Matahari mulai menunjukkan diri tanda awal hari akan dimulai, sisa-sisa air langit membasahi dedaunan dan rumput-rumput dihalaman. Seorang pemuda yang masih memakai seragam sekolah menengah atas berwarna biru muda dan celana cream tengah sibuk menyiapkan sarapan. Aphron berwana coklat melekat ditubuhnya menghalangi cipratan minyak dari seragamnya.
Hari ini sarapan mereka adalah selembar roti dengan telur mata sapi diatasnya, tidak banyak memang, tapi sudah dari cukup untuk mengisi perut pagi ini.
"Hia...! Bangunlah....!" Pemuda bernama Porchay itu berteriak memanggil kakaknya yang masih tidur. "Hia...!" Karena belum mendengar jawaban kakaknya, Porchay naik ke kamar Porsche.
Diketuknya pintu kamar Porsche, karena pekerjaan kakaknya di bar, dia hanya memiliki waktu tidur yang sangat terbatas, biasanya Che (Porchay) akan berangkat ke sekolahnya sendiri dan meninggalkan catatan di meja makan untuk kakaknya, tapi hari ini adalah hari kamis, dan kakaknya memiliki jadwal kuliah di pagi hari. Jadi mau tak mau dia harus membangunkan kakaknya dari istirahatnya yang sebentar.
"Hia... aku akan masuk..." katanya meminta ijin sebelum masuk, walaupun tahu kakaknya tidak akan menjawabnya. "Hia sudah pukul tujuh diga puluh, kau harus bangun sekarang... Hiaaa!!!!" Porchay mengguncang badan kakaknya yang tidur seperti orang mati. "Hiaaaa!!" Teriaknya lagi.
"Nghhhh" setelah beberapa kali pukulan lagi Porsche kakaknya akhirnya mau membuka matanya walaupun terlihat sangat sulit, melihat kakaknya seperti ini membuat Porchay tak enak hati.
"Bangunlah Hia, kau akan ketinggalan kelas kalau kau tidak bangun sekarang..." Porchay menarik selimut kakaknya menarik yang terakhir bangun, agar dia tidak kembali tidur.
"Mmm,,, aku tahu..."
"Cepatlah,,, atau aku juga akan terlambat...." melihat kakaknya berjalan setengah sadar ke kamar mandi, Che hanya bisa menggelengkan kepalanya lucu. Sebelum keluar dari kamar kakaknya Che melipat selimut dan tempat tidur kakaknya.
"Hia... Cepat makan makananmu,..." Che meletakkan piring roti dengan telur dadar dan juga segelas susu setelah kakaknya duduk.
"Khob khun naa..."
"Hia..." katanya ragu-ragu.
"Kenapa? Katakan saja,,, tapi hia tidak ingin mendengarkan kalau kau tidak ingin melanjutkan sekolahmu...." Porsche sepertinya tahu apa yang ingin adiknya katakan padanya.
"Tapi hia,,, kalau aku tidak kuliah, hia tidak akan bekerja terlalu keras, dan aku bisa membantumu..." Kata Che tidak mau kalah.
"Che,,," Porsche selesai dengan sarapannya yang sedikit itu, kemudian menatap adiknya tatapannya menunjukkan kalau itu adalah keputusan terakhirnya. "Kamu tahu bukan, kamu adalah harapan hia satu-satunya, dan kamu juga bekerja keras di bagianmu sendiri. Tidak perlu mengkhawatirkan hia,,, Hia baik-baik saja na..." Porsche mengusap kepala Che sayang.
Pemuda di depannya saat ini adalah bintang kecilnya, satu-satunya keluarganya yang tersisa.
"Baiklah Hia..." Porchay menyerah membujuk kakaknya.
Che menatap punggung kakaknya yang perlahan menjauh hingga hilang setelah mengantarkannya ke sekolah. Desahan nafas berat mengiringi langkah kecilnya menuju kelas, sebentar lagi dia meninggalkan sekolah ini, tidak terasa tiga tahun akan berlalu begitu saja.
"Che... Wali kelas kita memanggilmu..." Porchay menghentikan aktifitasnya yang tengah menonton video baru P' Wik di ponselnya saat seorang teman memanggilnya di sela istirahat mereka.
"Ahh,,, Mmmm..." Jawab Che lalu keluar untuk menuju ruang guru.
Begitu Porchay duduk di depan meja wali kelasnya, dia secara samar dapat menebak apa yang ingin dikatakan gurunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIMPORCHAY The Series
FanfictionKim dan Porchay, dua orang dari dua dunia yang berbeda namun dipertemukan oleh cinta yang pelik. Bagaimana kisah mereka berdua, akankah berakhir dengan bahagia?! #Fanfiction Peringatan! Ini adalah fiksi penggemar dan bukan terjemahan, yang mungki...