23. Aku kembali [END]

64 3 0
                                    

Mentari mengerjapkan matanya, melirik ke sekelilingnya. Ruangan ini seperti kamar miliknya.

"Mentari," panggil seseorang yang tak lain adalah Daniya.

Mentari kemudian bangun dan memeluk sang ibu. "Ibu," lirihnya.

Dimas yang berada di sampingnya mengelus puncak kepala sang anak sambil terus mengucapkan kata penenang.

"Daniya, ambilkan air hangat, atau teh hangat agar dia tenang," ujar Dimas pada sang istri.

Daniya mengangguk dan segera melenggang pergi dari kamar menuju dapur.

"A-ayah." Mentari menangis tersedu-sedu.

"Sstt, jangan menangis lagi. Katanya kamu kuat kayak Ultraman. Anak ayah nggak boleh nangis."

Dimas menyeka air mata putrinya yang terus mengalir. "Putri ingat semua kejadian di sana?" tanyanya.

Mentari mengangguk sebagai jawaban. Namun itu membuat Dimas mengernyit heran.

Tapi menurut penelitian orang yang masuk mesin waktu, akan melupakan kejadian disana, Batin Dimas.

"Ayah, a-aku meninggalkannya. Aku pengecut. Aku meninggalkan Erthan sendiri," ujar Mentari lirih.

"Aku kembali, tapi dia harus merelakan nyawanya."

Dimas memeluk putrinya dan mengusap-usap punggung sang anak untuk menenangkannya.

"Sudah, dia sudah tenang. Jangan menangis lagi," ujar Dimas.

Daniya kini sudah sampai dan membawakan segelas teh hangat dan semangkuk bubur. "Ayo makan dulu," ujarnya.

Mentari menyeka air matanya dan mencoba untuk tersenyum, dia tidak ingin membebani kedua orang tuanya.

"Ayo buka mulutmu, aaa."

Gadis itu membuka mulutnya dan memakan bubur itu.

"Bagus, ayo makan yang banyak."

•••••

Selesai makan tadi, ibu dan ayahnya keluar dari kamar Mentari. Membiarkan gadis itu untuk istirahat.

Namun Mentari merasa ada yang mengganjal di bawah bantalnya. Ia perlahan mengangkat bantalnya. Dibawah batal itu terdapat setangkai bunga mawar dan 5 lembar foto hitam putih. Foto itu adalah foto Erthan dengannya yang di ambil pada hari ulang tahun Erthan.

Seketika air mata gadis itu kembali membasahi pipinya. Mentari mengambil salah satu foto Erthan dan mengusapnya.
"Er," lirih gadis itu.

Dia memeluk foto Erthan dan kembali menangis. Gadis itu benar-benar menyesal, ia sangatlah pengecut.

"Maaf," gumam Mentari sembari terus mengusap-usap foto Erthan.

Clekk

Suara pintu kamar terbuka dan menampilkan Shera yang menatap sendu sahabatnya itu. Shera segera berlari dan memeluk Mentari.

"Riri, don't cry. Lo nggak boleh nangis," ujar Shera berusaha menenangkan sahabatnya.

"Gue salah, Sher," lirih Mentari.

Shera menggelengkan kepalanya. "Enggak, ini bukan salah lo. Ini udah takdir," ujarnya.

Ketika tangisan Mentari mereda, Shera segera bertanya apa yang terjadi ketika sahabatnya itu masuk ke mesin waktu.

Bunga Terakhir [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang