22 : Transisi

847 167 264
                                    

__

Juni pulang ke kediaman orang tuanya. Namun, rupanya di sana tidak ada orang. Suasana begitu sepi kala Juni menyusuri seluruh ruangan. Mendadak sedih karena dia tidak lagi ada di sana saat ibunya sering sendirian. Padahal, apartemen itu cukup luas. Dulu Juni berpikir betapa beruntungnya dia tinggal di sana, punya apartemen sendiri dan bersekolah di sekolah yang bagus. Meski nyatanya, hari-harinya tak sebagus sekolahnya. Setidaknya sebelum pindah dari tempat laknat itu. 

Dia menelfon ibunya saat duduk di sofa. Dan ibunya bilang sedang berada di Daegu, mengunjungi makam suaminya sekalian mengunjungi kakaknya. Hal itu membuat Juni makin sedih lagi karena dia juga ingin mengunjungi makam ayahnya karena dia pun merindukannya.

Emosinya makin kacau dan makin buruk lagi.

Tetapi, usai menelfon ibunya, Juni pun enggan untuk pulang. Dia pergi ke kamar tidurnya semasa gadis— membaringkan diri di atas ranjang sambil menatap langit-langit. Bernostalgia tentang masa muda yang Juni sadar, tidak ada indah-indahnya.

Juni mmegangi perutnya seraya memberi elusan lembut di sana.

“Aw,” keluh Juni kala dirasakannya bayinya ikut menendang. Dia menatap perutnya yang dibalut dress hijau. “Aku tahu, pria itu keterlaluan,” katanya. “Nanti saat kau lahir ke dunia ini, nak, kita akan pergi darinya dan tinggalkan soal mimpi-mimpi…” kalimatnya terhenti. Sambil menggeleng dia memejam, dan berkata, “Tidak, mana mungkin aku meninggalkan butik begitu saja.” Lalu Juni mendesah kesal. Menangkup wajahnya dengan telapak tangan. “Dia menyebalkan! Kenapa membuatku jadi bingung begini?”

Apa kau cemburu?” benaknya kembali bertanya.

Dan Juni menjawab, “Aku marah!”

Dilihatnya sepasang boneka Mr dan Mrs Molang (sepasang boneka mirip kelinci) di kepala ranjang. Diambilnya Mr. Molang, meninju-ninju wajahnya dan membayangkan muka Dae Kim lah yang dia pukul-pukul. Berakhir meletakkannya ke sisi kiri. Hingga saat dia mulai mengantuk, kala dia memejam,  dia pun tertidur begitu saja.

Getaran ponselnya membangunkan Juni. saat itu hari sudah gelap. lampu kamarnya telah menyala. Benda pipih itu berada di sisi kiri dekat boneka Mrs. Molang, menjerit minta diangkat. Berkedip lalu mati. 

Tetapi, Juni mengabaikan panggilan itu. Lalu tak lama, gelontoran pesan membuat Juni kembali menoleh padanya.

Ting
Ting
Ting
Ting

Jengah, Juni lalu menutupnya dengan Mrs. Molang hingga suara pesan-pesan itu teredam. Dia pun memutuskan beranjak dari sana dengan susah payah. Saat dia keluar, dia terkejut karena ibunya sudah ada di depan tv, sedang meluruskan kaki. Sekeranjang buah ada di samping ibunya.

“Kenapa tidak membangunkanku?” tanya Juni. Lalu memegang perutnya kala dia perlahan duduk dengan hati-hati. Ikut berselonjor dengan punggung bersandar di kaki sofa. Tanpa sadar mendesah  karena tulang puggungnya berbunyi.

“Sudah malam, apa suamimu tidak mencarimu?” tanya ibunya. “Dia sibuk, ya?”

Juni meraih buah apel. Mengabaikan ibunya.

“Kalian bertengkar?”

“Tidak,” elak Juni.

Ibunya meraih buah apel dari tangan Juni, mengambil pisau dan mengupaskannya.

“Lalu kenapa kau kemari?”

“Memangnya tidak boleh?”

“Boleh. Cuma ibu sedih karena kalian tidak pernah datang berbarengan. Masa suami istri datang sendiri-sendiri?”

 I Hate To Love You ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang