"Abi apa yang Abi lakukan?" Ketika suasana keruh, membuat Kiyai Veevat bulat memutuskan sesuatu.
"Ini sudah jalannya Umi, anti jangan menghalangi."
"Tapi Khana?"
"Abi bilang baik itu adalah Baik!"
Ketika pelajaran di kelas Ustadz Mew menormalkan dirinya meski selalu gagal pandang seseorang yang duduk di belakang tampa kedip menatapnya dalam sesekali tersenyum semakin indah mengalihkan Ustadz Mew setiap saat.
"Bunda..." panggil Win di Koridor, menunggu seseorang yang datang mendekati mereka.
"Bagaimana hafalannya win?" tanya Ustadz Mew hangat mengusak rambut Win.
"Aman dong Abi, sore ini Win mau nyetor."
"Bagus."
"Abi ingin bicara sama Bunda kan? Win akan memberi privasi. Bunda, Win main ke sana dulu ya," pamit Win meninggal kan dua orang masih gundah dengan perasaan mereka.
"Khana bagaimana hm?" tatapannya begitu keruh, ingin sekali di perjuangkan tapi kenyataannya sesuatu yang salah menjadi pisau tajam menyayat nyayat mereka.
"Ustadz.... Khana, Khana juga tidak yakin dengan hal ini. Apa kita terlambat untuk bertaubat?"
"Ustadz tau ini salah, tapi ini hanya lah rasa Khana dan itu tulus berasal dari sini."
Ustadz Mew merasakan sakit, sama hal yang di rasakan Khana meski diam saling jawab ingin sekali menentang ini semua.
"Apa benar gosip itu! Astaghfirullah, benar-benar tanda akhir zaman."
Bisik-bisk se isi pondok, kabar tentang seorang santri yang jatuh cinta pada Ustadznya membuat heboh apalagi santri itu anak dari pemilik pesantren ini."Liat Umi, kabar Khana menyukai Ustadz Mew meruak di pondok, Abi malu Umi!" ucap Kiyai Veevat atas omongan orang-orang. "Mau di letak di mana muka Abi di depan Kiyai Zaber!" lanjutnta, bagaimana mengatakan ini semua kepada ayahnya Ustadz Mew.
"Abi, Umi takut jika jejal kecil Khana."
"Stop! Umi, buang pikiran itu, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sudah menjadi kodrat untuk di pasangkan, Abi tidak ada pilihan lain selain mengirimnya.
" Khana! Khana! Khana!" panggil Mild tergesa mencari temannya itu.
"Astaghfirullah ternyata awak di siko."
"Kenapa sih Mild? Atur dulu nafasnya,"
tegur Khana, Mild sampai terduduk ketika menemukannya."Khana huh Khana, maapin awak lah," sujutnya bersimpuh membuat Khana bingung menghindar.
"Mild kenapa sih lu, emang lu ngapain hah!"
Ketika makan siang seperti biasa seluruh santri mengambil jatahnya masing-masing dan sudah menjadi kebiasaan juga bagi santri Mild, Khana, Up, Bri dan Win tak terpisahkan dari meja mereka.
"Tumben si moodbooster gak di sini!" ucap salah seorang santri lain tiba-tiba duduk di meja mereka.
"Siapa lu bilang moodbooster, Khana?" tanya Up heran.
"Ya elah siapa lagi, tapi sekarang Khana kok berubah ya, gak kayak dulu, sekarang khana kayak pendiam gitu?"
"Iya lah, Khana gitu karena gundah mencintai Ustadz Mew," ceplos Mild tampa sadar.
"Hah!" kaget santri itu hampir tersedak.
"Mild/ Milldddd..." ucap Up dan Bri.
"Astaghfirullah Mild, bagaimana bisa lu bilang itu hah!" ucap Khana setelah tau, "Lu tau kan ini salah dan gua berusaha menutupinya."
"Itu lah Khana awak salah, awak gak bisa jaga rahasia, awak hiks ...hiks..." sesal Mild begitu tulus.
"Sudah lah, serapi apapun kita menyimpan bangkai suatu saat akan tercium Mild."
Khana dengan sikap memalukan itu di panggil menghadap di ruang BK dan di tanyai apakah hal buruk itu benar.
"Jawab Khana apa itu benar? Anta menyukai seseorang yang satu jenis dengan anta?"
Begitu gugup khana tak sanggup lagi menyimpan ini semua.
"Bukan Khana yang memulai lnya duluan, tapi saya," potong seseorang yang tiba-tiba masuk.
"Ustadz" lirih Khana terkejut, reputasinya pasti hancur setelah ini, sebuah cinta membuta kan akal Ustadz Mew.
Ustadz Mew menguatkan tekatnya, ia mengambil tangan Khana semakin tak gentar.
"Saya mencintai Khana dengan tulus. Apa itu salah?"
"Apa Ustadz? Anda seharusnya tau ini perbuatan keji, bagaimana anda melakukan ini sedang tau dalil-dalilnya, ya Allah apa ini tanda-tanda akhir Mu?"
Khana yang takut sesuatu hal buruk akan terjadi pada Ustadz Mew, apalagi secara terang-ternagan mengatakan bahwa mencintai Khana.
"Justru karena itu saya mengundur-"
"Berhenti kalian!"
Kiyai Veevat dengan amarahnya menghentikan dua orang yang begitu yakin akan cinta buruknya itu.
Plak!
Satu tamparan melayang di pipi Ustadz dari Kiyai Veevat, seseorang yang sudah dianggapnya anak tega melukai perasaannya seperti ini.
"Saya berhak menerima ini Kiyai, bahkan lebih parah."
"Mew anta mengecewakan! Bagaimana bisa anta menyukai seorang laki-laki, apa yang akan saya katakan nanti pada orang tua anta!"
"Saya hanya mencintai anak anda Kiyai."
Plak!
"Abi..." sujut Khana memohon menghentikan tamparan yang begitu menyakitkan.
"Berhenti memliki rasa yang menjijikkan itu! Saya sudah mendiskusikan soal perjodohan anda dengan ukhti Fatimah bersama ayah anda, besok atau lusa dia sampai di sini, saya mohon bertaubatlah sebelum ini benar-benar kacau!"
Pria kecewa itu membawa paksa seorang Khana keluar dari pondok al-hafiz, sedangkan tentang perasaan Ustadz Mew terhadap Khana, diminta Kiyai Veevat untuk meredam gosip ini keseluruhan staf.
Beberapa hari berlalu benar gosip itu hilang bersamanya hilang Khana di podok tersebut begitupun Ustadz Mew, ayahnya yang kembali lebih cepat membawa putranya pulang untuk menyadarkan sesuatu yang salah.
***
"Ana pikir anta akan berubah! ."
sesal Kiyai Zaber, "Ternyata masih sama seperti anak yang memalukan orang tuanya!""Abi Khana mohon, Khana janji akan mengubur rasa ini, tapi hiks..tolong tolong jangan kirim Khana ke instabul, Khana mohon Abi"
"Keputusan Abi sudah bulat, kau harus tinggal di sana!"
"Abi, Khana sudah berubah Abi, bahkan Khana tidak nakal lagi, tapi tolong jangan Abi kirim ke sana."
"Kesalahan antum itu jatuh cinta dengan laki-laki."
"Hanya itu abi, hanya itu, bahkan Khana dan Ustadz Mew tidak melakukan apapun, hanya rasa ini Abi."
Plak!
"Apapun yang Abi lakukan. Itu adalah benar. Lakukan saja sekarang!"
Khana begitu hancur tampa bertanya Kiyai Veevat mengatur perjalanan Khana menuju negri orang, di sana tinggal seorang paman yang juga Kiyai, berharap Khana akan melupakan Ustadz Mew.
Setelah kembali dari pondok, Khana benar-benar drop, dirinya jatuh sakit hingga beberapa hari.
"Abi, Umi ingin bicara."
"Soal Khana, Abi sudah memutuskannya, jangan berdebat lagi."
"Abi, Khana dan Mew tidak salah untuk saling mencintai."
"Umiiiii, mualaf seperti anti tidak tau apa-apa! Sebaiknya diam dan ikuti apa yang Abi putuskan!"
Vote dan komen
PlisSampai jumpa di chapter berikut nya💃