6. Lembaran Baru Hafsya

139 11 0
                                    


"Kita semua adalah penulis, penulis bagi kisah hidup kita sendiri. Baik buruknya sejarah hidup yang kita buat, tergantung bagaimana kita menulisnya. Maka, sebelum lembaran kertas dan pena yang diberikan Tuhan habis, segeralah penuhi buku kita dengan tinta emas yang akan terus dikenang oleh setiap peradaban  kehidupan manusia."

Setelah melalui lika liku kehidupan, kini akhirnya Syam kembali pada jalan yang benar. Tentu menjadi hal yang tidak mudah untuk berada di titik ini. Bebera anak buah Syam tidak setuju dengan pilihan yang dia ambil. Hal ini merupakan hal yang wajar dan biasa, karena tidak mungkin semua berjalan mulus begitu saja. Tentu Tuhan akan memeberikan sedikit ujian untuk memastikan kita layak atau tidak.

Dalam perjalanan tersebut ada beberapa anak buah Syam yang berusaha memberontak dengan cara mencoba membunuhnya. Namun hal tersebut berhasil digagalkan oleh Syam sehingga saat dia memaafkan mereka hatinya menjadi tersentuh dan berbalik mengikuti jalan yang Syam pilih saat ini.

Empat tahun telah berlalu, pondok pesantren impian Syam telah berdiri dan diberi nama Pondok Pesantren Husain Muhammad. Ya, pondok pesantren tersebut diambil dari nama gurunya, yaitu Kyai Husain. Ia ingin menjalankan sebaik mungkin amanah yang diberikan sang guru tersebut.

Kini santri di pondok pesantren Syam sudah mencapai seribu dua ratus santri yang terdiri dari anak yatim maupun duafa. Namun ada juga yang dari keluarga mampu bahkan tergolong kaya yang ingin belajar  di pondok pesantren Syam. Akan tetapi Syam tetap menggratiskannya seperti yang lain.

Lalu dari mana sumber dana Syam? Saaat Syam masih menjadi seorang mafia ia sudah memiliki bisnisnya sendiri. Namun bisnis tersebut sebagian besar adalah bisnis haram. Karena ia mendapatkannya dengan cara yang haram pula. Seperti membunuh, mengancam, dan tidak jarang juga memberikan beberapa uang suap agar bisnis ini tertutup secara rapi. Ia memiliki bar dan beberapa tempat hiburan lain yang bahkan menyediakan narkoba bagi para pengunjungnya.

Setiap kali Syam mengingat hal itu matanya tak henti-hentinya menangis. Namun setelah itu ia kembali tersenyum karena mengingat rahmat Allah yang memberikannya kesempatan untuk bertaubat. Saat ini ia membuka beberapa bisnis restoran, fashion, dan skincare. Ia juga memiliki chanel YouTube sehingga dikenal banyak orang.

Menutup lembaran kisah tentang Syam, kini Hafsya diselimuti kebahagiaan karena akhirnya ia akan memiliki murid baru untuk diajari cara menggambar. Hafsya begitu menyukai anak kecil karena mampu membuatnya teringat dengan Sonia. 

"Hai siapa namamu?" tanya Hafsya kepada seorang anak kecil yang tanpa sengaja menabraknya.

"Namaku Ilyas."

Seketika jantungnya berdetak kencang mendengar nama itu. Belum lagi wajah anak itu mirip sekali dengan suami yang sangat dicintainya itu. Kulitnya putih berseih, alis lebat, bulu mata lentik, hidung mancung, dan bibir yang berwarna merah ranum.

"Nama yang bagus."

"Maaf bu guru aku tidak sengaja menabrakmu," ucap anak yang berumur sekitar empat tahun itu.

"Tidak papa. Ngomong-ngomong aku suka namamu."

"Terima kasih," ucap Ilyas kecil dengan sopan.

"Baiklah ayo masuk ke kelas," menawarkan tangannya untuk digandeng.

"Ilyas sudah ayah bilang kan jangan lari-lari. Maaf Bu biar saya saja yang mengantarnya ke kelas," ucap seorang pria yang suaranya begitu familiar di telinga Hafsya.

Mendengar seseorang berucap kepada mereka, dengan spontan Hafsya dan Ilyas kecil menoleh seketika. Namun hal tersebut membuat Hafsya kehilangan daya secara tiba-tiba. Tanpa sengaja ia mengabaikan tangan Ilyas kecil yang tadinya berada dalam genggamannya. Mukanya pucat pasi, dan air matanya tidak bisa ditahan untuk keluar. Ia terus diam mematung menatap mata yang mengaku sebagai ayah dari Ilyas kecil.

"Ha ha Hafsya?" ucap Ilyas terbata-bata.

Hafsya tidak menjawab melainkan menyeka air matanya lalu berlalu pergi meninggalkan dua pria bernama Ilyas tersebut. Ilyas kecil merasa bingung dengan kejadian yang dilihatnya itu. Kenapa bu guru yang baru sja dikenalnya merasa sedih saat bertemu dengan ayahnya. Padahal ayahnya sama sekali tidak menyakitinya.

Tanpa mereka sadari dari kejahuan terdapat sepasang bola mata yang mengawasinya. Orang tersebut tidak lain adalah Syam. Memang benar Syam lah yang merencanakan pertemuan mereka bertiga. Sudah sejak lama Syam melacak keberadaan Ilyas dan akhirnya berhasil ditemukannya satu tahun yang lalu. Ia kemudian membuat rencana sedemikian rupa sehingga mereka bisa bertemu seperti saat ini.

"Ayah mengenal Bu Guru?" tanya Ilyas kecil.

"Kita bahas nanti ya sayang, sekarang ayah antar kamu ke kelas dulu. Ingat, jangan lari-lari seperti tadi ya. Ilyas kan anak yang pintar," mengelus lembut kepala putranya tersebut.

"Baik ayah."

Setelah mengantarkan Ilyas kecil ke kelasnya, Ilyas Kemudian segera mencari keberadaan Hafsya. Ia hampir mengelilingi semua ruangan namun tidak juga ia temukan. Namun saat ia berjalan ke taman ia melihat seorang wanita yang dilihatnya tadi, yaitu Hafsya. Hafsya duduk mematung dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan. Dengan perlahan Ilyas menghampirinya walau jantungnya berdetak dengan cepat.

"Assalamu'alaikum," ucapnya mengawali pembicaraan.

Hafsya menoleh lalu tersenyum kecil untuk menutupi ekspresi, "Wa'alaikumussalam."

"Boleh aku duduk?"

"Silakan."

"Bagaimana kabarmu Hafsya?"

"Alhamdulillah baik. Mas sendiri?"

"Alhamdulillah baik juga. Oh iya alhamdulillah ya kamu sekarang sudah menjadi seorang penulis terkenal dan menjadi guru menggambar yang begitu disegani banyak orang. Aku ikut bahagia mengetahuinya."

"Jadi Mas tahu keberadaanku?"

"Jujur aku sangat terkejut saat melihat dirimu di televisi. Sonia berkali-kali memintaku mencari di mana alamat rumahmu. Namun semua media memprivasikannya, mereka bilang ini adalah permintaan darimu."

"Aku rasa aku tahu siapa yang membuatmu sampai di tempat ini."

"Siapa?"

"Syam."

"Apa dia suamimu?"

"Mas becanda? Kita kan belum resmi bercerai mana mungkin aku menikah lagi."

"Belum?"

" Em ... maksud aku ..."

"Hafsya apa kamu menyukainya?"

"Mas kenal dengan Syam?"

"Kenapa tidak ia sama terkenalnya dengan dirimu. Kalian akan menjadi pasangan yang serasi," ucap Ilyas sambil melihat jauh ke kolam yang berisi beberapa ikan koi tersebut.

"Aku sama Syam tidak ada hubungan apa-apa Mas. Dia hanya temanku, teman yang dulunya menolongku. Kita juga tinggal di atap yang berbeda kok."

"Kamu menjelaskannya padaku?" pertanyaan Ilyas ini untuk memastikan karena ia merasa Hafsya tidak ingin Ilyas salah paham yang artinya Hafsya masih mencintainya.

"Em ... kita dari tadi membehas diri kita sendiri. Ngomong-ngomong bagaimana kabar Sonia?" ucap Hafsya mengalihkan topik pembicaraan sekaligus juga rasa ingin tahunya tentang istri pertama suaminya itu.

"Sonia ...."

Hanya kata itu yang terlintas keluar dari mulut Ilyas sebelum kemudian Ilyas menutup mulutnya kembali.

Sahabatku Istri Suamiku 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang