpa menoleh sedikit pun.
Daniel mengangguk kemudian pergi, membiarkan Shea untuk sendiri.
"Tante Manda belum makan. makan dulu, ya?" bujuk Senja pada Mama Shea. Kedua perempuan itu sama-sama terpuruk saat mendengar berita buruk tentang Sean.
"Biar gue aja, Ja. Lo samperin Shea." ucap Daniel membantu. Senja mengangguk kemudian menghampiri keberadaan Shea yang sedang duduk di sudut ruangan.
"She," panggilnya.
Gadis itu menoleh lalu tersenyum tipis. Dengan mata yang lelah, warna hitam terlihat jelas di bawah matanya, Shea kembali memalingkan wajahnya ke arah jendela.
"Lo tahu, gak, Je?" pertanyaan itu membuat Senja bingung. Dengan cepat ia menggeleng.
"Yang gue pikirin saat masalah selalu datang secara bergantian seperti sekarang ini hanya dua hal, ini cobaan untuk gue yang akan ditinggikan derajatnya sama Allah atau ini hukuman karena gue kebanyakan dosa ke orang tua gue," gadis itu berbicara dengan menyandarkan kepalanya pada jendela, tanpa menoleh pada Senja sedikit pun.
"Lo tahu sendiri hubungan gue sama Papa gue gimana. Padahal gue udah berusaha buat gak benci sama Papa gue sendiri,"
Senja mendengarkan dengan baik saat gadis tersebut bercerita. Air mata perlahan mengalir ke pipi mulusnya. Melihat itu, Senja tidak tega, dia ingin memeluknya lalu menenangkannya.
"Sumpah... Gue hanya kecewa, belum di tahap benci. Tapi, kenapa, Je? Kenapa hukumannya justru seberat ini. Gue emang anak yang gak berguna, ya?"
Tangannya perlahan mengusap air mata yang mengalir. Senja langsung memeluknya, detik itu juga pertahanan Shea runtuh. Dia menangis dalam pelukan tersebut.
"Lo tahu, gak? Satu hal yang membuat gue masih bertahan karena gue percaya seseorang dilahirkan pasti karena suatu alasan,"
"Seseorang yang gue banggakan pernah bilang saat kita masih di kandungan itu, reka adegan tentang dunia yang mengerikan diperlihatkan ke kita oleh Allah,"
Shea menatap wajah Senja sambil mendengarkan apa yang diucapkan Senja. Gadis itu sedikit demi sedikit bisa menenangkan dirinya. Senja tersenyum, ia ingat sebelas tahun silam, saat dirinya mulai bercerita, gadis itu akan tertarik dengan ceritanya kemudian mendengarkan dengan baik.
"Kalau kita gak sanggup, kita gak bakal lahir ke dunia. Tapi, kalau kita sanggup, Allah mengizinkan kita untuk lahir ke dunia. Dari situ gue belajar, apapun masalah yang terjadi, kita harus menghadapinya karena Allah sudah sangat baik mengizinkan kita untuk melihat dunia yang bahkan banyak hal indah disini,"
"Tapi gue capek, Je..."
Senja mengangguk, dia paham kondisi gadis itu, "Kalau capek bisa istirahat dulu. Dunia memang tempat kita untuk capek, mengeluh, dan sebagainya. Tapi kalau kita mengakhiri kehidupan dengan cara kematian, itu artinya kita tidak bisa bertanggung jawab atas hidup kita sendiri."
Hening. Shea terdiam masih dengan pikirannya sendiri. Melihat hal itu justru membuat Senja gemas sendiri.
"Jadi, dari ucapan gue tadi, lo paham maksudnya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
S E N J A
Romance"Semesta punya banyak cara untuk membuat kamu bahagia." Shea Queena Liandra, Gadis dengan sejuta luka yang ia sembunyikan di balik senyumnya yang indah. Suatu hari, Shea bertemu dengan seorang laki-laki bernama Senja. Sejak pertemuan itulah, Senja...