07. Cerita tentang dia

20 3 0
                                    

Tapi kemudian, Mentari menundukkan kepalanya. "Kalau aku benar-benar pergi, bagaimana?" tanya gadis itu.

"Aku yang akan datang ke masa depan," sahut Erthan.

"Bagaimana caranya? Bahkan aku tak bisa menemukan mesin ayahku di si—"

"Bagaimana dengan keluargamu di masa depan? Apa mereka baik?" tanya Erthan.

Sebenarnya pertanyaan itu hanya untuk mengalihkan pertanyaan Mentari tadi. Jujur ia juga bingung harus bagaimana.

"Eum, ayahku sangat menyayangiku, begitu juga ibuku. Aku mempunya adik bernama Kevin, dia sangat lucu, aku sering bertengkar dengannya karena masalah sepele saja. Aah, aku jadi merindukannya," ujar Mentari dengan nada lirih.

"Aku juga memiliki sahabat bernama Shera. Shera itu temanku dari awal masuk sekolah dasar sampai sekarang. Waktu aku sedang sakit, dia selalu memperingatiku seperti perawat di rumah sakit saja," kekeh Mentari.

"Sebahagia itu hidupmu?"

Mentari melirik Erthan sekilas. "Kau hanya mendengar kisah singkatnya," ujarnya.

"Apa yang membuatmu membenci kehidupan di masa depan?" tanya Erthan.

"Seperti yang ku beri tahu tadi, dunia yang egois," celetuk Mentari.

"Senjata yang paling tajam di tahun ini menurutmu apa?" tanya Mentari yang membuat Erthan mengernyitkan dahinya.

"Pistol, mungkin?" jawabnya.

"Nantinya, lidah manusialah yang menjadi senjata paling tajam. Kata demi kata yang keluar terkadang bisa menyakiti hati orang lain."

"Jangankan di masa depan, terkadang ucapan ayahku saja sudah menyakitkan," cibir Erthan.

"Astaga, bagaimana kalau tadi ayahmu mendengarnya? Kau pasti akan diusir," kekeh Mentari.

Erthan ikut terkekeh melihat gadis di depannya itu.

"Baiklah, sampai sini saja. Selamat malam, Mentari. Beristirahatlah dan tersenyum besok pagi!" seru Erthan dan berjalan keluar kamar Mentari.

"Selamat malam."

••••••

14 Maret 1987.

Pagi ini Erthan tengah berada di perpustakaan yang ada di rumahnya, lebih tepatnya perpustakaan pribadi keluarga Adwilson. Ia mencari-cari buku yang dulu sempat ia baca.

"Diamana, ya? Aku lupa waktu itu menaruhnya dimana," gumam Erthan.

"Ah, itu!" pekiknya saat melihat buku yang ia cari ada dirak ketiga.

"Tumben kau kemari, biasanya hanya berdiam diri di taman saja," ujar seseorang dibelakang Erthan.

"Oh, ibu. Ku pikir tadi ada hantu disini," ujar Erthan dengan nada datar, walau tak bisa dipungkiri kalau tadi ia terkejut.

"Ck, ada-ada saja kau ini."

"Teori tentang mesin waktu? Untuk apa kau membaca itu?" tanya Elya saat membaca judul buku yang di pegang oleh putranya itu.

"Hanya sedang ingin membaca ini saja, tidak ada alasan lain. Aku pergi," tukas Erthan lalu berjalan keluar perpustakaan.

"Tumben sekali," gumam Elya.

Pasalnya putranya itu jarang mencari tahu soal kehidupan di masa depan atau ramalan-ramalan di masa mendatang. Karena menurut putranya, itu hanya mitos semata.

Setelah keluar dari perpustakaan tadi, Erthan berhenti sejenak dan menghembuskan nafas panjang, "Astaga, hampir saja," gumam Erthan.

••••••

"KAK EKAL!!" teriak Erthan di depan pintu kamar kakaknya itu.

Terdengarlah suara pintu terbuka dan muncul Ekal dengan wajah bingungnya melihat Erthan yang sedang berusaha mengatur nafasnya.

"Kenapa, kau?" tanyanya.

"Masuk dulu, kak! Ada hal yang penting," ujar Erthan sambil menarik paksa lengan Ekal agar masuk ke kamar kakaknya itu.

"Ada hal penting apa, Erthan?" tanya Ekal.
"Ini." Erthan menunjukkan buku yang ia dapat dari perpustakaan tadi.

"Buku teori tentang mesin waktu?" Ekal mengernyit kala membaca judul buku itu.

"Tidak biasanya kau mencari buku tentang masa depan," cibir Ekal.

"Ceritanya panjang, kak. Aku ingin mengambil inti dari buku ini saja," ujar Erthan.

"Aku hanya menumpang baca di sini, dan kalau sedikit tidak mengerti, aku akan menanyakannya padamu," lanjutnya.

"Lalu kalau ayah tau? Bagaimana?"

"Ck, hanya sebentar, kak," decak Erthan.

"Iya, baiklah." Ekal hanya menggelengkan kepala melihat tingkah si bungsu itu.

Sudah sekitar dua jam Erthan berada di kamar Ekal. Ia sama sekali tidak melirik kearah lain dan hanya fokus pada buku yang ia baca saja.

"Kak," panggil Erthan.

"Hm, kenapa?" sahut Ekal.

"Dari buku ini kesimpulannya, orang yang masuk ke mesin waktu akan bisa kembali jika misinya sudah selesai," ujar Erthan.

"Lalu bagaimana jika dia tak sengaja masuk ke mesin waktu? Dia tak tahu apa misinya, kan?" tanyanya dengan nada serius.

"Ya dia harus mencari tahu apa misinya," jawab Ekal.

"Bagaimana caranya?"

"Kau tahu permainan takdir? Kurang lebih seperti itu," ujar Ekal.

"Permainan takdir seperti apa? Aku tak mengerti," ujar Erthan.

"Ikuti alur takdir dan kau harus bisa memahaminya, maka perlahan kau akan menemukan jawabannya."

"Jika belum mengerti, kau bisa cari tahu soal orang itu dan orang yang dia sayangi. Bisa jadi jawabannya ada di situ," lanjut Ekal.

••••••

Bestie, jangan lupa votemennya ya!













DeRohaa_

Bunga Terakhir [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang