Pak Galang memijit kepalanya yang mulai berdenyut nyeri, ia pusing menghadapi anak murid yang baru ia ajar dua hari ini.
Hari ini seharusnya semua anak kelas membawa barang seperti anak Ospek pada umunya, entah itu topi atau papan nama dikalungkan. Tapi nyatanya kelas sepuluh kali ini berbeda, semua datang dengan tangan kosong.
"Jadi kalian nggak bawa apa - apa?" Pak Galang menatap bergantian anak kelasnya.
"Bawa, Pak!" seru mereka bersamaan.
Pak Galang menyipitkan matanya. "Bawa apa? Coba sebutkan satu satu."
Seorang anak perempuan dengan rambut kuncir kuda mengangkat tangan. "Saya bawa diri, Pak!" Agipta namanya, ia cukup mempunyai nyali besar untuk memulai berbicara daripada teman lainnya.
Pak Galang mendecak, "Iya kamu kalau nggak bawa diri nanti kayak Kuyang!" Perkataannya sontak mendapat gelak tawa dari teman sekelasnya. "Nah, kamu Jin bawa apa?" Pertanyaan yang dilemparkannya lantas mendapat reaksi kaget oleh Aljinan yang sedang terbahak sampai memegangi perut. Humor dia memang sangat rendah.
"Saya bawa gombalan, Pak!" Ia menyisir rambut hitam pekatnya kebelakang dengan jari. "yang pasti bukan dari google justru google yang niru saya."
Pak Galang menghela nafas pasrah ia malas menanggapi manusia absurd satu ini, lantas ia mengajukan pertanyaan lain kepada lelaki dibelakang Aljinan. "Jay, bawa apa?"
"Bawa dosa." jawabnya singkat.
"buat apa?"
"Bagiin ke Bapak sama anak lain."Brakk
Satu pukulan keras dimeja sukses membuaat suasan menjadi tegang.
"Kalian bercanda? Kalian main - main sama Bapak?" Pak Galang benar marah mendapat kenyataan bahwa anak muridnya seperti ini. "Baru kelas sepuluh udah kayak gini, gimana nanti kalau jadi senior?"
Pak Galang berdiri dari duduknya, tatapan nyalang darinya membuat anak - anak tak berani menatapnya.
"Bisa hormati Guru nggak?"
"Bisa, Pak," sahut seisi kelas. Mereka benar mendengarkan, mereka juga pasrah jika akan dimarahi atau dihukum. Mereka tau mereka salah dan akan menerima konsekuensi.
"Guru itu jasanya besar! seperti orangtua kedua kalian. Kalau kalian berani sama Guru berarti kalau berani juga sama orangtua kalian?!" nasehatnya. "Sekarang juga kalian semua keluar dan bersihkan lingkungan sekolah kecuali ketua kelas dan wakil."
Tanpa waktu lama semua melaksanakan perintah Pak Galang, anak kelas sepuluh berhamburan keluar yang langsung mencari alat bersih - bersih entah itu sapu atau pengki.
Sementara didalam kelas ini hanya tersisa Tenggara dan Jingga.
"Bilang apa kalian sama Bapak?" tanya sang wali kelas, ia bersedekap dada.
"Minta maaf, Pak," kata keduanya berbarengan.
ㅤ૮₍´˶• . • ⑅ ₎ა
"Buset! ini Perpus apa gudang sih?"
"Udahlah, kerjain aja biar cepet selesai."
"Sebanyak ini cuma berdua? Encok gue!"
"Remaja jompo!"
"Cih!"Jingga menggerutu lain dengan Tenggara yang pasrah begitu saja. Mereka berdua diperintahkan untuk membersihkan ruangan Perpustakaan yang sudah lama tidak terpakai. Tapi masih ada banyak buku dan rak buku yang berdiri kokoh.
Dengan menggunakan sapu dan kain lap, mereka membersihkan dengan telaten meski tak jarang Jingga masih mengumpat.
Debu - debu halus berterbangan, sarang laba - laba mereka bersihkan. Ruangan besar ini sangat sayang jika dibiarkan kosong, entah mengapa pihak sekolah memindahkan Perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Glimpse Of Us
Teen FictionDekripsi menyusul, kalau penasaran langsung baca saja.