HAPPY READING
-------------
Biar tarandra ceritakan tentang apa yang membuatnya sedikit aneh perihal sebuah rasa yang disebut cinta. Bukan aneh, tepatnya, lumayan asing.
Di hari rabu ini, tarandra pergi menemui sang terkasih yang berada lumayan jauh di ujung perbatasan kota. Terhitung sudah lama sekali dia tak pernah pergi berkunjung, setengah tahun yang lalu mungkin? Entahlah, tarandra lupa. Setelah memakan waktu hampir 3 jam, tarandra berhasil menapak pada tempat dimana tujuannya berada. Mengayunkan langkahnya, dan berjalan dengan langkah yang kian memberat.
"Assalamu'alaikum ay, aku datang."
Pusara bernisan putih, terpampang nyata di hadapan tarandra. Inilah tempatnya, tempat sang terkasih yang dulu-- mungkin sampai saat ini?-- begitu ia cintai beristirahat selama hampir 3 tahun. Meninggalkan tarandra seorang diri, tanpa pamit, bahkan tanpa memberitahu bagaimana obat untuk menyembuhkan sepi tanpa wanita cantik yang tarandra sayangi. Kata tarandra, bahkan dia belum pernah mengajarkan bagaimana melawan sendiri dengan hati yang tertatih, tarandra belum belajar bagaimana caranya melupakan, karena yang ia yakini dulu adalah, wanita di genggaman nya saat itu, akan tarandra genggam selamanya. Hanya bahagia yang ingin ditujunya, sampai lupa bahwa takdir juga bisa mengambil pujaan hatinya begitu tiba-tiba, dan tarandra 0 kosong dalam persiapannya.
"Ay, lama banget ya aku gak kesini? Hehe, maaf. Aku sibuk banget ngurusin adek-adek aku, kegiatan aku di organisasi kampus juga padet banget. Aku nggak berniat ngelupain kamu kok, maaf, cuma belum sempat aja." Tarandra menahan nafas yang selalu memberat setiap kali ia berhadapan dengan pusara gadis yang dicintainya.
Biar ku kenalkan sedikit. Namanya, Gandhing Ayu Asaru. Gadis cantik berlesung pipi yang bahkan tak bisa tarandra sebut sebagai kekasih. Gandhing dan tarandra bukanlah seorang kekasih, tapi rasa yang mereka berdua miliki, lebih dari hanya sebatas pengakuan seorang pacar. Gadis cantik yang menemani tarandra dari menengah pertama hingga berhasil lolos di Universitas yang mereka inginkan itu adalah satu-satunya hal berharga yang begitu tarandra puja hadirnya setelah keluarga.
Tarandra berada di posisi ini, dapat dikatakan karena ada sosok gandhing di baliknya. Tarandra yang pandai memasak karena gandhing adalah gadis yang suka makan, gandhing suka masakan tarandra, membuat tarandra belajar memasak pada bundanya di menengah pertama. Gandhing suka organisasi dan berkumpul dengan orang banyak, oleh sebab itu tarandra bergabung dengan banyak organisasi agar dapat menumbuhkan sosial nya, padahal tarandra sendiri sering begitu lelah saat berinteraksi dengan orang banyak. Tarandra begitu benci akan kotor, tapi gandhing si gadis pemalas yang kurang suka bersih-bersih, membuat tarandra harus ekstra sabar menghadapi nya. Tapi tarandra tidak muak, ia ajarkan pelan-pelan apa arti kebersihan untuk gadis cantiknya.
Semua hal itu berlawanan dengan tarandra, tapi tarandra menyukainya. Semua hal tak begitu berarti baginya, kecuali senyum berlesung manis di kedua pipi bulat milik gandhing jadi candu satu-satunya. Apapun untuk selalu bahagia.
Begitu ingin bahagia dengan cinta, sampai tarandra lupa bahwa pasti ada duka menantinya. Rasa yang keduanya miliki begitu besar, sampai cobaan yang diberikan seolah menguji salah satunya untuk bertahan atau mencari lagi cinta baru saat salah satunya pergi. Bukan ke luar negeri, tapi menghadap Sang Kuasa.
Tarandra menunduk, ujung matanya mengembun saat membaca nama gandhing terpampang di batu nisan di hadapannya. "Udah lama tapi masih sakit banget loh, ay." serunya pelan, "kadang aku masih kaget aja setiap kangen kamu, lalu aku diingetin sama semesta kalau kamu udah gak ada. Udah gak disamping aku." tarandra usap ujung matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐚𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐛𝐚𝐡
Teen FictionTentang lika liku kehidupan ayah duda dan ke-empat kurcaci laki-lakinya.