chapter 5

81 15 0
                                    


Gracia terbangun dari tidurnya, ia akan pergi ke pernikahan ayahnya, ia beranjak mandi dan bersiap, sebenarnya Gracia tak siap, tapi ia tak bisa menolak, jika ia menolak maka ia akan mendapat pukulan lagi.

Beberapa menit kemudian, Gracia sudah siap dengan balutan dress diatas lutut berwarna putih, membuat Gracia terlihat sangat cantik.

Gracia mengendarai mobilnya karena ayahnya yang sudah menunggu diballromm yaitu tempat acara pernikahannya, air mata Gracia sedari tadi sudah menetes, apakah ia akan kuat menghadiri pernikahan ayahnya.

•••

"Sah" teriak para tamu serempak

"Selamat ya ayah, semoga ayah bahagia"ucap Gracia tersenyum terpaksa

"Ya, tentu saja saya akan bahagia."ucap Hendra menatap tajam Gracia

"Gracia pamit dulu ya, maaf gabisa nemenin ayah disini"ucap Gracia menahan sesak didadanya

Hendra tak menjawab, Gracia mengendarai mobilnya dengan air mata yang terus mengalir, ia hendak menuju makam bundanya sekarang.

Gracia telah sampai disebuah pemakaman umum, Gracia mendekati batu nisan yang bertuliskan Riona Alexander, Gracia memeluk erat batu nisan bundanya.

"Bun, aku boleh ngeluh bentar ga, aku janji ga bakal menyerah, cuma mau ngeluh dikit aja....."ucap Gracia terisak

"Bun, ayah udah nikah lagi, maafin aku gabisa jaga ayah hanya buat bunda, aku sayang banget sama bunda, aku bakal coba bangkit Bun, aku bakal melewati ini semua dengan lapang dada...."

"Aku berharap, kebahagiaan bisa aku gapai, setiap rasa sakit yang aku terima, setiap luka yang aku rasakan, aku bakal terima itu semua Bun....."Gracia menangis memeluk gundukan tanah makam ibunya

"Bun, saat ini aku cuma butuh pelukan hangat dari bunda, aku cuma butuh penyemangat yang akan bisa membangkitkan aku lagi, Bun aku udah kaya mayat hidup, hidup aku penuh dengan rasa sakit dan kekosongan......"

"Bun, aku ga punya tujuan hidup lagi, setelah kepergian bunda, rasanya dunia ini gelap Bun, gada bunda dengan sinarnya yang menerangi dunia aku Bun...."

"Seandainya aku bisa terus Sama bunda, aku jadi punya alasan bangkit dan bisa hidup layaknya manusia pada umumnya, aku sakit bunda, setiap pukulan dari ayah, rasanya membekas--...."

"Bukan, bukan membekas difisik aku, tapi dihati aku Bun, rasanya sakit banget, bahkan aku udah gabisa apa² lagi, aku punya rencana tapi Tuhan punya kuasa"Gracia terisak sembari memeluk batu nisan ibunya

Gracia telah lama memeluk batu nisan ibunya, memeluk erat seakan tak mau melepaskannya.

Hari mulai gelap, Gracia bangkit dari duduknya, ia berpamitan kepada ibunya.

"Bun, aku pulang dulu ya, nanti sesekali aku kesini lagi, assalamualaikum bunda"ucap Gracia melambai kecil pada makam ibunya

Ia masuk kedalam mobilnya dan menuju rumahnya, Gracia membuka pintu, beruntungnya ayahnya masih sibuk akan acara pernikahannya jadi jam segini tentu saja belum pulang.

Gracia mengambil langkah ke kamarnya, ia beranjak mandi.

Setelah selesai mandi, Gracia merebahkan tubuhnya dikasur, ia menatap langit² kamarnya, Gracia akan mencoba bangkit, ia juga harus menyiapkan mentalnya besok.

"Semoga ayah selalu bahagia, kalo ayah bahagia, aku juga ikut bahagia, aku sayang sama ayah, sayang sama bunda juga"ucap Gracia menahan air matanya

Tiba² ingatan tentang kecelakaan itu muncul kembali, tubuhnya kembali bergetar, rasa bersalah mulai muncul dan terus menghantuinya, diiringi dengan rasa traumanya.

"Ngga, ngga, AKU BUKAN PEMBUNUH"teriak Gracia histeris

"ARGHH AKU BUKAN PEMBUNUH SIALAN"teriak gracia

Ia mengambil obat penenangnya, gracia memang pernah datang ke psikiater, gracia hanya diberi obat tidur dan obat penenang, selebihnya gracia harus bisa meyakinkan dirinya bahwa ia bisa sembuh.

"Ngga, ngga, aku bukan pembunuh, aku bukan pembunuh"ucap gracia terisak

Gracia menutup telinganya dan kembali berteriak, hingga mba rana datang untuk melihat keadaan gracia, namun pintu dikunci oleh Gracia.

"ARGGHHH PERGI, AKU BUKAN PEMBUNUH, AKU BUKAN PEMBUNUH"teriak gracia

Ia menutup telinganya, ia terduduk lemas dilantai, dadanya begitu sesak, pikirannya kosong, rasa bersalah terus muncul dipikirannya, dan rasa trauma itu datang mengiringi rasa bersalahnya.

Gracia memeluk lututnya, ia menggelengkan kepalanya.

"NGGA, AKU BUKAN PEMBUNUH, PERGI KAMU, ARGHHH"teriak gracia

"Non, non Cia, non baik² aja, apa yang terjadi"ucap mba rana mengetuk pintu kamar gracia namun hanya mendapat teriakan dari Gracia

TBC

Hallo gays, gimana chapternya?

Gimana perasaannya setelah baca?

Jangan lupa follow author, vote, coment, and share


See u 🧡🧡

JUTAAN RASA SAKIT [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang