21. Merencanakan kejutan

17 2 0
                                    

28 Maret 1987

Di sebuah kamar bernuansa putih abu-abu, terdapat dua orang yang saling berdiskusi sesuatu. Erthan dan Mentari, mereka berdua sedang merencanakan pesta kecil-kecilan untuk ulang tahun Erthan.

"Bagaimana kalau kita rayakan saja di dalam kamar ini?" saran Mentari yang mendapat gelengan dari Erthan.

"Tidak, jangan di sini. Kamar ini sangat berantakan," ujar Erthan.

"Ck, aku bisa merapihkannya terlebih dahulu."

"Itu membutuhkan banyak waktu, Mentari."

"Itu sama saja dengan kita membuat persiapan, segala hiasan, dan lain lainnya." Mentari menghembuskan nafasnya.

"Tidak, aku akan tetap membuat hiasan di luar. Lagi pula kau ingin ke taman, kan? Maka kita akan merayakannya di sana!" tutur Erthan.

"Bagaimana jika ayahmu mengetahuinya, Erthan?"

"Taman itu lumayan jauh dari halaman depan rumah, gerbang, dan beberapa tempat yang sering di kunjungi ayahku. Jadi, dia tidak akan tahu, tamannya juga lumayan luas, kita bisa masuk ke area tersembunyi."

Mentari terlihat berpikir sejenak kemudian menghembuskan nafasnya. "Baiklah, kita akan merayakan pesta ulang tahunmu di sana," ujarnya.

Erthan tersenyum puas. "Terima kasih," ujarnya sembari mengacak-ngacak rambut gadis di depannya.

"Erthan!"

Erthan terkekeh kemudian bangkit dari kasur. "Aku pergi dulu, cantik," pamitnya.

Erthan keluar dari kamar Mentari, setelahnya Mentari memegangi dada sebelah kirinya.

"Jantung gue nggak aman!" serunya pelan.

••••••

Erthan berjalan kearah kamarnya masih dengan senyuman di wajahnya. Melihat betapa merahnya pipi Mentari tadi, membuat Erthan tak berhenti untuk tersenyum.

"Ethan," panggil seseorang yang tak lain adalah Hana.

"Iya, Oma. Ada apa?" sahut Erthan.

"Oma ingin melihat-lihat kamarmu, sudah lama Oma tidak masuk ke sana."

"Ah, baiklah. Mari masuk, Oma." Erthan membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan neneknya untuk masuk ke kamarnya.

"Kamarnya masih sama seperti terakhir kali Oma masuk sini, ya," ujar Hana sembari melirik ke seluruh penjuru ruangan kamar Erthan.

"Iya."

Hana berjalan kearah meja belajar milik Erthan, meja itu di penuhi buku-buku pelajaran. Hana mengernyit kala menemukan buku teori mesin waktu.

"Oh, ya. Kau habis dari mana Ethan?" tanya Hana.

"I-itu Oma, aku habis dari—"

"Kamar sandera ayahmu, kan?"

Erthan seketika diam, tubuhnya seolah tidak bisa bergerak dan membeku begitu saja.

"Ethan, kau harus tau satu hal tentang Oma yang belum di ketahui semua cucu-cucu Oma. Kau cucu pertama yang Oma beri tahu tentang hal ini."

Erthan mengernyit. "Memangnya ini tentang apa? Kenapa sampai Oma rahasiakan?" tanyanya.

"Oma bisa melihat masa depan."

Seketika mata Erthan membola, neneknya bisa melihat masa depan? Bagaimana mungkin? Apa ia sedang bermimpi?

"O-oma bisa melihat masa d-depan?"

"Iya, Ethan. Oma bisa melihatnya, dan Oma tahu apa yang harus kau lakukan untuk menyelamatkan gadis itu," ujar Hana.

"Bagaimana caranya?" tanya Erthan.

"Kau tahu pohon besar di dekat taman itu, kan?" tanya Hana yang di jawab anggukkan oleh Erthan.

"Ketika hari ulang tahunmu, pohon besar itu memunculkan sebuah cahaya, dan kau harus membawa gadis itu kesana apapun resikonya."

"Kenapa harus hari ulang tahunku?"

"Karena misi gadis itu selesai di hari ulang tahunmu," jawab Hana.

"Misi? Memang apa misinya, Oma?" Erthan mengernyit kala neneknya mengatakan sebuah misi.

"Misinya adalah mempersatukan kembali cinta sejati yang dulu pernah terpisahkan."

"Maksudnya?"

"Sudah, kau turuti saja apa yang Oma katakan, dan kau harus melakukannya meski resikonya besar," ucap Hana.

"Resikonya apa?"

"Kau banyak bertanya, sudah turuti saja apa yang Oma katakan. Kau ingin gadis yang kau cintai itu selamat, kan? Maka turuti perintah Oma."

Hana melenggang pergi begitu saja setelah mengatakan hal itu.

Erthan menghela nafas, apa benar ia harus menuruti perintah neneknya? Oke, dia akan melakukan hal itu, setelah merayakan ulang tahunnya, ia akan langsung membawa Mentari ke pohon besar di dekat taman.

"Aku harus membawamu pergi dari sini, Mentari. Karena dunia ini tidak aman lagi untukmu," gumam Erthan sembari menatap langit-langit kamarnya.

"Aku akan menuruti perintah Oma, aku akan memberikan kejutan untukmu."

••••••

Bunga Terakhir [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang