Masih inget percakapan Jay dan Irish ketika mereka jalan beriringan di koridor habis briefing? Time passes by quickly and it was already 2 weeks ago.
Selama 2 minggu itu juga Irish sibuk sana-sini ngehadirin rapat untuk ospek kampus dan open house fakultas. Hampir tiap hari dia jadi orang pertama yang keluar dari asrama pagi-pagi buta (even petugas kebersihan pun belum dateng) dan pulang paling telat dari penghuni asrama lainnya. It was THAT hectic sampe Irish gak sempet mikir apapun selain nuntasin semua jadwalnya tepat waktu.
Saking padetnya kepala, Irish sampe gak sadar kalo di dua minggu terakhir itu lelaki bernama Abraham bener-bener hilang dari kesehariannya.
Kalo dipikir-pikir ya wajar-wajar aja; divisinya Irish sama Abe beda jauh sehingga agak mustahil buat papasan di kampus maupun di tempat lainnya. Mungkin Abe juga punya kepentingan lain makanya gak keliatan sama sekali batang hidungnya 14 hari ke belakang.
Walaupun gak bisa dipungkiri kalau mereka gak bertukar kabar sama sekali tetep aja jadi sebuah fakta yang mengherankan (come on, it's an era of technology. SMS, WhatsApp, iMessage, those sort of things exist).
"You haven't texted him?" tanya Naomiㅡtemen seperospekan Irishㅡyang berdiri di sebelahnya. "Kenapa gak langsung telpon aja sih."
"I don't have any reason to call him so," Irish menggendikkan bahunya.
"WHAT." Naomi mendesis. "Singkirin ego lo. Siapa tau dia emang lagi having a hard time dan butuh ditelpon duluan."
"Bukan masalah ego sih Nom.." Irish memberi jeda, lalu menghela nafas dan balik badan ke para camaba yang lagi duduk bikin setengah lingkaran. "Tugasnya diselesain ya, utamain yang buat pra-ospek hari Kamis dulu. Inget jangan sepelein tugas kelompok. Satu kerjain semuanya kerjain."
"Oke Kaaak."
"Callista tolong lapor gue kalo ada yang gak ikut ngerjain tugas kelompok," tukas Irish. Kemudian terlihat perempuan rambut coklat terang ngangguk cepat.
Setelah masukin barang-barang ke totebag, Irish nyamperin Naomi. Anaknya lagi senderan di pilar sambil mainan tablet.
"Gue cabut duluan ya Naomii," Irish pamit. "Ada kumpul buat open house fakultas hehe."
"Iya okee. Gue di sini aja dulu nemenin maba sambil nunggu jadwal rapat selanjutnya. Nanti gue aja yang bubarin," sahut Naomi. "Inget Rish."
"Apaan?"
"Singkirin ego lo."
Irish terkekeh. "Byeee."
Ngomong-ngomong soal ego, she swears it's not about it at all.
Irish bisa kok ngechat cowok itu kapan pun yang ia mau. Masa bodoh soal ego.
The thing is; she just don't want to.
She wants to keep her head clear. At least for nowㅡsesuai saran sohibnya yang tempo hari makan mie ayam bareng.
But you know what? Plan tends to get destroyed at the last minute.
WhatsApp · Now
Abe
| Aku di depan ATMTitik kumpul Irish sama kelompoknya tadi ada di tempat outdoor. Jalan dikit langsung keliatan gerbang kampus. ATM ada di sebelah kanan.
Irish saat itu literally ada di depan ATM.
Dongak dikit and voila. Sebuah motor item udah mangkal di sisi jalan.
Yang nunggangin lagi nengok sambil senyum. Tangannya yang megang hape dipake buat dadah-dadah.
"Puter puter. Puter balik," Irish menyambut cowok yang lama gak diliatnya itu dengan muter-muterin lengan; ngasih gestur buat puter balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
melting ice | sunghoon gaeul
FanfictionIrish jatuh hati, and she's ready to risk more of what she have. The thing is, is it the same another way around? © fenderking, 2022. #1 - Gaeul (220119) #1 - Aistumn (230214) #19 Sunghoon (220512)