Adthia mencoba tersenyum saat namanya dan Arabella dipanggil untuk segera memasuki lapangan. Gugup, semangat, takut bercampur aduk di hatinya. Hal yang wajar, tetapi ia harus bisa mengubah semua perasaan itu menjadi hal positif yang bisa menunjang permainannya nanti.
Hari ini, 18 Januari di ajang Thailand Master menjadi hari debutnya bersama Arabella di ajang internasional. Sebenarnya memang bukan pertama kali Adthia bermain di luar negeri, hanya saja sebelum-sebelumnya ia bermain di kelas junior, sedangkan hari ini pertama kalinya ia bermain di kelas senior.
"Siap ya Thi, rileks aja, senyum, yakin kita bisa, ya."
Adthia menganggukan kepalanya dengan semangat kemudian tersenyum, setelahnya ia menyusul Arabella yang sudah berdampingan dengan umpire dan pemain lawan.
Setelah bersalaman, coin toss pun dilakukan untuk menentukan pemain mana yang memilih sisi lapangan atau serve/receive bola duluan. Kemudian mereka dipersilahkan untuk melakukan pemanasan kurang lebih sekitar dua menit, sebelum akhirnya umpire mengatakan bahwa pertandingan akan segera dimulai.
Adthia berlari kecil ke arah umpire lain untuk memasuki lapangan dan melakukan tos dengan Arabella.
"Bismillah ya kak."
***
"Match won by Arabella Nadiva/Thalia Nashira Adthia Indonesia. Twenty one sixteen, twenty one eightteen."
"Makasih udah mau berjuang bersama Thia, semoga besok kita bisa keluarin hasil yang lebih maksimal lagi."
Adthia menganggukan kepalanya saat mendengar bisikan suara Arabella dari samping kanannya.
"Makasih juga ya kak." Jawabnya sembari terus melangkah mengikuti langkah Arabella, keluar dari lapangan.
Meskipun hari ini baru babak pertama, tapi Adthia bersyukur bisa menyelesaikan pertandingan ini dengan kondisi yang baik dan tanpa cedera.
Di tengah langkahnya, Adthia langsung menoleh saat merasa pundaknya ditepuk secara pelan, lalu ia tersenyum saat tahu siapa yang menepuk pundaknya, yaitu sang pelatih.
"Mainnya udah bagus tadi, cuman kamu masih agak keliatan bingung dan gugup, padahal pas dipasangin di latihan kelihatannya udah padu loh. Kenapa?"
Sebelum menjawab, Adthia mendudukan tubuhnya terlebih dahulu di kursi panjang yang berada di ruang pemanasan atlet, disusul oleh Arabella dan pelatihnya. Tangannya bergerak cepat mengambil handuk kecil di tas raketnya.
"Aku juga gak tahu kenapa aku jadi kayak gitu pas main, coach. Tiba-tiba aja nervous, apalagi pas beberapa kali hampir rebutan bola sama kak bella. Kurang fokus dan terlalu mikirin kesalahan sendiri, sama takut mainnya gak maksimal, ternyata malah terlihat menghambat juga."
"Untuk babak pertama masih diterima alasannya. Untuk babak selanjutnya, kamu harus fokus dan kontrol pikirannya supaya gak mengganggu. Main lepas aja, tekadin buat satu poin demi satu poin aja dulu, jangan langsung pikirin menang kalahnya."
Setelah menyimak ucapan pelatihnya, Adthia langsung menganggukan kepalanya. Setelahnya, ia langsung menundukan kepalanya, mencoba memutar-mutar ucapan sang pelatih di pikirannya, supaya kesalahannya di hari ini tidak terulang kembali.
***
"Maaf ya kak kalau hari ini mainnya lebih capek karena cover beberapa bola yang harusnya aku yang ambil. Kalau kakak ngerasa posisiku salah atau strategi yang ku terapkan di pertandingan salah, langsung tegur aja ya kak."
Arabella yang tengah memainkan ponselnya, langsung menoleh ke samping kirinya, di mana Adthia sedang terduduk di sisi kasur yang sedang ditempatinya. Yap, mereka satu kamar dan satu tempat tidur di pertandingan kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Adthia.
Chick-Lit[Spin off Dia, Adnan]. Jika ditanya mengapa pada akhirnya Adthia memilih menekuni bulutangkis, maka ia akan menjawab bahwa ia mencintai olahraga itu dari pertama kali ia melihatnya di televisi, meskipun jatuh bangun ia mempertahankan performa permai...