Side Exposure

471 89 17
                                    

"Kak, wake up. Mami sama Ayah nungguin di meja makan."

Mungkin ada yang bertanya-tanya itu suara siapa? Itu tidak lain adalah suaranya Wilona, adek kandung Abe. Pagi itu entah kenapa hawanya gak enak banget sampe si sulung Hardian enggan buat bangun pagi dan turun menyapa Ayah sama Maminya.

"Udah mau berangkat?" tanya Abe ke sang adik yang terlihat masih berdiri di ambang pintu sambil benerin dasi. "Kamu gak libur?"

"Iya, udah mau berangkat lagi," sahut Wilona. Siswa kelas 1 SMA (belum bagi rapor) itu kemudian menegakkan badan lalu dadah-dadah. "Jangan samain aku sama anak kuliah, aku UAS aja belum. Bye."

Sedikit penjelasan soal keluarga Abraham: he's the first of two children in the family. The first child, Abraham Kin Hardian, the last child adalah Wilona Kin Hardian, mereka beda dua tahun. Wilona sekarang sekolah di salah satu SMA negeri deket rumah.

The head family Julian Hardian; sosok ayah yang sekarang ada di depan mata Abe sejak dia turun ke lantai bawah. Super sibuk; most of the time, Mr. Hardian pulang ke rumah jam sepuluh malem, lalu paginya udah harus berangkat lagi. Ibunya, Maurin Hardian juga gak jauh beda, tiap pagi harus udah siap-siap untuk berangkat ke Kejaksaan.

Itu sebabnya Abe selalu nyempetin diri untuk turun kalo lagi libur atau kalau lagi di rumah, to bid his parents good morning sambil sesekali ngolesin selai buat roti panggang orang tuanya. They don't have much time to spend together. Wilona juga selalu Abraham ajarin untuk bersikap seperti itu setiap ada waktu.

"Kapan pulang kamu Abraham?" tanya sang Ayah waktu mendapati anak sulungnya duduk tepat di seberangnya.

"Sekitar sebulan yang lalu Yah," sahut Abe. "Aku lagi liburan semester."

"Nilaimu gimana?"

Maurin berhenti nyendok makanannya waktu suaminya mulai menyinggung nilai. Kalau anak sulungnya itu duduk di sebelahnya, Maurin pasti udah mengusap tangannya yang sembunyi di bawah meja.

"Pah," tegur Maurin sopan.

"Sharp A," sahut Abe, totally ignoring the fact that his mom is trying to stop the conversation.

Sharp A itu artinya A semua, dan Abe memperoleh semua itu pure dari kerja kerasnya selama setahun ini. Not an easy thing to achieve, but it became impossible thanks to the stress his father gave him past two semesters.

"Well done," Julian menusuk roti keringnya dengan garpu. "Semester depan dipertahankan. Jangan sampai turun."

Abe ngangguk pelan, lalu meraih roti selai kacang di piring terdekat. Dari ekor matanya dia bisa liat mamanya ngeliatin sambil terus ngolesin selai coklat, dan waktu ayahnya akhirnya berenti ngeliat ke arahnya, Abe senyum simpul tanda baik-baik aja.

"Behalf of the Sharp A, can I ask for something?"

"Semester depan wajib asrama aku udah selesai," Abe lanjut bicara saat Ayahnya mempersilakan. "Aku mau pinjem apartemen Ayah kalau boleh."

Julian gak berhenti motongin makanannya; not even stop swallowing. Kayak udah tau kalau anaknya itu mau membawa topik tersebut.

"Yakin mau tinggal sendiri?"

"Ya gak nggak sendiri.. aku ajak temen, kalau gak boleh Abraham sama yang lain mau sewa apartemen atau kontrakan," ujar Abe cepat. "Intinya aku gak mau PP."

Biar gak bingung, rumah dia sama kampus emang ada di domisili yang beda, tapi gak gitu jauh to the point dia harus menghabiskan belasan jam buat bolak-balik rumah-kampus.

melting ice | sunghoon gaeulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang