6.

200 24 2
                                    

"Bunda, hari ini ada badminton tidak?"

Fathia yang sedang asik memotong buah-buahan untuk cemilan putrinya dan juga suaminya, langsung menghentikan kegiatannya sejenak dan mengalihkan pandangannya ke arah ruang keluarga, di mana putrinya berada.

Di sana, Thalia dengan rambut yang sudah terkuncir rapih dihiasi jepitan cantik di salah satu kuncirannya, sedang memegang remot televisi. Ia sebenarnya tidak tahu menahu bagaimana cara menyalakan televisi, tetapi ia pernah melihat Bundanya dan Bi Tati pernah menggunakan benda yang dipegangnya itu.

"Sebentar sayang, Bunda selesaikan ini dulu, ya."

Fathia pun membereskan kegiatannya memotong buah, membaginya ke dua wadah dengan ukuran yang berbeda, wadah kecil tentu saja untuk putrinya dan wadah yang agak besar untuk suaminya yang tentu saja sudah sangat sibuk di ruang lukisnya.

Sebelum menghampiri putrinya, Fathia memilih berjalan menuju ruang lukis Adnan, untuk mengantarkan buahnya.

"Adnan, ini buahnya. Boleh dibuka pintunya?"

"Simpan."

Fathia tak ingin ambil pusing, ia pun menyimpannya di meja makan, kemudian mulai menghampiri Thalia.

"Dimakan dulu sayang buahnya."

"Thalia mau menonton badminton bunda."

"Iya bunda carikan, tapi dimakan dulu ya buahnya."

Fathia mulai menyalakan televisi, mencari channel olahraga yang mungkin menayangkan pertandingan badminton.

"Thalia tahu badminton dari mana?" Tanya Fathia agak bingung, karena putrinya baru berusia lima tahun, ia juga tidak pernah menonton badminton bersama putrinya, tetapi ia sedikit kaget hari ini putrinya bisa meminta untuk dicarikan pertandingan badminton.

"Dari Tyna. Badminton seru ya bunda."

Fathia melirik putrinya, kemudian memperhatikan ekspresi wajah putrinya yang terlihat sangat menunggu ketika beberapa kali ia memindahkan channel tv dan belum menemukan pertandingan badminton.

"Nah itu badminton."

Fathia sedikit kaget mendengar suara Thalia yang bersemangat, ia langsung menghentikan kegiatannya memindah-mindahkan channel tv.

"Thalia."

Fathia hanya bisa tersenyum saat melihat Adnan terduduk di sebelah Thalia, dan Thalia langsung memeluk Adnan dan kemudian membalikan tubuhnya untuk kembali melihat badminton, tetapi Thalia terduduk di pangkuan Adnan. Terlihat Adnan beberapa kali menciumi puncak kepala Thalia, dan Thalia tak menanggapi hanya fokus pada tontonnya tetapi tidak menolak sedikit pun. Setiap hari ya seperti itulah tontonan Fathia, Thalia yang bermanja-manja kepada Adnan, dan Adnan yang tak segan untuk memanjakan Thalia, padahal sejauh ini Adnan masih saja kaku kepada dirinya. Meskipun setiap hari ia melihat interaksi Thalia dan Adnan seperti itu, ia tidak pernah merasa bosan untuk menyempatkan melihat interaksi mereka, karena sejauh ini interaksi mereka selalu membuat hatinya menghangat dan senyumnya merekah. Hal yang selalu ia syukuri setiap harinya ketika melihat interaksi mereka berdua.

"Adnan buahnya sudah dimakan?"

"Belum."

Setelah mendengar jawaban singkat suaminya itu, Fathia langsung beranjak menjauh dari sisi mereka, kemudian mengambil wadah yang sudah terisi buah yang tadi ia simpan di meja makan.

"Mau Thalia suapi?" Tawar Thalia sesaat setelah Fathia meletakan wadah tersebut di meja yang tak jauh dari posisi mereka duduk.

Adnan mendekatkan bibirnya di dekat telinga putrinya untuk menjawab tawaran Thalia
"Boleh kalau Thalia mau."

Dia, Adthia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang