It's me, Hi

411 55 7
                                    

Note: biar gak pusing, ini timelinenya sebelum Irish makan sm Abe di chapter sebelumnya. Setelah pembatas di bawah itu timelinenya setelah mereka makan (moga gak makin pusing)

Selama ini tiap Abe denger desas-desus Callista, si primadona SMA dulu, yang digosipin ikut ujian ulang dan masuk di kampus yang sama dengan kampusnya, lelaki itu cuma punya dua cara untuk menanggapi: shrugging his shoulder sambil bilang 'rumor doang itu mah', atau diam seribu bahasa sampe topik percakapannya redup sendiri.

Bukan tanpa alesan Abe nanggepin rumor yang beredar dengan sekadar anggukan atau gumaman belaka. Yang dia tau waktu angkatan 2020 SMANSA lulus, nama Callista ada di salah satu rubrik universitas negeri terkenal di Indonesia (not to mention she was one of very few people scoring excellent score), dan dulu semasa mereka masih kemana-mana bareng kayak pensil dan penghapus, Callista sering bilang jurusannya adalah jurusan yang dia impi-impikan.

Gak make sense aja rasanya kalo dia tiba-tiba ninggalin semua life plan yang udah dia susun (dan dia kasih tau ke Abe) dan ikut ujian ulang. Dengan alasan yang entah bisa diterima atau enggak itu Abe berakhir menganggap berita yang beredar sebagai angin lewat.

Di sisi lain, Abe sebenernya risau kalau-kalau yang dia anggep sebagai angin lewat itu benar kenyataannya.

Bukan, bukan karna dia gak mau Callista balik lagi di kesehariannya, tapi kayak.. aduh, susah dijelasinnya. It's always a mixed feeling that he got tiap nama Callista terdengar.

Nama Callista harusnya bisa dengan mudah menguap seperti nama temen-temennya yang lain di SMA-didukung oleh fakta kalau Abe gak punya banyak temen deket untuk terus diinget setelah lulus-, but not after what they've been through.

Kemudian tiba lah satu hari di mana yang Abe risaukan kejadian tepat di depan matanya; di hari pengarahan PKKMB ketika semua calon mahasiswa baru ngumpul di aula. Entah gimana caranya mata bulat Callista (yang sempet terhapuskan dari kepala Abe) begitu mudah ditemukan di tengah keramaian.

"Gak ada yang dateng telat," seru Abeㅡsi staf komdisㅡke para calon mahasiswa yang duduk ngampar di atas terpal. "Hari-H nanti kampus bersih dari motor mobil."

"Izin nanya Kakak," perempuan dengan rambut berponi dikuncir kuda ngangkat lengannya. "Yang dapet kos jauh atau PP jarak jauh gak ada toleransi juga ya?"

Oh Abe paham betul Callista cuma mau menunjukkan diri, karna ketika ia menoleh ke sumber suara, Abe langsung menangkap si maba menatap lurus ke arahnya dengan senyum merekah-rekah.

She's so witty and it doesn't change.

"Yang bisa pake kereta pake kereta aja, lebih terjangkau juga kan?" Abe secepat kilat mengatur ekspresinya. "Yang cuma bisa pake kendaraan, taro aja di kos temennya."

Tanya jawab singkat yang gak bermakna itu agaknya ditangkap Callista sebagai sebuah halo setelah sekian lamanya; hampir dua tahun gak tukeran kabar, setahun di antaranya sama sekali gak papasan muka. Feels nostalgic.

Parkiran sore itu udah sepi karna sebagian besar panitia udah balik duluan. Abe barusan nyusul Jayandra di Gedung B, mau ngomongin perihal nego apartemen (yang mana belum disetujui sama Jayandra karna anaknya maunya satu unit bertiga). Ternyata sohibnya itu lagi sibuk ngurusin administrasi, gak bisa pulang cepet katanya.

Lagi jalan nyari motornya di parkiran, kedenger suara langkah kaki nginjek dedaunan kering. Abe kira orang lain, taunya bukan.

"Wih, mainnya jadi komdis nih sekarang?"

Callista beberapa senti aja di belakangnya dengan sebelah lengan nenteng totebag. Tetep jalan ketika Abe berenti untuk noleh; sekarang mereka persis sebelahan.

melting ice | sunghoon gaeulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang