11.

101 10 0
                                    

***

Latihan sesi ketiga baru saja selesai dilaksanakan.

Peluh keringat masih membanjiri badan para atlet bulutangkis. Beberapa pemain ada yang stay di lapangan mengobrol ria dengan atlet lain, sembari mengistirahatkan tubuh dan menunggu keringatnya tidak terlalu membanjiri tubuh. Dan ada beberapa pemain yang langsung bergegas meninggalkan lapangan.

Thalia, salah satu atlet yang memilih untuk stay di lapangan. Mengobrol dengan teman-teman dan seniornya.

Walaupun sebenarnya ia hanya mengulur waktu untuk menunggu kabar atau sekadar telepon dari keluarganya saja.

Beberapa menit lalu, setelah baru saja selesai berlatih, ia mencoba menelepon bundanya dan panggilannya tidak terangkat.

Mungkin bundanya sedang sibuk, jadi ia memilih untuk menunggu telepon masuk ke ponselnya.

"Thia, beneran gak mau ikut ke Dufan nih weekend ini?"

Thalia langsung mengalihkan pandangannya dari ponsel, ke arah suara yang memanggil namanya.

"Bukan gak mau sih kak, tapi memang ada acara yang cukup penting aja. Kapan-kapan kalau ada acara ke mana lagi deh insyaallah ikut."

Thalia sebenarnya ingin mengikuti kegiatan beberapa anak ganda putri yang akan bermain ke Dufan di hari minggu nanti. Apalagi, pertandingan internasional terdekat baru diadakan sekitar dua minggu lagi.

Karena jika sudah mendekati pertandingan, para atlet lebih memilih fokus berlatih dan perbanyak recovery di asrama, supaya fisiknya siap untuk menghadapi pertandingan.

Hanya saja Thalia sudah memiliki janji untuk menghadiri ulang tahun sepupunya yang masih kecil, anak kedua tantenya, Kalila.

Bagi keluarganya, entah dari keluarga sang bunda ataupun sang ayah, sebuah acara ulang tahun merupakan acara yang penting, karena sebagai acara untuk menjalin silaturahmi dan juga keluarga besarnya sangat jarang bertemu dengan Thalia. 

Setelahnya, Thalia tak banyak bicara, ia hanya fokus sebagai pendengar, mendengar cerita beberapa teman sekaligus kakak seniornya. Ia juga bingung jika ikut bercerita, ingin menceritakan apa, tidak ada yang spesial rasanya di hidup Thalia selain badminton dan keluarganya.

"Thia, kayaknya anak MS* ada yang suka sama kamu deh, dia sampai minta nomor kamu ke aku. Aku kenal sih sama dia, satu klub soalnya."

Thalia sedikit termenung, sejak kapan topik obrolannya berubah, dan malah berbalik ke arahnya.

"Kak Bella kasih? Aku sih gak papa kalau kakak mau kasih. Rasa suka ya hal yang wajar juga. Cuman emang belum kepikiran deket sama cowok." ujar Thalia sembari terkekeh malu.

Sepertinya, ini baru kali pertama ada yang menyukai Thalia dan langsung meminta nomornya.

"Oh boleh berarti? Yaudah nanti aku kasih ke dia ya. Sekadar kenalan aja boleh lah ya, Thi."

Thalia hanya menganggukan kepalanya, ia bingung harus merespon seperti apa lagi.

***

Setelah berlatih, beristirahat sebentar, lalu mandi, segar sekali rasanya, dan Thalia baru menyelesaikan kegiatan tersebut.

Setelah menyimpan handuk yang Thalia pakai untuk mengeringkan rambutnya, ia langsung bergegas mendekati ponselnya yang sedang di-charge.

Sejujurnya Thalia merasa aneh ponselnya masih bersih dari notif chat atau panggilan tak terjawab. Tidak biasanya.

Hampir setiap harinya, chat dari sang bunda atau ayahnya pasti sudah bertengger di ponselnya, ketika ia baru saja selesai mandi.

Tanpa babibu, ia langsung mencoba menelpon bundanya dan sang ayah, namun ternyata ponsel keduanya tidak aktif. Tidak seperti biasanya.

Dia, Adthia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang