-17- BALAPAN

93 23 197
                                    

Sudah satu minggu sejak Sean masuk rumah sakit, sekarang keadaannya membaik. Sean sudah bisa berjalan kembali meskipun cara berbicaranya agak sulit seperti orang stroke pada umumnya.

Perusahaan milik Sean pun sudah di pegang sementara oleh Dery. Bahkan Shea sudah melakukan aktivitasnya seperti biasa. Tidak ada lagi kekhawatiran, kecemasan, dan pikiran buruk yang bersarang dalam otaknya.

Shea baru saja pulang dari latihannya untuk mengikuti balapan bulanan besok malam. Baru saja gadis itu melangkahkan kaki menaiki anak tangga, suara isak tangis terdengar.

Shea melihat sekelilingnya untuk mencari siapa yang menangis, ternyata Dery berdiam di bawah anak tangga sambil memegang kepalanya.

Shea menghampirinya, "Bang?" panggilnya.

Dery buru-buru menghapus air matanya kemudian menoleh dengan senyuman palsu. Mata dan hidung merahnya tidak bisa berbohong bahwa ia sudah menangis.

"Lo kenapa?" tanya Shea sudah berada di hadapan Dery.

"Kalau gue jelasin, lo gak bakal ngerti." jawab Dery sambil berlalu meninggalkan Shea.

"Sebodoh itukah gue sampe lo mengira gue gak bakal mengerti?"

Dery menghentikan langkahnya setelah mendengar ucapan yang keluar dari mulut sang Adik.

Dery kemudian berbalik badan untuk menatap Shea, "Gue gagal, She." ucapnya pelan.

Pundaknya menurun seperti menanggung beban yang berat, Shea melihatnya menjadi iba.

Perlahan gadis itu menghampiri Dery dan mengusap punggung sang kakak. Walaupun ia tidak tahu permasalahannya, sebisa mungkin ia membantu menenangkan.

"Lo bisa cerita ke gue,"

Dery langsung menarik tangan Shea dan membawanya ke kamar. Dia menunjuk laptop yang menampilkan sebuah grafik yang entah apa itu Shea pun tidak paham.

"Ini apa?" tanya Shea sambil melihat layar laptop tersebut.

Dery menghembuskan napas, "Grafik penurunan perusahaan Papa. Gue gagal, gue gak paham cara kerja perusahaan. Gue takut Papa kecewa sama gue, She..."

Shea tentu terkejut, grafik itu mendapatkan penurunan yang sangat anjlok setelah di pegang oleh Dery, entah bagaimana Dery melakukannya, jika Papa nya tahu, Dery pasti akan dimarahi habis-habisan.

"Lo serius? Ini sih udah turun banget gila," kaget Shea masih meneliti grafik tersebut.

Tidak ada peningkatan, bahkan pertahanan untuk tetap disitu saja tidak. Semua menurun secara drastis.

"Gue kena tipu, She. Klien baru itu menipu semua rekan kerja nya,"

Kali ini, Shea benar-benar terkejut. Bagaimana bisa Abang nya yang pintar itu bisa di tipu oleh klien? Bahkan jika dilihat dari mata telanjang, Dery bukan'lah lelaki yang mudah untuk di tipu begitu saja.

"Kok bisa, sih?"

"Gue kejebak rayuan dia, anjing! Arghh bisa-bisanya gue kena. Sekarang harus gimana?" pasrah Dery terduduk lemas di atas kasur. Wajahnya terlihat frustasi.

"Jujur aja gimana?" saran Shea.

"Lo gila? Kalau gue bilang, Papa yang ada bisa drop lagi!"

"Ya terus lo mau gimana? Emang bisa ngebalikin grafik perusahaan naik lagi?"

Dery mengangguk mantap sambil menatap jendela luar, "Bisa,"

"Gak ada yang gak bisa sama gue. Prinsip gue 'jika orang lain bisa, gue juga harus bisa.', tapi masalahnya gue butuh modal."

S E N J ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang