13.

162 16 3
                                    

"Kak pulang dulu gih, kamu butuh istirahat. Besok sore 'kan harus udah ke asrama lagi."

"Aku masih kangen sama ayah." jawab Thalia sembari melirik sekilas bundanya. Kemudian ia kembali memfokuskan pandangannya ke arah sang ayah yang berada di dekatnya.

Posisi Thalia saat ini berada di samping Adnan, ikut merebahkan dirinya menemani sang ayah dengan posisi menyamping.

Fathia hanya menggelengkan kepalanya lelah melihat putri sulungnya itu sangat susah untuk diberi tahu. Sedari tadi ia sudah berulang kali untuk mengingatkan, tetapi sampai detik ini ucapannya tidak dihiraukan Thalia. Ia memilih mendudukan tubuhnya di sofa yang tak jauh dari ranjang pasien.

"Thalia pulang dulu ya. Doain ayah cepet sembuh."

Thalia menganggukan kepalanya, lalu mengusap lengan atas ayahnya dengan lembut, "Thalia pasti selalu berdoa buat ayah sama bunda supaya sehat selalu dan panjang umur, biar bisa lihat Thalia bawa medali kejuaraan dunia, olympic, All England dan lainnya."

"Aamiin. Kalau kakak nanti udah di Asrama, jangan banyak pikiran, fokus sama tujuan dan latihannya. Kakak harus pegang motivasi kakak kenapa ada di sana. Insyaallah dua tiga hari lagi juga ayah pulang, gak perlu ada hal yang dikhawatirin."

Thalia kembali melirik bundanya, "Iya, Bun. Tapi bunda kabarin aku terus ya, jangan kayak kemarin tiba-tiba ngilang."

"Iya, pasti. Kemarin tuh lupa ngabarin karena lagi hectic."

Setelah mendengar jawaban dari bundanya, Thalia langsung mengecupi wajah ayahnya sepuas mungkin. Kemudian memeluknya erat, lalu mencium punggung tangan kanan ayahnya.

"Ayah cepet sehat ya, semoga besok udah bisa pulang, ya. Thalia pamit pulang dulu."

***

"Gak istirahat di rumah aja kak? Di sini berisik tahu, lagi banyak orang."

Thalia baru saja mendudukan tubuhnya di ruang makan, langsung menoleh ke arah sang Oma yang baru saja mengeluarkan suaranya dan sedang terduduk di sofa ruang keluarga.

"Gak mau, sepi kalau di rumah cuman sama bi Tati. Udah biasa di asrama rame." jawab Thalia, lalu setelahnya ia memilih memainkan ponselnya.

"Cerita-cerita dong keseharian jadi atlet badminton,"

Thalia yang tengah fokus memainkan game candy crush, dibuat menoleh saat suara berat terdengar begitu dekat dari posisinya.

Saat meluruskan posisi lehernya dan pandangannya, ternyata di sebrang meja makan sudah ada Omnya, Andi.

Sebelum mengeluarkan suaranya, Thalia tersenyum canggung.
"Eh, om. Ya basic aja keseharian jadi atlet badminton mah. Pagi siang sore sampai malem latihan aja terus." Jawab Thalia seadanya. Ia juga sejujurnya bingung harus menjelaskan seperti apa, saat tiba-tiba saja diminta bercerita kegiatan menjadi atlet badminton. Lagi pula ia merasa canggung untuk harus menjelaskan secara panjang lebar kepada Andi yang jarang sekali bertemu dan tidak begitu memiliki intensitas kedekatan dengannya.

"Iya om tahu. Om pengen tahu aja gimana kamu ngejalanin keseharian yang monoton begitu, gak gampang 'kan pasti ngatasin bosen sama jenuhnya,"

Ingin rasanya Thalia langsung berlari menjauhi Omnya tersebut. Tentu saja ia merasa tak nyaman. Dari dulu mana pernah Andi bertanya-tanya entah tentang hal sepele, basa-basi, atau pun berbicara serius kepadanya. Saat bertemu pun hanya sekedar bersalaman, tak pernah ada interaksi lebih.

Setelah mengantarnya ke rumah sakit kemarin, entah kenapa setiap ada kesempatan, Andi selalu mengajaknya mengobrol, padahal Thalia sudah mencoba menunjukan rasa ketidak-nyamanannya, tetapi entahlah seperti tidak peka Omnya yang satu itu.

"Ya dikuat-kuatin aja om, meskipun jenuh dan bosen. Dari awal 'kan tahu kalau jadi atlet ya kehidupannya begitu-begitu aja."

"Yaudah deh kalau kamu gak mau cerita panjang. Om punya cerita nih. Ada adik kakak yang suka sama satu wanita yang sama. Si kakak ternyata yang bisa dapetin hati wanita itu. Akhirnya sang kakak sama si wanita itu pacaran dan hubungannya langgeng. Tapi mereka khilaf dan si wanitanya sampai hamil. Terus--"

"Aku gak suka cerita romance, om. Novel romance tulisan bunda pun, gak pernah ku baca. Aku mau ke kamar dulu deh, mau nelpon ayahku. Lagi pula kita gak pernah sedeket itu untuk cerita satu sama lain." Akhirnya, Thalia lebih memilih mengeluarkan keresahannya, dengan memotong ucapan Andi yang sedang bercerita tidak jelas.

Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja Andi membahas adik kakak rebutan wanita, jaka sembung alias tidak nyambung. Kalau saja Andi bukan Omnya, Thalia mungkin akan lebih kasar menghentikan perbincangan tersebut.

Thalia merasa, kasar sekali Omnya memancing obrolan, lalu saat ia tak mau bercerita, Omnya langsung menceritakan cerita tidak jelas yang tidak mau ia dengar.

"Sebentar aja Thal, om butuh sudut pandangan kamu kalau udah selesai cerita,"

"Gak mau om, aku butuh istirahat. Besok harus balik asrama."

Tanpa menunggu Andi kembali menjawab ucapannya, Thalia lebih memilih meninggalkan ruang makan. Tentu saja ia sudah sangat tidak nyaman.

"Thal, tunggu sebentar. Om ceritainnya lebih singkat deh,"

"Kenapa kok kalian kejar-kejaran begitu?"

Thalia langsung menghampiri Omanya sesaat setelah pertanyaan terlontar dari bibir sang Oma.

"Om Andi gak jelas oma. Aku gak mau cerita, dia malah cerita gak jelas tentang adek kakak rebutan cewek."

"Yaudah, kamu ke kamar aja istirahat, kunci pintunya. Nanti oma marahin om Andi."

***

"Bun, besok berangkatnya sama keluarga Tyla aja lah, Om Andi jangan ikut."

"Kenapa emangnya kak? Kalila bilang mau ramean nganterin kamu. Oma, Opa, Andi, sama keluarga Kalila juga."

"Om Andi gak asik, bun. Aku juga gak pernah deket sama dia. Masa tadi dia minta cerita keseharian jadi atlet, eh pas aku gak mau cerita panjang, dia malah cerita gak jelas."

"Cerita gak jelas gimana kak emangnya? Gak usah dihirauin aja lah kak,"

"Masa tadi dia cerita tentang kakak adek rebutan cewek. Gak jelas banget basa-basinya."

"Kamu denger semua ceritanya, kak?"

"Enggak sih, aku langsung potong pas dia ceritain si ceweknya hamil. Gak jelas banget ceritanya. Aku risih, akhirnya gak mau lagi dengerin cerita dia."

Thalia merasa sedikit aneh saat melihat wajah serius bundanya langsung pudar saat ia menjelaskan bahwa ia tidak mendengar semua cerita Andi. Tapi ia mau tak ambil pusing, karena dirinya masih kesal dengan kejadian tadi.

Bayangkan saja, tidak pernah berinteraksi, hanya kebetulan memiliki hubungan sebagai Om dan keponakan. Jarang sekali bertemu, tiba-tiba harus dihadapkan dengan cerita tidak jelasnya? Apa tidak risih dan aneh mendengarnya? Ya itulah yang Thalia rasakan.

"Yaudah, nanti bunda omongin ke Kalila kalau kamu maunya dianter sama dia dan keluarganya aja. Semangat untuk persiapan pertandingan bulan depan, ya."

"Iya, makasih bunda. Btw, ayah bangun gak? Aku mau ngobrol dong, masih kangen."

Thalia langsung terkekeh saat wajah kesal sang bunda terpampang jelas di layar ponselnya. Ibu anak dua itu memang selalu berpura-pura kesal jika Thalia sudah menanyakan ayahnya.

"Anak ayah dasar. Jangan kelamaan tapi ya kak, sebentar lagi ayah harus tidur."

Sebelum mengeluarkan suaranya, Thalia melebarkan senyumnya saat wajah sang Ayah sudah terpampang di layar ponselnya.

"Ayaaaah! Thalia besok pamit ke asrama, ya. Doain semoga lancar diperjalanannya. Semoga ayah juga cepet sembuh dan secepatnya keluar dari rumah sakit, aamiin."

"Pasti, tanpa perlu diminta ayah selalu doain Thalia. Sehat-sehat ya, jangan lupa nanti telpon ayah terus."


Bersambung

Selesai ditulis Jum'at, 15 Desember 2023.

Ya Allah ini nulisnya sambil dag dig dug karena nonton fajar rian:" kalah, tapi gak papa mainnya keren🔥

(Baru inget nulis part ini tapi belum ke up, kirain udh😅)

Dia, Adthia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang