3. Tabib Choi

806 110 0
                                    

Matahari masih diatas kepala tapi udara cenderung dingin karena angin yang berhembus membawa hawa sejuk pegunungan. Jimin berjalan keluar dari ruang makan dan merasakan tubuhnya gemetar dingin karena perbandingan hawa ruang makan dan luar sangat jauh berbeda. Di dalam hangat dan ramai sedangkan diluar dingin dan sepi.

Masih jam makan siang, semua tentu masih di ruang makan mungkin sengaja berlama-lama karena udara mulai tidak bersahabat.

Jimin juga ingin di sana lebih lama tapi dia sedikit jengah dengan pertanyaan berulang soal coming of age nya. Jimin tahu mereka tidak ada maksud untuk menyakiti, beberapa dari mereka bahkan memang penasaran dengan pilihan Jimin nanti tapi tetap saja dia merasa hari ini cukup. Apalagi Taehyung langsung pergi keluar untuk belajar berburu, dia sendirian sekarang. Setidaknya dia masih punya sesuatu hal yang dikerjakan.

“Huaaa!!!!!”

Jimin berhenti melangkah dan melihat dua wolf muda dekat bukit. Salah satunya menangis sembari memegangi lengannya yang berdarah dan temannya kelihatan panik melihat bagaimana cairan merah itu terus mengalir dan menetes ke tanah.

Tanpa pikir panjang Jimin segera menghampiri mereka dengan tangan siap sedia dengan selembar sapu tangan. “Ada apa?? kenapa berdarah??? sshh jangan menangis, aku di sini,” Jimin selembut mungkin menyentuh lengan anak itu, melihat luka nya dan menghela nafas lega karena tidak dalam. Walaupun begitu tetap harus segera diobati, menggunakan sarung tangan Jimin membersihkan luka dari darah dan mengikatnya agar darahnya berhenti.

“Maafkan aku, aku bermain terlalu kasar dan tidak sengaja menggigitnya,” cicit temannya dengan kepala tertunduk. Tangan terkepal erat di pakaian, Jimin bahkan bisa melihat bagaimana pundak mungil itu bergetar menahan tangis.

Jimin hanya memberi senyum pengertian, hal ini sering terjadi. Umur mereka tidak lebih dari 8 tahun, insting wolf mereka mulai terbentuk. Belajar shiting pertama kali, merasakan sensasi perubahan dan berada di wujud dimana dewi bulan berkati. Tak jarang dari wolf muda belum bisa mengontrol sepenuhnya.

“Baiklah, lebih baik sekarang kita ke tabib Choi? Setelah itu minta maaf oke??” Jimin berjongkok di depan anak yang terluka.

Berekspektasi tubuh mungil naik ke punggungnya tapi yang dirasa hanya udara dingin berhembus.

“Tidak!!! Jieun tidak mau ke Tabib Choii!!!”

“Eh kenapa???”

“Dia penyihiirr!!  Nanti Jieun berubah jadi katak!!! Tidak mauuuuuu!!!!!! HUAAAAAA!!”

Suara tangisnya sekarang lebih lantang, nyaring dan nyaris merusak gendang telinga. Bahkan temannya sudah menutup telinga rapat-rapat. Namun begitu Jimin memaklumi Jieun kecil. “Tapi Tabib Choi tidak akan merubah wolf menjadi katak jika wolf itu tidak nakal!! Apakah kalian wolf nakal???” Tanyanya penuh selidik.

“Tidak, hiks.. J-Jieun tidak nakal…,” Jieun berucap susah payah dengan napas tersengal.

Kali ini temannya yang wajahnya menjadi pucat. “A-aku wolf nakal! Tabib Choi akan merubah ku!!!!!”

Astaga gemas sekali Jimin ingin meledek tapi dia tidak ingin mendengar suara tangisan gelombang dua yang berpotensi merusak gendang telinga. “Tapi kau mengakui kesalahanmu,  Sowoon. Tabib Choi tidak akan merubah mu, aku akan membela mu nanti. Yang terpenting setelah ini kau harus minta maaf pada Jieun dan berjanji untuk lebih hati-hati! Kemari Jieun, naik ke punggung ku, akan ku gendong!”

Mereka berdua saling bertatapan. Masih terbesit rasa takut dan cemas di mata yang masih jernih itu. Namun Sowoon memberikan sebuah senyuman pada Jieun kemudian tanpa ada kata lagi yang terucap, Jieun naik ke atas punggung Jimin. “B-baik… Lindungi kami Jiminie…”

Kembali memberikan sebuah senyuman lebar ke kedua wolf kecil itu. Jimin bangkit dengan tangan memegang tubuh Jieun di punggungnya. “Tenang saja, Jiminie di sini, Jiminie akan melindungimu.”

—----

Mereka berada di gubuk dengan aroma menyengat, aroma herbal kuat yang dapat membuat orang segan barang untuk mendekat. Sowoon berlindung di belakangnya, bahkan Jimin bisa merasakan Jieun juga ikut bersembunyi di gendongannya. Tidak heran jika satu-satunya tabib di pack ini disebut sebagai dukun. Gubuknya saja sangat mencurigakan, seperti tempat misterius dimana anak-anak hilang.

“Jangan takut, ada Jiminie di sini, ayo masuk. Misi Tabib Choi! Aku membawa pasieen!”

“Jimin! Aku menunggumu! Kenapa kau lama sekali! Aku sudah tidak muda lagi dan obat tidak akan masuk ke dalam botol dengan sendirinya– oh halo anak-anak!” Seorang wanita paruh baya keluar dengan membawa senduk sup. Perawakan bungkuk dengan tatapan sengit berkeriput juga rambut putih tersanggul. Bahkan tampilan Tabib Choi sudah seperti dukun itu sendiri.

-TBC-

Belong To You | ABO [YoonMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang