10. Sabtu Bakti

46 12 1
                                    

HAPPY READING

---------------


"Mas, coba ini ayah minta tolong."

Tarandra yang sedang me-nyemen pinggiran got, bergerak menghampiri kris."Kenapa yah?"

"Ambil pasir yang baru turun di pick up tadi mas, pake argo itu aja. Ini pasir nya udah kurang."

"Oke ayah."

Matahari sudah menyingsing tinggi, tapi semangat para warga komplek simpang jalan tidak terlihat surut. Ayah kris masih semangat mengaduk adonan semen, tarandra masih kuat mendorong argo nya bolak-balik dari pick up diantar pada warga yang butuh pasir, ada askara yang rajin sekali memangkas rumput di sepanjang area jalan sampai lapangan bersama dengan remaja sebaya nya di komplek, dan si bungsu yang entah masih kemana.

Jam sudah hampir mendekati dzuhur, para ibu-ibu sudah riweh sedari pagi untuk mempersiapkan makan siang dan camilan.

Penampakan para warga saat ini bisa dibilang terlihat begitu seru dan kompak, kerukunan yang nampak jelas membuat warga juga kerasan dalam kegiatan kerja bakti saat ini. Kegiatan setiap tahunnya, tak begitu terasa membosankan bagi para warga. Waktu berganti waktu, saat adzan berkumandang, seluruh warga melipir dan berkumpul di posko komplek yang ada di dekat taman tengah.

"A' hugo."

Hugo menoleh, "eh?", Mentari tersenyum lebar. "Ini obat buat luka nya. Lain kali jangan suka main-main gitu ah a'. Bahaya, untung tadi cuma jatuh nabrak tiang listrik di aspal, kalau aa' nyasar ke bapak-bapak yang lagi bebersih sambil bawa alat tajam, gimana? Bahaya atuh a' kalau refleks."

"Lain kali jangan gitu a'. Untung kata pak RT gapapa, yang penting aa' baik-baik aja. Kalau parah kan susah.", Mentari mengerutkan keningnya saat serius berbicara. Mengomeli Hugo yang tadi mengalami tragedi nyungsruk di tiang listrik gara-gara naik gerobak dorong untuk ngangkut sampah. Gak terlalu parah, tapi kakinya yang kanan sepertinya lebam-- soalnya membiru, dan agak terkilir sedikit.

Kalau keadaan gerobak sampahnya sih, gak papa-- ban nya copot dua. Gelinding lurus tadi di aspal.

Bukannya ngerasa salah, si adek malah cengengesan,matanya nyipit karena senyum-senyum sambil natap mentari."Kenapa ih?! Bersihin itu luka nya aa' berdarah-darah!", Mentari ingin sekali menggeplak wajah kucel Hugo yang sayangnya masih terlihat tampan. Sedikit.

Hugo tertawa, "LUCU!", pekiknya yang mengundang tanda tanya di otak mentari,"mentari kalau lagi ngomel-ngomel gitu, lucu tau. Aisshh cium aja apaya-- AWW! IYA BECANDA IH TARI MAH!", Hugo mengusap pundaknya yang baru saja digeplak dengan botol alkohol oleh mentari. Jadi cowok, se enaknya aja kalau ngomong. Kan mentari kesel.

"Udah atuh becandanya, diobatin itu a' lukanya nanti infeksi.", Mentari meringis saat melihat darah di dengkul Hugo yang kian menetes kemana-mana,"iyaa, ini di obatin nih." Hugo mulai membersihkan luka di dengkul nya.

"Mentari tinggal dulu kebelakang gapapa ya a'? Mau bantu ibuk-ibuk nyiapin makan siang."

Hugo mengangguk, "Sok atuh. Makasih ya neng, nanti obatnya aa' balikin sendiri."

Mentari tersenyum, "iya a' sama-sama."

Hugo tersenyum geli seraya membersihkan lukanya, mengingat perhatian kecil dari mentari membuat si bungsu jadi makin tergila-gila. Tapi sayang, kalau di inget-inget mentari tuh emang baik, ke semua orang maksutnya sama aja kek gitu. Hugo jadi kepikiran, tapi yaudahlah gak jadi difikirin. Soalnya ayah dan para abangnya sudah pada dateng dan ngeliat dia selonjoran kek gitu dengan kaki berdarah-darah, berhasil ngebuat zayaksa bersaudara mengernyit khawatir.

𝐏𝐚𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐛𝐚𝐡 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang