26. Prioritas

8.4K 345 2
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Dugaan Adhisty salah. Saddam menepati janji nya untuk berjalan-jalan berkeliling kota, tapi sebelum itu mereka bertiga menyempatkan diri untuk datang ke salah satu rumah sakit yang ada di pusat kota. Cukup lama untuk mengantri hingga nama Adhisty di panggil untuk memasuki ruangan dengan nuansa serba putih itu.

“Usia kandungan nya sudah memasuki delapan minggu. Untuk sekarang janin belum bisa terlihat ya Bu tapi kalo sudah memasuki minggu ke empat belas, mungkin sudah bisa terlihat jelas,” jelas dokter dengan nametag Elisa.

“Ada pantangan yang harus istri saya lakuin, dok?” tanya Saddam.

“Tidak ada Pak, tapi saran saya jangan sampai istri nya lelah atau banyak pikiran, itu bisa aja berakibat sama janin nya. Kalo bisa di buat bahagia terus ya Pak.”

”Maaf dok, tapi untuk melakukan hubungan suami istri.. itu boleh?” tanya Saddam lagi dengan berhati-hati. Masalahnya, Raka sedang berada di pangkuan nya, dan untung nya anak itu tertidur sedari perjalanan tadi.

Adhisty merasa malu bukan main saat Saddam melontarkan pertanyaan seperti itu. Gila.

“Tidak masalah, tapi jangan sering-sering dulu ya Pak, harus di tahan karena masih rawan kalo usia kandungan nya segini.” Dokter Elisa tersenyum menanggapi nya. Sudah banyak pasangan suami istri yang bertanya hal serupa, jadi itu sudah hal biasa bagi nya.

“Kalo buat vitamin ada kan dok?” kali ini Adhisty yang bertanya. Ia butuh vitamin itu agar tidak cepat lelah apalagi sehabis pulang dari sini, ia kembali berkuliah.

“Ada Ibu. Sebentar saya buatkan resep nya.”

Saddam dan Adhisty mengangguk menunggu dokter Elisa menuliskan beberapa resep obat dan vitamin untuk Adhisty konsumsi.

“Ini Bu, Pak, silahkan tebus di Apotek.” Dokter Elisa memberikan secarik kertas berisikan nama obat dan vitamin yang harus di tebus.

“Makasih dok, kalo gitu kami permisi.”

Mereka bertiga pun keluar dari ruangan dan berjalan kearah parkiran mobil.

“Sini biar Raka aku yang pangku, Mas tebus obat dulu aja.” Adhisty hendak mengambil alih menggendong Raka.

“Gak usah, bahaya Adhis. Biar di tidurin di belakang aja. Kamu tolong bukain pintu.”

Adhisty menurut, ia membuka 'kan pintu belakang mobil dan Saddam mulai merebahkan Raka dengan perlahan agar tidak membangunkan anak nya itu. Ia menarik sandaran kursi agar lurus seperti tempat tidur dan meletakkan beberapa bantal kecil di pinggiran kursi agar Raka tidak terjatuh.

MARRIED WITH MR.DUDA ( SEGERA TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang