Anakmu Juga Anakku (2)

635 60 1
                                    


"Irene, dengerin aku dulu," Suho berhasil duduk lagi di sofa setelah hampir didepak papi dari rumah. Ya abisnya dia yang maksa bayarin paketan Ayi yang harganya hampir sejeti. Ayi sih senang-senang aja setelan titannya dah kebayar, tapi papi misuh-misuh. Ew gue merasa terhina banget deh dibayarin sama Suho orang kaya tengil ini, kata hati papi Taehyung.

"Ambil ini!" Papi letakkin seiket uang merah di atas meja, rada dibanting sih. "Saya gamau punya utang ke kamu. Kamu nolak, celurit saya yang bicara."

"Jadi maksud kamu biayain hidup anak-anak gimana? To the point aja, aku sibuk, anak-anak belum makan," ujar Irene yang diangguki Taehyung.

Suho meletakkan amplop cokelat di atas meja. "Ini. Aku tau aku memang bukan suami yang baik. Tapi, setidaknya aku tidak ingin menjadi ayah yang dibenci anak-anakku sendiri."

"Om itu mantan suami mami? Trus yang dia maksud anaknya itu saha anjir?" Niki bisik-bisik kena mental. Dia takut maminya diambil laki-laki itu.

"Gua lupa-lupa inget, Jay dia itu bukannya ayah lu ya?" Jake nyikut Jay yang ngintip di sampingnya.

"Ayah gua cuma papi. Tapi, kita ini kembar goblok. Ayah gua ya ayah lu juga!" Jay ga selo. Dia inget banget sebenarnya wajah laki-laki itu. Wajah yang dulu pernah dia panggil ayah. Sosok pengangguran yang disayangi oleh mami. Sosok yang selalu mengurungnya di kamar mandi saat Jake tidak sengaja memecahkan gelas. Sosok yang hampir membunuh Sunoo saat baru saja lahir akibat tekanan hidup. Sosok yang selalu mabuk di meja makan dan menendang maminya karena tidak dapat menyajikan nasi. Pria itu.

"Ini atas nama mereka bertiga. Jay, Jake, Sunoo. Anggap saja sebagai penebus kesalahanku." Suho menyerahkan amplop cokelat seukuran A4 ke hadapan mami. Papi mendecih setelah ngeliat isinya. Tiga biji buku tabungan dan kartunya. Kirain apaan yang bakal dikasih, kalo yang kaya gitu mah papi juga punya. Kartu tarot.

Ga. Canda.

"Jay udah punya. Dia udah punya blek kar sebiji. Sebiji aja udah lebih dari cukup buat beli perusahaan lu. Sisanya pake buka resort di Everest," kata papi dengan mulut dimonyong-monyongin. Jay angguk-angguk.

Papi gue tuh!

"Saya mohon! Ambil ini. Selama ini saya gabisa tenang mikirin kalian," Suho memelas.

"Oh gitu. Btw Yerin apa kabar? Senang ya dia, calon suaminya kamu. Kapan nikahnya? Rasanya kaya udah bertahun-tahun lalu kalian bilang bakal nikah," mami cekikikan. Ingat banget dia pas wanita itu datang ke rumahnya sambil gandengan sama Suho yang baru sebulan naik pangkat jadi CEO. Trus pake acara nyuruh buatin minuman. Jake ga sengaja lelepin mobil-mobilan Jay ke dalam minuman Yerin waktu itu.

Suho diam. Nunduk. "Aku gamau ngomongin dia. Ambil saja ini." Laki-laki itu kemudian berdiri-hendak pulang. Ga sengaja ngeliat tujuh anak-anak demit yang jongkok di balik gorden. Plis lah, itu niat sembunyi ga sih? Mana bisik-bisiknya gede banget.

Suho beradu pandang dengan Jay. Dadanya sakit euy. Tiga anaknya udah gede tanpa kehadiran dia. Sebenarnya Suho nyesel, pake banget. Harusnya dia ga ninggalin Irene buat wanita lain. Apalagi Irene yang nemenin dia pas lagi susah-susahnya. Pas lagi dari nol kek ngisi bensin.

Laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Jay dkk. Hampir aja pantat dia ditendang sama papi, untung keburu ditahan mami. Mami kasian juga sih. Biar gimana pun ga ada yang namanya mantan ayah, sekali ayah ya tetap ayah, walau sifatnya blangsak kek valak.

"Jay, Jake, Sunoo," lirih Suho sambil berlutut. Nyamain tingginya dengan anak-anak yang lagi jongkok. "Ga-ga. Kalian ga usah pergi. Di sini aja." Suho mencegah Jungwon yang hendak pergi sambil narik Ayi trus diikutin Niki sama Sunghoon. Abisnya kaya ngerasa awkward aja. Ini kan bapak kandungnya Jay, Jake, Sunoo, masa Sunghoon dkk. mau ikut campur.

ayi dan 7 abang | 𝐄𝐍𝐇𝐘𝐏𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang