"Okay so," Wina fixed her glasses. "Lo ngajak gue joinan pindah ke kontrakan?"
Singkat cerita, seminggu ke belakang, tepatnya setelah perkuliahan di mulai, Irish mulai ngerasa kurang nyaman stay di asrama. Pertama, sewajarnya mahasiswa baru masuk seangkatan karna wajib asrama, gedung yang ditempatin Irish jadi SUPER rame (karna lagi pada ngerjain tugas osfak). Bukan dosa mereka membuat satu bangunan jadi gaduh, karna gak ada peraturan tertulis yang ngelarang kerja kelompok (yang dilarang tuh cuma bawa temen lawan jenis ke kamar. Kerja kelompok di lantai dasar masih diperbolehkan), tapi Irish gak nyangka aja bakal seberisik itu.
Kedua, karna udah masuk academic stage, urgensi Irish untuk pergi kesana kemari jadi semakin banyak. Sedangkan jam malem asrama masih tetep sama dan diberlakukan baik untuk yang wajib maupun penetap lanjutan.
Ketiga, tempo minggu Irish ketemu kakak tingkatnya dan dia nyinggung soal kontrakan yang vacant gak jauh dari kampus dan.. hmm.. menarik..
"Kalo ramenya gue akui sih, emang berisik banget," keluh Wina. "Wifi juga jadi sering banget gangguan."
"IYA KAN!!!" seru Irish. "Ngeganggu banget apalagi kalo ada video buat independent learning."
"Tapi gue nggak tau info kontrakan sekitar sini," Wina menutup laptopnya.
"Nah itu," Irish menggeser posisi duduknya sedikit lebih mendekat. "Gue kemaren dikasih rekomendasi sama Ko Kevin soal kontrakan. Kalo lo setuju nanti kita survey langsung ke lokasi."
Setelah berdiskusi soal budget masing-masing dan pertimbangan lainnya, akhirnya Irish dan Wina sama-sama setuju buat check out asrama begitu dapet kontrakan yang cocok. Kalau dipikir-pikir lumayan juga kalo emang nyaman, bisa ditempatin seenggaknya sampe menjelang rotasi klinik nanti.
"Lo belum ada cerita ke gue soal ospek kemaren," cibir Wina. "Gue masih temen lo gak nih!!"
"Idihdih!!" Irish terkekeh. "Sama aja sih pengalaman gue kayak pengalaman cowok lo. Udah cerita belum tuh si Jay?"
Begitu denger jawaban teman di hadapannya yang lagi duduk di kasur memangku bantal, Wina tersenyum jahil.
"Dia cerita banyak sih," Wina mengangguk. "Termasuk drama di klinik itu."
Irish langsung MELOTOT.
"Drama APA."
"Gak tau drama apa yah????"
"BETEEEE," Irish merengek kesal. "Jay cerita apa ke elo dan KENAPA DIA HARUS CERITA CERITA."
"Jangan salahin Jay aja dong!!" Wina membela cowoknya. "Salahin si Abe juga. Sempet-sempetnya tuh dia nyeritain drama klinik ke cowok gue."
Ya kalo dipikir-pikir bener juga..
Seandainya lelaki bernama Abraham itu gak menemukan urgensi untuk cerita kesana kemari soal adegan di klinik tempo hari, berita ini gak akan sampe ke Wina.
Gak adil juga kalo dipikir-pikir lagi ketika Irish di sini nahan malu tiap kali bayangan ciuman itu keputer di kepalanya, Abe malah dengan santai NYERITAIN ITU KE JAY. Nggak ada malu-malunya apa.
"Jadi gimana pengalaman ciuman di klinik. Isn't it sensational?"
Wina tuh gak tau sebenernya lebih sensasional pertanyaan dia daripada ciumannya.
"I don't remember much. Gue langsung kabur."
"JADI BENERAN???"
Irish berdecak. "Gimana sih???"
"Maaf maaf gue masih percaya gak percaya waktu Jay nyeritain itu," Wina tercengir kuda. "Jadi dia nyium lo terus lo langsung ngelengos pergi gitu????"
Irish ngangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
melting ice | sunghoon gaeul
FanficIrish jatuh hati, and she's ready to risk more of what she have. The thing is, is it the same another way around? © fenderking, 2022. #1 - Gaeul (220119) #1 - Aistumn (230214) #19 Sunghoon (220512)