"Bisa main nggak sih lo? Kebiasaan main bola bekel ni bocah kayaknya," cicit Aljinan seraya mengusap keringat pada dahinya yang menganak sungai.
Saat ini adalah kelas olahraga, jam yang banyak disukai oleh para murid cowok. Guru akan memberikan jam praktik langsung seperti apa dalam materi. Para murid cewek tidak luput juga akan hal ini, namun hanya sebentar mungkin karena kebanyakan dari mereka malas atau tidak mau berkeringat berlebihan.
Permainan bola basket yang harusnya berjalan lancar malah tidak sesuai ekspetasi, kedua tim sering beradu argumen saling melempar umpatan atau cacian membuat satu sama lain tersulut emosi. Kesalahan ini bukan diawali oleh tim Tenggara dan teman - temannya, melainkan ulah sengaja dari Elang. Mereka masih satu kelas, akan tetapi sangat jarang terlihat keduanya bertegur sapa, terutama Elang dan Tenggara.
Tidak ada peleraian karena guru olahraga sudah meninggalkan lapangan setelah memberi arahan, hal ini bukan semata lepas tanggung jawab atau makan gaji buta seorang guru. Para murid cewek yang menyaksikan dari pinggir lapangan sangat bising, bersorak meneriaki nama Tenggara dan Elang. Mereka adalah fans dari keduanya.
"Males banget gue kalau kayak gini." Tenggara melempar bola di tangannya kearah Elang dengan kasar membuat Elang terkesiap.
Tenggara berlalu meninggalkan Elang diikuti oleh ke tiga teman karibnya. Cewek yang setia di pinggir lapangan berebut memberikan sebotol air putih dalam berbagai bentuk dan warna mencolok, berharap Dewi Fortuna berpihak agar apa yang ada di tangannya diterima oleh Tenggara atau salahsatu teman Tenggara.
Jingga dan Agipta yang duduk tak jauh dari lapangan hanya menatap heran, ketampanan teman sekelasnya itu sangat membuat keributan. Sosok Tenggara malah mendekat ke arah Jingga dan Agipta membuat cewek itu saling menatap sekilas.
"Jingga," panggil Tenggara. Ia tidak ikut duduk, badannya yang tinggi menghalangi sinar matahari yang panasnya nyaris sempurna apalagi belakangan ini kota Jakarta suhunya kian meningkat.
Jingga mendongak untuk menatap wajah Tenggara yang telah dipenuhi oleh keringat menambah ketampanan tersendiri di mata Jingga. "Apaan?"
"Haus!"
"Iya, terus?" Jingga sebal kenapa tetangganya ini tidak mengatakan secara langsung tujuannya agar dirinya tidak harus menebak isi pikiran di kepalanya.
"Mau minuman, dari lo." Tenggara menampilkan cengiran kuda khas miliknya membuat deretan gigi putih gading itu terlihat.
"Fans lo banyak ngasih air, buat mandi aja udah bisa tuh! Ngapain minta gue?"
"Lo gitu amat sama gue?" Tenggara memasang wajah memelas berharap cewek di depannya iba melihatnya. "Nanti gue dehidrasi gimana? Pingsan nih gue pingsan!" Ia menutup sebelah matanya memperagakan seseorang yang tidak sadarkan diri.
Dengan cepat Jingga berdiri disusul agipta yang sedaritadi hanya menyimak bahkan kehadirannya seolah tak kasat mata. "Heh! Iya, bentar." Jingga menepuk bokongnya menangkis kotoran pada celana olahraga berwarna biru cerah itu kemudian ia berjalan menuju kelas untuk mengambil air putih yang setiap hari dibawanya. Elen selalu menyiapkan bekal dan juga air putih agar putri bungsunya tidak jajan sembarangan. Meskipun Jingga pasti akan ke kantin tetapi ia tetap tidak akan salah memilih pangan.
"Njir, fans gue banyak juga ternyata. Jadi ngeri." Matheo menatap gerombolah cewek dari kejauhan, gerombolan itu yang tadinya mendekat pada Matheo dengan bar - bar. "Nggak salah sih soalnya muka gue imut, ganteng kayak Oppa Korea itu Jeon Jungkook!" seru Matheo dengan bangga.
Mendengar biasnya disebut, Agipta yang seorang fangirl hanya memutar bola matanya dengan jengah. Sungguh, Matheo itu jauh dari kemiripan itu, di mata Agipta yang paling tampan di dunia ini hanya Jeon Jungkook sang maknae dari BTS!
KAMU SEDANG MEMBACA
A Glimpse Of Us
Ficção AdolescenteDekripsi menyusul, kalau penasaran langsung baca saja.