03. Setan

57 3 0
                                    

10 maret 1987.

Seorang lelaki perparas tampan, memiliki kulit yang indah, sedang berjalan dengan senyum manis yang terukir diwajahnya.

Dia Erthan Adwilson, putra bungsu keluarga Adwilson. Dia berbeda dari keluarganya, keluarganya sangat dingin, namun dia tidak seperti itu, dia murah senyum pada orang yang sangat akrab dengannya.

Namun, saat bertemu seorang wanita, ia buru-buru mengubah ekspresi wajahnya menjadi dingin, seolah lautan tiba-tiba menjadi beku karena salju.

"Erthan, mau kemana kau?" tanya Elya—Ibu Erthan.

"Mau kekamar kak Ekal," jawab Erthan dengan wajah datarnya.

"Hmm, baiklah."

Setelah itu Elya pergi meninggalkan Erthan.

Perlu kalian ketahui, Erthan selalu berusaha pura-pura dingin didepan keluarganya. Terkadang ia lelah harus berpura-pura seperti itu, namun jika tidak, dia akan menjadi orang asing di keluarga ini, entah apa alasannya.

Erthan hanya pura-pura dingin didepan keluarganya, kecuali kakaknya, Ekal. Ekal anak kedua dikeluarga ini, namun ia tak mendapatkan kasih sayang seperti Erthan, ia menjadi seperti anak terlantar dikeluarga itu. Jika Erthan tak menyayanginya, mungkin dia sudah menjadi orang asing dikeluarga itu.

"Kak Ekal," panggil Erthan, namun tak ada jawaban dari sang pemilik kamar.

"Kak Ekal!" Erthan terus berusaha mengetuk pintu dan berteriak.

"Kak—"

"Maaf tuan Erthan, tuan Ekal sedang pergi keluar," ujar pelayan yang tak sengaja lewat depan kamar Ekal.

"Hm, baiklah, terimakasih." Erthan berjalan melewati pelayan itu, sekarang tak tahu dia harus pergi kemana.

Sebenarnya ada satu tempat dirumah besar ini yang menjadi favoritnya, tempat itu adalah taman. Taman yang dipenuhi banyak bunga-bunga, daun sebagai hiasan, dan masih banyak lagi.

"Sepertinya agak bosan jika ditaman terus menerus. Banyak tempat dirumah ini yang belum ku telusuri," gumamnya.

Dia terus berpikir sambil berjalan, sehingga ia tak sadar jika ia berada diruangan yang tak pernah ia liat dirumah ini sebelumnya.

Erthan terus melihat kesekelilingnya, hingga ia menemukan kamar yang didepannya terdapat 2 pria yang tak lain adalah penjaga kamar tersebut.

"Kamar apa ini?" tanya Erthan yang membuat kedua penjaga itu terkejut.

"Ini kamar sandera, ayahnya seorang koruptor, jadi dia menjadi sandera tuan besar," jawab salah satu penjaga.

"Saya akan masuk," ujar Erthan dengan wajah datarnya.

"T-tidak boleh, tuan. Tuan besar tak mengizinkan siapapun untuk masuk kemari kecuali tuan besar."

"Saya anaknya, jangan melarang saya, atau saya lapor pada ayah!" bentak Erthan.

"B-baik tuan muda." Kedua penjaga itu lalu membukakan pintu kamar tersebut.

"Kalian beristirahatlah, kedua kantung mata kalian terlihat menghitam," ujar Erthan.

"Baik. Terimakasih, tuan." Para penjaga itu langsung pergi begitu saja meninggalkan Erthan.

Erthan perlahan membuka pintu kamar itu, dengan hati-hati ia berjalan masuk kekamar itu. Didalam kamar tersebut terdapat gadis yang tengah duduk disisi ranjangnya.

Entah mengapa, Erthan merasakan jantungnya berdegup kencang. Baru kali ini merasakan perasaan asing.

Gadis itu mulai menyadari kehadiran Erthan, lantas gadis itu berdiri.

"AAAAA!!!" teriak gadis itu yang hampir sana membuat telinga Erthan berdengung.

"Hey, calm."

Erthan mendekati gadis itu dan mendudukkan gadis itu disisi ranjang.

"Whats your name?" tanya Erthan.

"Hah?" Mentari seketika kehilangan kemampuan bahasa Inggrisnya.

Lah? Kok gue nggak bisa bahasa Inggris? Batin mentari.

"Astaga, kau tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Inggris?" Mentari menganggukkan kepalanya. "Artinya... Siapa namamu?"

"O-oh aku Men— maksudnya Ayu Sandriyana Mentari," ujar Mentari.

"Mentari." Kata itu tak sengaja keluar dari mulut Erthan.

"Hah?"

"Namamu Mentari, kan?"

"T-tapi biasanya orang memanggilku Ayu," ucap Mentari.

"Ayu itu berarti cantik, tapi kau tak cantik," kekeh Erthan yang membuat Mentari mendengus sebal.

"Kau itu bersinar seperti matahari terbit dipagi hari, yang membuat kehangatan dibumi, jadi aku memanggilmu Mentari."

Sudah dipastikan sekarang pipi Mentari sudah seperti udang rebus.

"Lalu kau siapa?" tanya Mentari.

"Erthan," jawab Erthan sambil menunjukkan senyum manisnya yang jarang ia perlihatkan pada orang-orang.

"Hah?! Setan?!"

"Astaga, jangan berteriak setan, nanti setan dikamar ini akan muncul tiba-tiba," ujar Erthan.

Mentari yang notabenya takut akan jenis-jenis hantu, ia tanpa sadar menggenggam erat tangan Erthan.

"B-benarkah disini ada setan?" tanya Mentari dengan terbata-bata.

"Benar, dia sedang mendekat kearah kita." Perkataan Erthan yang membuat Mentari semakin menguatkan genggaman tangannya.

"Dimana setannya?"

"Setannya ada didepanku." Erthan menjawil hidung Mentari.

"Ehem!!" deheman keras dari Erthan membuat Mentari hampir terlonjak kaget.

"Bisa lepaskan tangan saya?"

Mentari yang sadar langsung melepaskan dan menepis tangan Erthan untuk menjauh. Erthan hanya terkekeh melihat tingkah gadis yang baru ditemuinya ini, menurutnya Mentari sangat menggemaskan.

"Kenapa kau takut setan? Nyatanya manusia lebih menakutkan daripada setan."

"M-maaf tuan Erthan," ujar Mentari.

"Jangan memanggilku seperti itu, kau seperti pelayanku saja," celetuk Erthan.

"Aku memang bukan pelayan, tapi aku sandera tuan besar," ucap Mentari.

"Kata siapa kau sandera? Jika kau pikir-pikir, sepertinya ayahku masih punya hati padamu. Buktinya keluargamu ada dibalik jeruji besi, dan kau? Kau ada didalam kamar yang nyaman ini, Mentari," ucap Erthan panjang lebar.

"Hmm, kau benar."

Erthan tersenyum dan mengelus pucuk kepala Mentari. "Ayahmu pasti sering melakukan hal ini, kan?" tanyanya.

"Bagaimana kau bisa tau?"

Mentari menunduk, dia tiba-tiba merindukan Dimas dan Daniya.

"Bersabarlah, kalian pasti akan segera bebas. Karena menurutku, sepertinya ayahku hanya salah paham pada ayahmu."

"Jangan sedih, kau tidak kesepian, masih ada aku disini. Anggap saja aku temanmu," pungkas Erthan.

"Lalu aku harus memanggilmu apa?"

"Panggil saja namaku."

"Er?"

Erthan yang mendengarnya hanya mengerjap bingung. Baru kali ini ada orang yang memanggilnya begitu.

"Apa boleh aku memanggilmu, Er?"

"Tentu," balas Erthan sembari mengelus puncuk kepala gadis itu.

••••••

Bestiee! I'm back!

Seperti biasa, jangan lupa VoteMen. Wajib ya ges ya!



DeRohaa_

Bunga Terakhir [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang