Chapter 28 : Martabak dan Permintaan Maaf

74 8 8
                                    

Rachel merasa tidak enak melihat Alam babak belur, hingga dia tidak punya pilihan selain mengobatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rachel merasa tidak enak melihat Alam babak belur, hingga dia tidak punya pilihan selain mengobatinya.

Kini, gadis itu berjalan di sepanjang koridor sambil mengedar pandangan. Rachel tidak tahu di mana keberadaan Aldean, tetapi Rachel berencana pergi roof top untuk mengeceknya. Dan benar saja, Aldean tengah mengayunkan kaki di ujung sana.

Dengan langkah pelan, Rachel berjalan menghampiri sang pacar. Terlihat ketidaknyamanan di wajah Aldean saat Rachel duduk di sampingnya.

Tak berniat untuk bersuara, Rachel ikut menatap awan-awan tebal yang terbang di udara. Helaan napas terdengar dari bibir Rachel. Cewek pendek itu merapatkan diri dengan Aldean, lalu merangkulnya.

"Yang indah itu langit, atau awannya?" tanya Rachel tersenyum menatap Aldean.

Aldean mendorong pelan Rachel agar melepaskan rangkulannya. Masih tak mengindahkan, cowok itu malah mengeluarkan sebatang rokok dan korek dari dalam saku celana, lalu mulai menyalakan rokok tersebut dan menyedotnya dengan nikmat.

"Al," panggil Rachel pelan. "Langit yang cerah itu bikin kita seneng, kan? Terus, gimana perasaan kamu kalo tiba-tiba langit itu mendung?"

Rachel menghela napas besar karena masih tak kunjung mendapatkan balasan. "Jangan ngambek lagi, dong, serem gitu muka gantengnya."

Aldean menoleh, menatap Rachel dengan datar. "Tujuan lo ke sini mau ngebujuk gue, atau jelasin semuanya?"

Rachel mengembuskan napas pasrah, dia tahu, dia benar-benar bersalah karena telah bertanya seperti itu kepada Alam.

Aldean membuang pandangan. Sudah dia duga, Rachel memang masih menyukai Alam. Aldean merasa sangat ceroboh, dan bodoh. Benar dugaannya, dia terlalu memaksakan Rachel.

Cup

Mata membola begitu hebat. Aldean menoleh dengan cepat, dapati wajah manis nan lucu milik Rachel yang berjarak beberapa centi darinya.

"Ini pasti cukup buat jelasin semuanya, kan, Al?"

Aldean meneguk ludah dengan susah payah setelah beberapa detik mematung hebat. Dia mengusap pipinya, dan menatap Rachel tidak percaya.

Rachel terkekeh singkat melihat ekspresi itu. "Maafin aku. Udahan marahnya, ya? Gak cocok banget soalnya."

"Alam gimana?" tanya Aldean setelah menetralkan detak jantungnya. Sebenarnya, dia merasa menyesal sudah memukul Alam begitu saja.

"Udah diobatin, kok."

***

Setelah pulang sekolah, Rachel langsung menggandeng tangan Aldean sampai ke parkiran. Bahkan, selama perjalanan pun, Rachel memeluk tangan Aldean dengan sangat erat. Jujur, hal itu membuat Aldean merasa senang, tetapi terkejut juga.

"Al," panggil Rachel di balik punggung besar Aldean. "Beli martabak dulu, kamu harus ketemu Papa."

Ah, benar. Aldean hampir melupakan itu. Lantas Aldean menepikan motor di pinggir jalan dekat pasar untuk membeli martabak. Karena sudah sore, langit pun mulai gelap, dan beberapa toko juga sudah menyalakan lampunya.

✔. ₊ The Piyak AddictTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang