Chapter 03 : Para Beban Kelas

249 40 88
                                    

"Mau setinggi apapun tembok yang jadi penghalang, gue bakalan tetep manjat walau sekedar buat liat lo tersenyum, Piyak."
Aldean Pradipta

Seperti biasa, memang mungkin para guru sudah muak dengan anak-anak XI IPS 2 yang suka berisik dan tidak menghargai guru di depan, jadinya para guru selalu tidak hadir untuk mengajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti biasa, memang mungkin para guru sudah muak dengan anak-anak XI IPS 2 yang suka berisik dan tidak menghargai guru di depan, jadinya para guru selalu tidak hadir untuk mengajar.

Dan bukannya menyadari kesalahan, Aldean, Abil, Alam, Fico, Ali, Tio, dan Hamdan, malah asyik memakan gorengan di belakang kelas sambil berberapa dari mereka bermain game online.

Namun, di balik kesenangan itu, ada seseorang yang merasa pusing dan stress dengan kelakuan teman-temannya. Masih pagi, sudah cari gara-gara. Padahal di depan kelas mereka terpasang sebuah CCTV. Beberapa murid juga malah ikut-ikutan keluar-masuk kelas, bulak-balik jajan ke kantin, termasuk Ziva yang sekarang tengah memakan cokelat batangan di samping Rachel.

Menjadi wakil KM itu sangatlah sulit, apalagi KM-nya sendiri akhlakless. Seharusnya Rachel tidak menerima tawaran Aldean untuk menjadi wakilnya waktu kelas sepuluh. Sekarang dia yang menderita.

Tidak ada yang mengerti bagaimana perasaan Rachel. Kadang, karena kelakuan mereka yang tidak bisa dimanusiakan, membuat Rachel yang kena feedback dari para guru.

Rachel memijat pangkal hidung. "Kayaknya gue harus pindah sekolah, deh."

"Apa lo bilang? Lo mau pindah sekolah?" teriak Ziva heboh yang berhasil mengalihkan atensi Aldean. Cowok itu langsung berlari ke bangku paling depan, menatap Rachel dengan panik.

"Apa? Piyak, lo mau pindah?" tanya Aldean dengan mulut yang penuh dengan makanan. "Pindah ke mana? Lo kok mau pindah, sih, Piyak? Jangan dong, nanti gue gangguin siapa?"

Rachel mengerutkan kening jijik. "Apaan sih, lo? Siapa juga yang mau pindah? Pergi sana! Jangan bikin gue tambah gak mood."

Aldean langsung mengusap dada dan menelan makanannya. "Syukurlah ... masih ada kesempatan."

"Tunggu," cegah Rachel yang langsung membuat Aldean membalikkan badan dengan cepat. "Anter gue ke ruang guru."

"Mau ngapain?"

"Mau nyusul Pak Ozan."

"Gak perlu! Biarin aja jamkos, Piyak."

"Nanti kalo ada kepala sekolah iseng lewat ke sini, denger kerecokan kelas ini, lo mau Bu Hinata diomelin lagi gara-gara ulah kita?"

"Udah jadi hak guru buat dateng ke sini atau enggak, mau ngajar atau enggak, mau ngasih tugas atau enggak," jawab Aldean acuh.

Rachel menghela napas besar. "Guru itu bisa muter balikin fakta, Al. Nanti kalo kita ditanya, 'kenapa gak disusul?' terus lo mau jawab apa?"

"Di sini siapa KM-nya?"

"Pemimpin itu harus bertanggung jawab, menjalankan tugasnya dengan baik. Jangan mentang-mentang lo KM bisa seenaknya. Emang lo mau temen-temen lo pada sesat?" Rachel mulai ngegas, terlihat keningnya berkerut. "Lagian, di sini gue wakil KM, jadi gue juga punya hak ngambil keputusan buat kelas ini."

✔. ₊ The Piyak AddictTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang