27

483 108 12
                                    

Jihyo baru saja kembali masuk ke dalam apartemennya ketika handphone-nya yang berada di atas meja nakas berdering. Sebelumnya Jihyo baru saja mengantar Jungkook sampai ke parkir basement apartemennya. Bagaimanapun besok pagi Jungkook harus kembali bekerja, ia tidak mungkin menginap. Karena itu malam ini Jungkook pamit untuk pulang.

"Oh, Ravn?" Ternyata Ravn yang menghubungi Jihyo. Itu adalah panggilan ketiga Ravn. Jihyo memang tidak sempat membawa handphone.

Jihyo melihat sekeliling dan mendapati pintu kamar sebelah sudah tertutup, menandakan kedua orang tuanya yang mungkin saat ini sudah tertidur lelap. Jihyo masuk ke dalam kamar dan menggantung mantelnya di dinding, sedangkan Ravn mulai bercerita tentang apa saja yang ia lakukan hari ini di sambungan telepon.

Ravn memang sering menghubungi Jihyo, terutama saat tengah malam seperti ini karena Ravn baru mendapatkan waktu santainya. Jihyo memaklumi dan tidak protes meskipun awalnya ia berniat untuk tidur seperti kedua orang tuanya.

"Kemarin malam aku bertemu Jungkook."

"Begitukah?"

Jihyo berbaring di atas ranjangnya dan menarik selimut ketika Ravn mulai membuka topik yang membawa nama Jungkook. Ravn menceritakan tentang apa saja yang mereka lakukan selama Jungkook berada di Busan, khususnya saat berkunjung ke galerinya.

Jihyo tertawa ketika akhirnya tahu apa yang menyebabkan luka di dahi Jungkook. Tidak menyangka Jungkook akan berubah menjadi pengacau ketika mabuk. Mulutnya membulat ketika baru sadar mengapa Jungkook tiba-tiba ada di depan apartemennya pagi tadi. Sekarang Jihyo mengerti.

"Ravn,"

"Hm?"

"Jika aku berkata, bahwa pada akhirnya aku dan Jungkook memutuskan untuk bersama, maksudku bersama dalam bentuk sebuah hubungan yang baru dan serius ... bagaimana reaksimu?"

Jihyo menggigiti kuku jari tangannya menunggu respon Ravn. Bagi Jihyo, meminta restu Ravn rasanya lebih sulit dibanding restu kedua orang tuanya sendiri. Ravn sudah seperti sosok kakak laki-laki yang over-protective. Sangat, sangat, dan sangat over-protective.

"Aku tidak terkejut."

Jihyo memindahkan handphone-nya ke telinga sebelah kiri ketika mendengar jawaban Ravn. Suaranya terdengar begitu tenang, tidak ada kepanikan yang ikut menyelimutinya. Ravn benar-benar membuktikan bahwa ia memang tidak terkejut sama sekali.

"Bagaimana bisa?" Jihyo kini memilih duduk di atas ranjangnya.

"Aku tahu si berengsek itu jatuh cinta padamu."

"Awalnya aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar dari mulutnya saat mabuk, yang membuatku tahu bahwa ia juga jatuh cinta padamu. Namun jika itu membuatmu bahagia, aku akan mencoba mengerti dan menerimanya."

"Di sisi lain, aku sedikit bersyukur karena pria itu adalah Jeon Jungkook. Setidaknya aku tidak akan merasa bersalah ketika harus menghajarnya jika dia menyakitimu, Jihyo."

Jihyo mengulum senyum mendengarkan Ravn yang mulai berbicara panjang lebar mengenai hubungannya bersama Jungkook. Jihyo tahu jika Ravn tidak pernah bersungguh-sungguh setiap ia mengatakan akan menghajar Jungkook.

Jihyo tahu, bagaimanapun Ravn dan Jungkook sudah berteman lama, ditambah Jungkook adalah adik dari sahabatnya, Jeon Seokjin. Ravn bukanlah tipe pria yang dapat merusak pertemanannya sendiri tanpa berpikir panjang hanya karena emosi sesaat.

"Ravn, aku hamil."

"Oh ... Sial, Jungkook sialan." Jihyo tertawa mendengar nada panik Ravn. "Tidak— maksudku, selamat. Ya, selamat. Kali ini aku terkejut, Jihyo."

You Are My Glory ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang