17

405 93 11
                                    

Hampir setengah jam sejak Jungkook memutuskan untuk menghentikan laju mobilnya, memilih bahu kiri jalan yang lenggang sebagai tempat perhentian, dengan satu tiang lampu yang menjulang tinggi di depan menjadi satu-satunya penerangan yang ada di sana.

Waktu baru menunjukan pukul 8 malam namun hari itu sudah terasa begitu sunyi bagi Jungkook maupun Jihyo. Keduanya diam dengan pikiran masing-masing yang melayang jauh.

Jungkook menunduk dengan satu tangan yang meremas kemudi, wajahnya terlihat lusuh dengan kedua mata yang terpejam erat. Memikirkan kejadian di pesta pernikahan Daniel tadi membuatnya pusing mendadak.

Sedangkan keadaan di sampingnya justru ternyata lebih kacau, Jihyo dengan punggung lelahnya yang menyandar masih menatap kosong ke depan seperti menit-menit sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedangkan keadaan di sampingnya justru ternyata lebih kacau, Jihyo dengan punggung lelahnya yang menyandar masih menatap kosong ke depan seperti menit-menit sebelumnya.

"Sudah?" itu suara Jungkook, menoleh ke arah Jihyo dengan raut wajahnya yang serius.

Jihyo di sampingnya meringis kecil, tahu jika Jungkook sedari tadi diam karena memberinya waktu untuk menangis. Memberinya sedikit ruang kosong untuk meringankan beban di hatinya. Jungkook bukan pria yang pandai memberi kata-kata motivasi, yang bisa ia lakukan hanya diam dan memberi Jihyo waktu agar mencari ketenangannya sendiri.

Jihyo sudah berjanji untuk tidak lagi menangis karena Daniel namun malam ini ia kembali melakukannya, dan Jihyo merasa gagal. Perasaan itu kembali datang, rasa sakit karena patah hati dan dikhianati. Sesuatu di dalam sana bergemuruh dan Jihyo ingin secepatnya pulang agar dapat menangis semalaman seperti wanita gila.

Jihyo mengambil sapu tangan yang Jungkook berikan untuknya, mengusap kedua pipinya yang basah. Saat ia menyadari berapa banyak air mata di wajahnya dan sudah berapa lama ia menangis, Jihyo mulai khawatir jika ia akan berubah menjadi wanita buruk rupa karena make up yang menempel di wajahnya mulai luntur.

"Sialan, Jungkook." Jihyo memasukan sapu tangan Jungkook ke dalam tasnya dan kembali melanjutkan; "Aku ingin mati."

Mendengar perkataan Jihyo tadi membuat Jungkook tidak lagi berbicara apapun selain langsung menyalakan mesin mobilnya. Ketika Jungkook menginjak gas dan membawanya dalam kecepatan tinggi, Jihyo merasa jantungnya langsung melompat keluar atau bahkan berhenti berdetak.

Diam-diam Jihyo mulai berdoa dalam hati, jika Jungkook memang berniat mengabulkan keinginannya untuk mati maka ia berharap semoga Tuhan mengampuni segala dosanya dan mengizinkannya untuk masuk surga.

Tubuh Jihyo terdorong ke depan dan hampir menabrak dashboard jika tidak terlindungi seat belt saat Jungkook menginjak rem secara mendadak. Jungkook masih tidak membuka suara dan inner dalam diri Jihyo mulai riuh mengira-ngira perkataan yang mungkin salah ia ucapkan hingga membuat Jeon Jungkook terlihat marah, bahkan sangat marah.

"Kau lihat ini, Jihyo?"

Jungkook mengayunkan lengan dan memperlihatkan kepalan tangan kanannya. Jihyo memperhatikan dengan mata meneliti, melihat memar dan goresan kecil di sana membuatnya berpikir sepertinya Jungkook tidak sengaja ikut memukul meja ketika ia menghajar Daniel habis-habisan tadi.

You Are My Glory ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang