16 Maret 1987
Mentari kini sedang dilanda kebosanan, pasalnya sudah terhitung 2 hari Erthan tak mengunjunginya, entah karena apa.
Mungkin sibuk, pikir Mentari.
Apa ada kata-kataku yang menyakiti hatinya sampai dia tak mau lagi menemuiku? Pikirnya.
"Aishh, bisa apaa? Bisa gilaa!" teriaknya.
"SETAN! DATENG DONG!" teriak Mentari karena sangking bosannya.
Brakk
"MAK, SETAN! JANGAN DEKET DEKET! MINGGIR!" Mentari berteriak histeris begitu mendengar suara pintu dibuka dengan keras.
"Haha, ada-ada saja kau ini. Tadi menyuruh setan untuk keluar, tapi hanya dengar suara pintu terbuka saja sudah takut," ejek orang tersebut.
Mentari mendongak keatas dan menemukan Erthan yang sedang tertawa terbahak-bahak.
"Oh, jadi kau setannya?! Mau ku pukul, hah?!" bentak Mentari.
Bukannya takut, Erthan malah terus tertawa.
"Ck! Kau menyebalkan!" Mentari berjalan kearah balkon yang disana terdapat Chiko yang sedang memakan biji-bijian.
"Chiko, apa kau tahu orang yang disana?" Mentari menunjuk Erthan. "Dia sangat menyebalkan," gerutu Mentari.
"Oh, ya? Aku menyebalkan?" tanya Erthan dengan nada meledek.
"Ya! Pergi kau!"
Saat Erthan melangkah pergi dan sampai diambang pintu, Mentari lagi-lagi memanggilnya.
"Ck! Aku hanya bercanda, jangan pergi dulu," decaknya.
Erthan tersenyum dan menghampiri Mentari.
"Aku tidak akan pergi, janji!" ujar Erthan.
"Janji?"
"Tentu, kita akan pergi bersama-sama," ujar Erthan.
"Selama 2 hari aku tak mengunjungimu, apa kau merindukanku?" tanya Erthan berusaha meledek Mentari untuk kesekian kalinya.
"A-apa maksudnya, u-untuk apa aku merindukanmu?!" Mentari melirik kesana kemari mencoba menghilangkan kegugupannya.
Erthan tersenyum. "Matamu tak bisa berbohong," ujarnya.
"Iya, iya. Aku merindukanmu, bahkan sangat!" seru Mentari.
Lalu kemudian Mentari membekap mulutnya, sadar apa yang ia katakan tadi itu sangat memalukan.
"Ketahuan," kekeh Erthan.
"Kau!" Mentari mengambil sapu yang ada di kamarnya dan berlari mengejar Erthan.
"Aku hanya bercanda!" seru Erthan.
"Dasar menyebalkan, aku tidak mau bertemu denganmu lagi, ya. Minggir kau!" Mentari mencoba mendorong Erthan keluar. Namun nihil, pria itu terlalu besar.
"Ah, sudahlah!"
"Aku sama sepertimu. Karena kita adalah matahari dan bulan yang saling merindukan satu sama lain," ujar Erthan.
Gadis itu menatap Erthan dengan tatapan sendu. Mungkin lebih tepatnya matahari dan bulan yang tak akan bersama, batinnya.
"Ah iya, aku menemukan cara untuk kau bisa keluar dari sini," ucap Erthan.
"Hah?! Bagaimana caranya?" tanya Mentari.
"Kau harus menyelesaikan misimu untuk datang kesini, baru kau bisa keluar dari sini," jawab Erthan.
"Tapi aku tak tahu apa misiku, karena aku tidak sengaja masuk kemesin waktu," ujar Mentari dengan nada lirih.
"Itulah masalahnya, bagaimana kita bisa tau apa misimu untuk datang kemari."
"Lalu bagaimana jika aku tidak bisa keluar dari sini? Pasti orang tuaku akan khawatir," lirih gadis itu.
Erthan memegang pundak Mentari, "Hey, kau pernah dengar cerita dongeng tentang lomba lari antara kelinci dan kura-kura, kan? Kura-kura yang menang meskipun jalannya lebih lambat dari kelinci. Jadi, cepat atau lambat, kau pasti akan keluar dari sini, percayalah."
Mentari mengangguk, "Aku percaya, padamu."
"Jangan hanya padaku, tapi kau juga harus percaya pada dirimu kalau kau bisa keluar dari sini," ujar Erthan.
"Terima kasih."
"Tidak ada kata terima kasih dalam hubungan pertemanan. Yang namanya teman itu harus saling membantu," jelas Erthan.
"Apa selamanya kita akan terus menjadi teman?" tanya Mentari.
"Mungkin," jawab Erthan. Perempuan dan laki-laki tidak bisa berteman, salah satunya pasti akan melibatkan perasaan, Mentari, Batin Erthan.
"Dimana Chiko? Tadi dia ada di sini," gumam Mentari.
"Diatas sana." Erthan menunjuk salah satu pohon yang letaknya tak jauh dari balkon kamar Mentari.
"Er, dibawah itu apa?" tanya Mentari sembari menunjuk kearah tempat yang terlihat banyak bunga mawar di sana.
"Itu taman, aku sering kesana. Itu tempat aku menenangkan diri kalau sedang banyak masalah," jawab Erthan.
"Wow, apa tempatnya indah?"
"Tentu. Kau mau kesana? Aku akan mengajakmu kesana kapan-kapan."
"Baiklah, pasti akan seru kalau bisa masuk ketaman itu."
"Tentu saja, aku sering berdiam diri di sana, tempatnya indah, dan tak akan membuat diri kita bosan bila kita kesana. Apalagi banyak bunga mawar di sana," ujar Erthan
"Kau tau? Aku suka dengan mawar merah. Tapi waktu itu aku bermimpi kalau aku memegang setangkai mawar yang batangnya berlumuran darah," ujar Mentari.
"Darah?"
"Iya, dan setelah memimpikan itu, aku masuk kemesin waktu. Pertanda apa itu?"
••••••
Bestiee, sorry telat up, lupa soalnya
Jangan lupa vote and komen!
DeRohaa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir [Selesai]
Ciencia Ficción⚠️CERITA TIDAK MENGANDUNG UNSUR SEJARAH, SEMUA HANYA KARANGAN PENULIS⚠️ Kisahnya sederhana, seorang gadis bernama Mentari putri, putri seorang ilmuwan, yang tak sengaja masuk kemesin waktu dan tiba ditahun 1987. Bertemu dengan anak konglomerat Inggr...