Bagi Irish, pertemuan pertamanya dengan Abraham adalah di pertengahan tahun 2021 malem itu saat first year prom angkatan.
Bagi Abraham, semuanya dimulai jauh sebelum ituㅡjauh sebelum malem festival musik pergantian tahun 2020-2021 ketika punggung tangan mereka gak sengaja bersentuhan; jauh sebelum hari ketika si gadis duduk di kursi tepat di depannya waktu mereka naik bus kampus yang sama..
..bahkan lebih jauh dari hari ketika Abraham dari balik kaca helmnya yang sengaja dia naikin ngeliat Irish ketawa di pelataran kompleks Fakultas Kedokteran sambil niupin lilin yang ditancep asal di atas tumpukan donat, tapi mari kita pangkas alur mundur tersebut sampai di sini.
"Happy birthday sissy!"
Empat orang dengan satu lelaki di antaranya bikin setengah lingkaran di depan Irish dengan banyak barang di masing-masing tangan. Satu sibuk buka hape buat bikin instastory, satu megang kotak donat lengkap dengan lilin yang hampir mati karna angin, satu megangin kotak berisi katsu, dan satunya lagi yang gak ngapa-ngapain memilih untuk ikut meramaikan dengan nyanyian selamat ulang tahun.
Dua lilin yang ditancep di tumpukan bomboloni itu membentuk angka 19. Hari itu umur Abraham masih 18 tahun.
Naiklah satu senyum simpul.
"Demi Tuhan, ada-ada aja kenapa sih," ucap yang berulang tahun sambil merogoh saku celana jeansnyaㅡtentu masih dengan tawa dan kepala yang menggeleng-geleng. "Terus ini kenapa ada katsu ya tolong?!"
"Don't act like you don't like katsu with your whole heart deh buuuuu," ejek salah satu temannya yang bersurai pendek. Oh, Abraham suka liat dia dulu berlalu lalang di depan kelas pas masih SMA.
Tangan yang sedaritadi merogoh saku kemudian keluar dengan sebuah scrunchie yang melingkar di tangan. Warna dongker. Abraham punya satu scrunchie serupa berwarna hitam dengan bahan silky di rumah yang masih dia simpen di laci mejanya.
Naiklah kedua alisnya.
"Makasiiiih," ujar Irish dengan senyum yang mengembang sempurna. "Maaf gue linglung banget barusan kirain lo ngucapin ulang tahun ke siapa. Abisnya kelar ujian blok banget gue di-surprise-innya hadeh?"
Irish hari itu masih sama sempurnanya dengan Irish yang ada di memorinya beberapa bulan yang lalu; senyumnya, lekukan matanya, suaranyaㅡsemua masih sama. Atau mungkin tidak. Atau mungkin Abraham terlalu erat menggenggam memorinya karna takut perempuan yang bahkan entah masih ingat dengan bentukannya tersebut akan menyelinap keluar dari kepalanya dan hilang seiring berjalannya waktu.
Abraham gak peduli. Mau berubah atau enggak, perempuan yang sekarang lagi nyicip satu bomboloni bawaan temannya itu sama cantiknya.
Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, lelaki tersebut menahan diri untuk meminta atensiㅡkarna kalaupun perempuan itu gak pernah menyadari kehadirannya barang sesaat, gak masalah.
Dari jauh seperti ini pun gak masalah.
Biar dia kagum sendirian; perempuan itu gak perlu.
Sampai Irish yang sepersekian detik lalu baru saja mengajak teman-temannya nyari tempat untuk makan makanan bawaan bareng-bareng gak sengaja menemukan matanya yang hampir ketutup tanaman hias.
"Ngelamun aje, UTS noh pikirin." Jay muncul seraya menepuk pundak sahabatnya yang tertangkap basah lagi melamun.
Abraham yang terpaksa memutus kontak mata dengan Irish yang sekarang udah hilang entah ke mana, menghela nafas penuh sabar. Batang rokok yang terselip di antara bibirnya hampir jatuh.
"Dih, kenape lu anjing?" Jay mendongak ke depan; niat mau curi liat muka sahabatnya (yang tentu dengan mudah digagalkan begitu saja). "Lagi stalking ya?"
"That was such a terrifying term to use," komentar Abraham singkat. Beberapa detik kemudian mesin motornya sudah kembali nyala.
"Biasa aja dong kalo gua salah," cibir Jay. Lalu ditepuknya bahu Abraham yang dibalut kemeja dongker kesayangannya. "Bawa motor matiin rokok lu."
Abraham gak tau kalau Jay bukan asal mencibir.
Jay ahli mengobservasi.
Dia tau.
"Kalo suka tuh deketin, show up, jangan ngeliatin mulu tapi diem aja," Jay berkomentar dengan jari yang aktif menari di atas keypad ketika menangkap Abraham di seberang meja sesekali mencuri pandang ke meja di belakang Jay yang diisi oleh sekelompok mahasiswaㅡyang beberapa di antaranya Jay liat di halaman kompleks FK. "Kalo lu dicurigain dibilang stalker gimana?"
Hari itu dua sahabat yang telah akrab sejak SMA tersebut memutuskan untuk nugas bareng di depan swalayan asrama. Swalayan buka 24 jam, makanya gak pernah gak rame karna wifi selalu hidup (di asrama juga, harusnya, tapi kebanyakan putus putusnya).
"Suka sama siapa," sahut Abraham asal-asalan. Sama sekali gak menjawab.
"That's on you to answer," Jay membalikkan jawaban. "Tapi lu gak jawab pun gak masalah. Gua gak tau orangnya juga gak akan ngaruh kan?"
Jay tuh tau, begitu pikir si lelaki Hardian. There's no way he doesn't because he's way too observant. Gak ada gunanya nyari-nyari alesan.
Mata Abraham bergerak dari Jay ke meja di belakang Jay. Irish di sana bertopang dagu di depan laptopnya dengan kacamata yang bertengger manis di batang hidungnya. Oh, Irish berubah dikit malem itu.
Sesaat, ia ingin bangkit dari mejanya dan menghampiri si gadis di ujung sanaㅡatau barangkali sekadar mempertahankan kontak mata kalau-kalau mereka kembali bertemu tatap secara tidak sengaja. Abraham ingin berhenti kagum sendirian meski gak yakin tentang apa yang ia punya untuk dapat dikagumi kembaliㅡdia ingin muncul.
Tapi kemudian layar ponsel yang ia taruh di sebelah laptopnya menyala, dan Abraham menghapus semua niat serta kata-kata yang menggantung di ujung lidah dalam satu helaan nafas panjang.
Julian Hardian is calling..
"Maybe later," ucap Abrahamㅡmenjawab rentetan pertanyaan Jayㅡseraya menekan tombol di pinggir ponselnya dua kali. "Ain't wasting my time for that."
ㅡ
Happy belated birthday to the solemn Autumn Princess, Gaeul!
KAMU SEDANG MEMBACA
melting ice | sunghoon gaeul
FanficIrish jatuh hati, and she's ready to risk more of what she have. The thing is, is it the same another way around? © fenderking, 2022. #1 - Gaeul (220119) #1 - Aistumn (230214) #19 Sunghoon (220512)