"Biasanya sabtu sore udah di rumah, sekarang sabtu minggu cuman video call aja. Bakalan kangen Kakak banget."Adthia yang mendengar tutur kata bundanya hanya bisa tertawa, karena Bundanya jarang sekali mengungkap perasaannya secara langsung. Berbeda dengan sang Ayah yang memang sering langsung mengungkapkan perasaan sayang dan rindu kepadanya. Ya ia tahu Bundanya juga teramat menyayanginya, tetapi tentu saja Bundanya lebih ke arah ibu-ibu yang bawel, sedikit memarahi tapi jarang sekali mengungkapkan rasa sayangnya secara langsung, kecuali saat ia terpuruk atau merasa ingin menyerah, baru Bundanya memberi semua ungkapan motivasi yang dapat membangkitkan semangatnya. Tentu saja kalau soal merangkai perkataan, Bunda jagonya.
"Kok malah ketawa bundanya ngomong kayak gitu?"
"Aneh tahu Bunda bilang kangen ke Thalia, biasanya cuman ayah yang telponin Thalia terus."
"Ye dasar! Lagi ngomong sama bunda pun pembahasannya tetep ayah. Gimana di sana, betah gak?"
Adthia terdiam sejenak, membayangkan semua yang sudah terjadi selama dua bulan ia tinggal di Pelatnas.
"Betah aja sih, Bun. Senior-senior di sini juga baik-baik banget, welcome banget sama junior dan pendatang baru. Makanan yang disediain juga enak. Tapi tetep aja masih ngerasa homesick, kangen masakan bunda, cerita sama ayah. Sama latihan fisiknya sedikit lebih berat di sini daripada di klub, tapi untungnya Thalia masih bisa ngimbangin karena pelatih juga ngejar target kenapa ngasih program latihan lumayan berat."Adthia bersyukur memiliki bunda seorang pendengar yang baik.
"Kamu masuknya ke Junior atau Pratama?"
"Masuknya ke pratama. Kata pelatih Thalia ada rencana mau dipasangin sama pemain lainnya buat nanti bisa ikut turnamen, semoga semuanya lancar dan status Thalia bisa upgrade bukan lagi anak magang. Doain terus ya, Bun."
"Kalau doain pasti selalu. Semangat terus ya latihannya. Kalau memang butuh cerita kapanpun, telpon aja bunda, Insyaallah bakal ada terus buat Thalia. Ngeluh dan ngerasa lelah boleh, tapi harus inget terus ya mimpi sama tujuan kamu apa."
Adthia menganggukan kepalanya, kemudian menyunggingkan senyumnya ke arah layar laptop yang menampilkan wajah Bundanya.
"Ayah sama Naufal ke mana bun? Kok kayak sepi?"
"Ayah sama Naufal lagi di rumah Oma Opa, makannya bunda bisa leluasa video call kamu. Kalau ada Ayah pasti dia udah di sini, ya kamu tahu sendiri ayah gimana kalau liat kamu telpon atau video call."
Adthia terkekeh mendengar jawaban bundanya. Pantas saja Bundanya tidak mendapat gangguan dari Ayah dan Adiknya, ternyata mereka tidak ada di rumah.
Oh iya, Adthia belum mengenalkan adiknya ya? Naufal, lebih tepatnya Fadzan Naufal Arrasyid, adalah adik Thalia yang baru berusia 4 Tahun. Seperti namanya, Adthia yang merupakan nama gabungan dari kedua orangtuanya, nama Naufal pun sama. Kata Bunda, awalnya Naufal akan diberi nama Fadan tetapi karena Bundanya merasa ada sesuatu yang kurang, jadi ditambahlah huruf z di nama adiknya. Ya begitulah Bunda, teramat kreatif. Kalau Naufal memang nama dari ayah, sekaligus nama yang disering menjadi nama panggilan di keluarga, kalau Arrasyid mengambil nama akhir dari ayahnya.
"Sesekali kirimin video Naufal kalau lagi main dong, Bun. Gemes pengen peluk Naufal tapi jauh."
"Iya nanti dikirimin kalau bunda gak sibuk."
Adthia berdecak kesal "kapan sih bunda gak sibuknya, pasti sibuk terus lah. Pokoknya harus ada ya videoin gak mau tahu, biar di sini Thalia makin semangat juga nerima program latihannya."
"Bisa aja ngelesnya."
"Oh iya bun, alhamdulillah hampir semua senior ganda putri pada baik-baik banget. Mereka gak pelit ilmu untuk sharing teknik permainan yang mereka bisa dan Thalia masih awam. Thalia banyak terbantu sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Adthia.
Chick-Lit[Spin off Dia, Adnan]. Jika ditanya mengapa pada akhirnya Adthia memilih menekuni bulutangkis, maka ia akan menjawab bahwa ia mencintai olahraga itu dari pertama kali ia melihatnya di televisi, meskipun jatuh bangun ia mempertahankan performa permai...