Bab 7

3.4K 552 62
                                    

Sudah beberapa hari Sakura tak menemui Sasuke secara pribadi dan sejak itu pula ia kehilangan tempat tidur nyaman rahasianya. Ia sedang menghindari gosip yang tampaknya tak akan menghilang begitu saja. Lagipula perkataan frontal Sasuke malam itu membuatnya merasa panas dingin jika harus bertatap muka secara pribadi di ruangan terisolasi itu.

Hari ini adalah hari yang cukup membuatnya bersemangat sebelum pesan email itu masuk dan merusak semuanya. Robby yang entah dimana keberadaannya mengirim satu rekaman lain yang menangkap satu wajah tak asing bagi Sakura. Wajah yang selama ini membuatnya bertanya-tanya siapa gerangan kekasih sang aktris. Keberadaannya selalu hanya berupa suara tak jelas dalam rekaman-rekaman milik Yugao. Sang kekasih adalah salah satu pewaris Akatsuki, kata gosip yang beredar. Tapi wajah itu tak ada dalam foto keluarga pemegang saham terbesar Akatsuki.

Sakura menggeleng tidak percaya. Satu tangannya menutup mulutnya yang terbuka.

"Akasuna Sasori," gumamnya lirih. "Tidak mungkin!"

Ia cepat-cepat mematikan rekaman dan mencabut earphone yang tadi tersemat di telinganya, memandang spekulatif pada Kiba yang sedang tidur lelap di salah satu ranjang. Sakura merasa bersalah pada Kiba yang tak tahu apa-apa mengingat Sasori adalah teman baik pria itu.

Ia mulai memikirkan beragam cara untuk memberitahukan hal itu pada Kiba esok pagi. Namun tak ada satu pun cara yang dianggapnya paling halus. Bagaimana pun caranya, Kiba pasti akan tetap merasa terguncang karena sahabatnya akan menjadi tersangka utama dalam kasus kematian sang aktris.

Sakura menyandarkan punggungnya pada dinding di belakangnya, mengurut dahinya yang terasa berdenyut halus karena kekurangan tidur seperti biasa. Satu gelas karton di atas meja tampak sudah kosong sejak setengah jam yang lalu, yang tadi berisi kopi dari gelas ke delapan yang ia minum hari ini.

Kafein sudah seperti candu baginya. Tak ada hari tanpa meneguk cairan hitam pekat itu ditambah hanya satu blok gula setiap gelasnya. Pahit, tapi sangat membantu membuatnya tetap terjaga dan tajam. Kiba sedikit mengomel tentang kebiasaannya itu. Tapi Sakura tetaplah Sakura keras kepala yang tak bisa dilarang. Ia sudah mencoba mengurangi jumlah konsumsinya setiap hari walau jelas terlihat bahwa itu tak terlalu berhasil.

Seseorang membuka pintu ruangan. Tayuya masuk dengan raut wajah lelah dan mata sembab. Ia menjatuhkan bokongnya di sebelah Sakura, menghela napas keras-keras lalu berusaha memberikan cengiran ceria walau gagal sama sekali.

"Masih ada ruang di sana." Sakura menunjuk satu ruang sempit di antara orang-orang yang tidur di lantai kayu. "Kau butuh tidur," tambahnya seraya tersenyum prihatin.

Tayuya mengangkat satu alisnya. "Dan kau tidak?"

Sakura terkekeh. "Aku cukup segar untuk berjalan-jalan di malam hari. Tapi tidak, aku akan tidur di sini, di celah sempit ini."

"Aku akan tidur sebentar lagi, jika kau tak merasa terganggu," putus Tayuya dengan wajah memelas.

Senyum Sakura tampaknya menenangkan gadis itu. "Tentu," ungkapnya ramah. Sejak malam perkenalan mereka waktu itu, Tayuya sudah menjadi semacam teman seperjuangan yang paling dekat dengannya setelah Kiba. Mereka kerap kali menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengobrol disela-sela rutinitas mereka yang selalu padat.

Terlepas dari status mereka yang bekerja di stasiun berbeda dan bersaing ketat, Tayuya adalah sosok menyenangkan yang tak memanfaatkan pertemanan mereka untuk berbagi kasus. Berita adalah berita dan teman adalah teman. Mereka tetap bersaing secara profesional dan tetap berteman di kala senggang.

Dan tampaknya gosip di antara dirinya dan Sasuke terlampau hebat hingga membuat Tayuya ikut-ikutan bertanya.

"Dia bukan pacarku, Tayuya," bantah Sakura untuk kesekian kali. "Kami hanya teman lama yang baru bertemu setelah berpisah bertahun-tahun," ungkapnya jujur.

Save Her (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang