Setelah mendapat kabar bahwa Adthia harus kembali ke klub di pagi hari, mau tidak mau saat ini ia harus ke kamar Bunda dan Ayahnya supaya besok tidak terlalu mendadak ia memberitahunya.
"Bunda, ini Adthia, maaf ganggu." Ucap Fathia bersamaan dengan tangannya yang mengetuk pintu kamar orangtuanya.
Setelah beberapa kali Adthia mengetuk pintu yang ada di hadapannya, akhirnya ada tanda-tanda pintu itu dibuka.
"Ada apa Thalia? Itu Ayah udah tidur kalau ke ganggu terus kebangun gimana?"
Ada sedikit rasa bersalah di hati Adthia mendengar ucapan bundanya, juga ekspresi wajah bundanya yang menahan kantuk, tapi mau bagaimana lagi, daripada nanti pagi keluarganya kelimpungan siap-siap karena kabar mendadak, lebih baik bundanya tahu.
"Tadi coach Thalia telpon, katanya jam 9 pagi Thalia harus udah di sana karena ada yang mau dibicarakan, jadi daripada besok siap-siapnya terlalu dadakan, Thalia kasih tahu bunda sekarang jadinya. Maaf ya Thalia ganggu waktu tidur bunda."
"Oh iya, nanti bunda siapin dan kasih tahu ayah. Packing kamu udah selesai 'kan?"
"Udah bunda."
"Ada yang mau diomongin lagi? Kalau enggak balik lagi ke kamar kamu, bunda ngantuk mau tidur."
Adthia menganggukan kepalanya mendengar perintah dari bundanya, kemudian segera melangkah pergi menuju kamarnya yang memang letaknya tidak jauh dari kamar orangtuanya.
Baru saja tubuhnya ia dudukan di kasurnya, tetapi pikirannya sudah overthinking duluan. Memangnya apa yang harus dibicarakan pelatihnya sampai harus mengambil waktu pagi dan pembahasannya diadakan di kantor klub, tidak boleh di telpon. Bilangnya memang kabar baik, tapi ia juga tidak tahu kabar baik yang pelatihnya maksud itu seperti apa. Ingin menge-chat teman-temannya yang satu asrama, takutnya mereka tidak tahu perihal kabar yang akan pelatihnya sampaikan.
***
"Maaf Thalia kembali ke asramanya lebih awal, Yah."
"Tidak apa-apa."
Bukannya kembali melontarkan kalimat, Adthia malah semakin menyandarkan tubuhnya semakin mengikis jaraknya dengan sang Ayah. Kapan lagi ia bisa bermanja-manja seperti ini kepada Ayahnya.
Adthia menggenggam tangan ayahnya dengan erat lalu mencium punggung tangan ayahnya untuk beberapa saat.
"Ayah harus jaga kesehatan, nurut sama bunda kalau makan. Ayahnya atlet harus sehat dong. Jangan lupa check up ke dokter juga."
"Iya Thalia bawel."
"Ih ayah aku gak bawel, cuman mengingatkan takut Ayah lupa."
"Bunda ada di sini kayaknya cuman jadi nyamuknya kamu sama Adnan deh."
"Kebiasaan deh Bunda nyebut nama ayah kayak gitu. Ya gak papa Bunda jadi nyamuk sekarang, ke depannya aku 'kan gak di rumah, tentu aja bunda yang kuasain Ayah nantinya."
Adthia sedikit meringis saat telinga kanannya di jewer bundanya.
"Fathia, jangan seperti itu."
Fathia tidak menggubris ucapan Adnan, ia tetap jail menjewer telinga anaknya.
"Tuh ayah kamu juga panggil nama bunda, gak kamu protes? Dasar anak ayah."
"Iya..iya bunda, maaf."
***
"Pihak pusat nilai penampilan kamu di turnamen kemarin, mereka mengajak kamu untuk magang di sana selama empat bulan, kalau memang progres kamu ke depannya bagus, kamu bisa jadi atlet tetap di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Adthia.
ChickLit[Spin off Dia, Adnan]. Jika ditanya mengapa pada akhirnya Adthia memilih menekuni bulutangkis, maka ia akan menjawab bahwa ia mencintai olahraga itu dari pertama kali ia melihatnya di televisi, meskipun jatuh bangun ia mempertahankan performa permai...