8. Golden Eyes

756 129 3
                                    

Rasanya dunia berhenti bernapas kala itu. Seluruh tubuh Jimin membeku di tempat, jantungnya bertalu keras di dada. Kakinya gentar beranjak dan mata masih terkunci dalam satu pandangan. Mata emas itu sungguh membuat Jimin kehilangan tenaga, antara takut dan juga terkesima. Iris emas bercahaya begitu kontras dengan bulunya sehitam jelaga. Jimin ingin mendekat tapi kakinya tidak bisa bergerak, bersuara pun tak bisa seakan suaranya menguap di udara.

Aroma pinus dan anyir darah kembali masuk ke rongga hidung yang kemudian dimenangkan oleh pekat darah yang membuat perut mual. Jimin bertanya-tanya dalam hati, darah siapa ini? apa dia yang terluka?

Jimin membungkuk, berusaha membuat dirinya sekecil mungkin agar rouge itu tidak mengira dia lawan. Menelan ludah, Jimin mengeluarkan keberaniannya dalam sebuah suara kecil yang gemetar, "A-aku hanya mengambil tanaman obat. K-kumohon, lepaskan aku, aku tidak bermaksud untuk menyerang atau melewati wilayah mu...," cicitnya kecil berharap rouge itu bisa mendengar tapi serigala hitam itu tetap diam di tempat dengan mata bergerak dari atas ke bawah.

Sebuah geraman terlepas, Jimin merasakan tanah yang dipijaknya bergetar. Rasa kagum akan kelereng emas itu mulai kalah dengan rasa takut. Mata terpejam erat menahan bongkahan air mata yang ingin turun ke pipi. "M-maaf, aku, aku akan pergi maaf–"

Kalimat Jimin terpotong kala suara jatuh keras terdengar memaksa sang omega muda menengadah dan menemukan serigala itu terkulai tak berdaya diatas rerumputan basah. Jimin hampir terperanjat mendengar suara itu dan seluruh instingnya berkata untuk lari selagi rouge itu sedang tidak bisa bangkit tapi tubuhnya berkata lain. Apalagi melihat bagaimana perut makhluk besar itu naik turun dengan cepat dan nafas tersengal. Salah satu teori Jimin benar, dia sedang terluka.

Mata abu-abu Jimin menelisik apa yang salah dalam tubuh serigala itu tapi yang dia temukan nihil. Bukan hanya karena sinar mentari yang hampir absen tapi juga bulu serigala itu yang begitu gelap hingga sanggup menelan cahaya membuatnya sulit melihat dari mana rasa sakit itu berasal.

Entah dari mana keberanian yang dia dapatkan hingga kaki Jimin melangkah mendekat ke tubuh lemah si serigala hitam. Begitu pelan hingga tak menimbulkan suara, begitu pelan hingga rasanya lebih mudah untuk berlari keluar dari hutan.

Jarak mereka tidak lebih dari satu lengan orang dewasa, Jimin memutar berada di punggung besar serigala agar lebih mudah untuknya berlari saat sang serigala kesulitan untuk bangun. Menggigit bibir, tangannya yang mungil mencoba menyentuh tubuh itu. Mencari sebuah luka.

"GRRHH!!"

Jantung Jimin berhenti tanganya sontak ditarik. Tatapan kembali bertemu dan Jimin bisa melihat lebih jelas sepasang mata emas itu menahan rasa sakit. Di situ juga tekad Jimin bulat menyembuhkan luka itu barang sedikit, mengabaikan insting untuk mengambil langkah seribu dan menjauh. "Aku.. (calon) tabib, biarkan aku membantumu," ucapannya memang terdengar tidak meyakinkan apalagi dengan suara masih gemetar, tapi Jimin menatap serigala itu yakin. Sejenak mereka hanya bertukar pandang, serigala hitam itu begitu keras kepala karena waktu berlalu cukup lama. Tapi mungkin karena rasa sakit yang kembali datang, kepala serigala itu kembali terkulai di tanah dengan nafas berat.

Jimin terdiam beberapa saat, butuh waktu baginya untuk mencerna kalau tampaknya dia tidak jadi di terkam. Mengucap syukur dalam hati, keberanian muncul kembali dan seperti dipersilahkan oleh sang empunya tangan Jimin mulai menyentuh bulu tebal serigala itu.

Tangan Jimin dingin dan berkeringat, ini pertama kalinya dia melakukan pertolongan luka pada seseorang. Biasanya dia hanya menghaluskan obat dan memperhatikan Tabib Choi yang melakukan itu. Ah, sekarang dia jadi berpikir ulang apakah dia yakin menjadi tabib atau tidak.

"gggrrhh..."

Gerakan Jimin berhenti di daerah sekitar perut saat serigala itu kembali menggeram pelan. Asumsi nya adalah lukanya berada di sana. Jimin mengambil nafas, pikiran soal pilihan profesinya dia kesampingkan jauh-jauh dan akan dia pertanyakan lagi saat sampai rumah–dengan selamat tentunya. "Disini..."

Belong To You | ABO [YoonMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang