Kelas Sepuluh.

201 159 57
                                    

"Nah gini dong pake kacamata 'kan jadi keren kecebong gue!" Lelaki tampan dengan hidung mancung dan kulit putih itu Tenggara namanya, ia tengah sibuk dengan bocah di pangkuannya yang tampan bak duplicate darinya.

"Heh! Jangan nge-ces, buset dah perasaan dulu mama pas hamil lo ngidamnya keturutan semua," grutu Tenggara. cairan bening yang keluar dari bibir mungil itu dibiarkannya, malah kini ia menurunkan dari pangkuan.

Mata bocah berusia 2 tahun dihadapannya mengerjap beberapa kali kemudian bulir bening dari matanya turun, bibirnya mengerucut, bahunya naik turun tak lama suara tangisan kencang terdengar.

"Anaknya ditenangin ngapa dah?" Suara perempuan cantik dengan rambut legam terurai, mata sipit dan bibir merah — Jingga Mandanu. Ia menyahut dari arah rumahnya.

Posisi Tenggara yang berada di teras rumah membuat Jingga bisa melihat dan mendengar dengan mudah, posisi perumahan mewah itu memang tidak ada penghalang antar tetangga jadi bisa dengan mudah sesama tetangga berinteraksi.

Tenggara menatap Jingga dengan heran apalagi gadis itu mendekat padanya, diambilnya bocah yang masih setia menangis kemudian ditenangkan dengan mengelus - elus punggung kecil itu.

"Makanya kalau belum siap jadi Bapak jangan punya bocah dulu!" omel Jingga pada tentangganya, ia beralih menatap bocah dalam dekapannya yang kini sudah mulai tenang. "Bapak kamu nakal, ya? Nanti kalau udah gede tinju aja!"

Tenggara membulatkan matanya, bisa bisanya orang yang tidak dikenali ini berkata yang tidak - tidak. "Heh balikin kecebong gue!" Ia mengambil alih bocah tampan itu dengan telaten.

"Kasihan, pasti anaknya tertekan punya bapak macam ini." Jingga menggeleng tidak habis pikir, kenapa ada orangtua yang memanggil anaknya dengan nama 'Kecebong'?

"Jingga! Ayo berangkat!" seru seorang lelaki berusia matang di dalam mobil, itu Ayah Jingga yang siap mengantarkan anak bungsunya masuk sekolah.

Jingga menoleh mendapati Ayahnya di halam rumah. "Ay ay Captain!"

Gadis itu berlari meninggalkan Tenggara yang masih mematung. Rambut panjangnya seolah menari karena angin, rok sekolahnya yang pendek tersibak karena loncatan kecil yang dilakukan.

Tenggara masih menatap mobil putih yang baru saja melesat sampai suara perempuan dari arah belakang membuyarkan lamunanya.

"Tenggara? Kok belum berangkat?" suara perempuan yang baru keluar dari dalam rumah dengan membawa botol susu ditangannya.

Tenggara menoleh. "Kan tadi disuruh jaga kecebong dulu."

"Kebiasaan kamu, kalau manggil yang bener dong!" geram perempuan itu, satu pukulan dilengan berhasil didaratkan dengan mulus membuat sang empu tersentak. "Yaudah sana berangkat," lanjutnya.

૮₍´˶• . • ⑅ ₎ა

Hari ini tepat kenaikan kelas, seperti Tenggara dan Jingga yang baru masuk kelas Sepuluh. 

SMA Galaxyandra yang berada di pusat kota Jakarta membuat diminati banyak orang, selain terkenal kemewahannya namun juga terkenal banyak anak pejabat, pengusaha maupun orang tersohor lainnya yang menyekolahkan anak kesayangan mereka di sini. Ada Beasiswa yang diberikan bagi anak pintar namun kurang mampu sehingga untuk kalangan bawah masih bisa menempuh pendidikan di sini.

Salah satu kelas dengan papan bertulis IPA X - 2 terdengar lebih riuh dibanding kelas lainnya. Guru bermata empat dengan perut buncit yang ada di dalamnya mencoba menenangkan.

A Glimpse Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang