Ekspresi Dae kaku. Berulangkali Dae menggigit bibir dan tersenyum pada Juni yang dingin.
Biasanya, Dae yang akan bersikap dingin pada gadis-gadis. Dia yang akan memegang kendali. Dae kerap bersikap angkuh dan menunjukkan betul persona-nya yang memikat dan sulit digapai. Seseorang yang berlabel high class.
Tetapi, sekarang Dae tahu rasanya di posisi gadis-gadis itu. Ternyata, tidak enak berada di bawah tekanan. Meskipun Dae merasa lebih tertantang.
Juni cantik. Helaian rambutnya seperti sutera yang terjuntai di pundak. Juni jelas sudah lihai berdandan. Polesan make up terulas manis di wajahnya yang feminin. Mengingat dia adalah seorang desainer seperti katanya, Juni juga lebih bermode. Namun matanya masih seperti seekor anak rusa yang kehilangan ibunya. Seperti dulu.
Sementara Juni berusaha mempertahankan kewarasannya. Sekarang kalau saja hati Juni tidak diselimuti kebencian, dia akan memuji betapa tampannya Dae dengan kemeja putih fit body. Dari dulu memang orang selalu berkata bahwa ketampanan Dae tidak masuk di akal.
Selama beberapa saat, keheningan membentang di antara mereka. Juni dan segala sikap defensif-nya kerap tampak tak senang dan gelisah.
"Sepertinya Paris kota yang kecil, ya? kenapa aku selalu melihatmu di kota yang kecil ini?" sarkas Juni. "Hidupku menyebalkan karena harus terlibat denganmu. Seandainya Tuhan memberiku kekuatan untuk meriset memori, dirimulah yang pertama kulenyapkan." Ucapannya terdengar kasar. Memang sulit sekali bagi Juni untuk tidak ketus kalau bicara pada Dae.
Dae menatapnya dalam. Dulu kalau Dae menatapnya begitu, Juni akan merasa takut. Tatapan tajam itu memang begitu memberi efek-efek yang membuat hati siapapun merasa tersengat. Tetapi, Juni seolah sudah kebal pada semua pesonanya. Pria ini berengsek.
"Bukankah Tuhan yang menuntunmu mendatangi Leciel? Seperti aku dituntun datang ke Bar di Bastille. Kau tau, aku tak biasanya pergi ke sana. Dan hari itu aku ke sana lalu kebetulan melihatmu."
"Oh Tuhan pasti sedang bercanda."
"Kau datang padaku pasti karena ada alasannya."
Juni mendengkus. "Sejak kapan kau sok religius begini? Dan aku tidak datang padamu!" ketus Juni sambil tangannya memukul-mukul meja sampai beberapa orang kembali melirik penasaran.
Dae tak menanggapi. Sebagai gantinya dia menawarkan beberapa hal menarik pada Juni. Kedua jemarinya bertaut di bawah dagu.
"Begini. Aku ingin kau menginap di hotel milik Pamanku..." Dae menaikkan sedikit tangannya di depan dada saat Juni mau protes. Dia melanjutkan, "...kau boleh tinggal di sana selama yang kau mau sampai kau memutuskan kapan akan kembali ke Korea. Bukankah kau bilang ingin menemui Madam Antony? Aku juga bisa membantumu dalam hal itu."
Dae melihat adanya perubahan ekspresi Juni, "Aku memang tidak dekat dengan beliau. Dia langganan di sini dan beberapa kali memintaku menjadi model busananya. Aku jelas menolak. Aku bukan seorang model."
"Itu sudah terbilang dekat." Juni melongo.
"Tidak dekat. Tidak terlalu dekat. Tapi aku bisa mempertemukanmu dengannya," lanjut Dae dengan bangga. Dia teringat bagaimana Madam Antony selalu membujuknya dengan rayuan ini dan itu. Berkata bahwa Dae akan jadi model terkenal dengan visual dan postur tubuhnya, tapi Dae bersikeras menolak. Lalu mengatakan pada si perancang, "Leciel membutuhkan seorang koki, bukan seorang model."
Juni terdiam. Lalu dia mendengkus. "Tidak usah," ucapnya setengah hati. "Lagipula aku sudah kehilangan semua bahan yang mau kutunjukkan padanya. Semua sketsaku lenyap bersama si keparat itu. Butuh waktu lama untuk membuatnya lagi dan aku sudah kehabisan waktu. Kudengar ajang PWF itu minggu depan. Dan rasanya tidak ada gunanya lagi. Jadi tidak usah."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hate To Love You ✓
Fiksi PenggemarLantas akhirnya Juni tahu bahwa laki-laki yang bersamanya malam itu adalah Dae, pria yang membully-nya saat sekolah dulu yang dibencinya selama ini. 🌻Beberapa kali Highest Rank: #1 in Fanfiction Start: 1 April 2022 Finish: - 20 Agustus 2022