02. Mesin Waktu

88 7 5
                                    

Setelah pulang dari mall tadi, Mentari merebahkan tubuhnya dikasur miliknya. Sakit kepalanya sudah mulai mereda.

"Mentari, kesini buruan!!" teriak Daniya dari dapur.

"Ck, gue pingin istirahat dulu, malah disuruh," gerutu mentari.

Dengan langkah malasnya, ia berjalan menuju dapur. Karena jika tidak, ibunya itu pasti akan mengamuk.

"Apa, bu?" tanya Mentari.

"Anter ini ke Laboratorium ayah kamu, ya." Daniya menyerah totebag yang didalamnya berisi makanan.

"Sekarang?"

"Tahun 2513, ya sekarang, lah!" sahut Daniya.

"Ck, iya ini berangkat," ujar Mentari.

"Hati-hati dijalan!" seru Daniya.

"Udah kayak lagunya om Tulus aja. Bye, mom."

Mentari dengan terpaksa memesan taxi dan segera berangkat menuju laboratorium ayahnya.

"Daddy!!" semua orang yang ada didalam ruangan itu kompak menoleh kearah Mentari.

"Eh, lupa! Maaf semua, nggak sengaja," ujar Mentari.

"Ada apa kesini?" tanya Kenzo—profesor paling muda disini, usianya 2 tahun lebih tua dari Mentari.

"Ken, ayah gue mana?" tanya Mentari.

"Lagi diruangannya," jawab Kenzo.

"Oke, thanks!!"

Mentari berlari keruangan ayahnya, didepan ruangan tersebut terdapat 2 penjaga.

"Putri mau menemui profesor?" tanya salah satu penjaga.

Ayah Mentari sering memanggilnya dengan nama Putri, jadi semua orang yang ada disini juga memanggilnya dengan nama Putri.

"Iya," jawab Mentari

Penjaga tersebut membukakan pintu dan mempersilahkan Mentari untuk masuk. "Silahkan."

"Terima kasih."

Mentari dengan senyum manisnya memasuki ruangan milik ayahnya, terlihat sang ayah sedang menatap beberapa kertas didepannya sambil menyeruput secangkir teh.

"Daddy," panggil mentari.

"Eh, cantiknya ayah kesini, udah lama loh kamu nggak kesini," ujar Dimas—ayah Mentari.

"Kesini juga karena dipaksa ibu negara. Nih, dari ibu negara, katanya kalo nggak dimakan nanti ayah tidur diluar." Mentari menyerahkan totebag pada sang ayah.

Dimas terkekeh dan mengelus pucuk kepala Mentari.

"Putri, kan, udah gede. Mau ayah tunjukkin sesuatu nggak?" tanya Dimas.

"Apa?"

"Ayo ikut ayah." Dimas berdiri dan berjalan kearah ruangan rahasia, Mentari hanya membuntuti ayahnya saja.

Pintu ruangan tersebut terbuka lebar, menampilkan banyak robot-robot dan mesin-mesin canggih disana.

"Tau ini apa?" tanya Dimas sambil menunjuk sebuah mesin yang menurut mentari, itu sangat aneh.

Mentari menggelengkan kepalanya. "Nggak tau, emang itu apa?" tanyanya.

"Mesin waktu."

Mentari membekap mulutnya, tak percaya dengan ciptaan ayahnya ini.

"M-mesin waktu?"

"Iya, ini mesin waktu, tapi belum sepenuhnya sempurna," jawab Dimas.

"H-hah?"

Bunga Terakhir [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang