Chapter 21 : Gagal Galau

72 8 5
                                    

Cewek yang Aldean sebut Piyak itu sudah menghela napas besar beberapa kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cewek yang Aldean sebut Piyak itu sudah menghela napas besar beberapa kali. Rachel tengah merenungi sesuatu yang membuatnya bingung. Jika Rachel merasa takut seperti sekarang, apakah itu berarti bahwa dirinya sudah benar-benar jatuh dan mengakui kekalahan?

Rachel sadar, dirinya terlalu sering menyangkal dan beralibi bahkan tak segan membuat orang lain sakit hati oleh sifat dan perkataannya.

"Aldean ... kenapa lo beda? Kenapa lo gak benci gue?" Rachel memejamkan mata sambil mengusap wajah kasar. "Kenapa lo bikin gue overthinking, huh? Emangnya lo siapa sampe punya hak bikin gue kayak gini?"

Rachel membuang napas besar dan menatap lurus ke papan tulis putih yang bersih. "Kalo seandainya gue bener-bener nerima lo, apa lo gak bakalan ninggalin gue, Al?"

Rachel terlalu takut untuk melangkah. Rachel takut jika Aldean akan merasa bosan setelah benar-benar mendapatkan hatinya, Rachel takut Aldean hanya sebatas penasaran saja.

Sekarang, bisa dibilang bahwa keduanya tengah mengikat hubungan. Walau katanya trial, tetapi itu berarti secara tidak langsung bahwa Rachel adalah milik Aldean, pun sebaliknya. Namun, apakah bisa disebut saling memiliki jika salah satunya belum secara penuh memberikan hati kepada sang kekasih?

Rachel menerima Aldean, tetapi belum sepenuhnya. Rachel hanya berperan sebagai penerima, tanpa berniat memberi timbal balik yang serupa.

"Ekhem!"

Rachel menoleh ke belakang, ada Aldean yang tengah menatapnya dengan mata berbinar.

"Lo?" pekik Rachel tidak percaya sambil menatap arloji biru mudanya. "Baru setengah tujuh, tumben dateng awal?"

Dengan santai, Aldean meregangkan otot-otot tangannya, kemudian merebahkan kepala di atas tangan yang dilipat di meja, dan menatap Rachel dari samping sambil tersenyum.

"Semalem gue gak bisa tidur, Piyak, tapi sekarang kayaknya bakalan bisa."

"Lo main game lagi? Udah gue bil—"

"NO!" Aldean menggeleng, kemudian menarik tangan kanan Rachel dan menyimpannya di atas kepalanya. "Saat ini gue butuh lo, Piyak."

Terlihat sekali wajah Aldean sedikit pucat, bahkan kantung matanya juga cukup hitam. Sempat mengira bermain game semalaman, tetapi ternyata tidak. Rachel dapati hal yang aneh dari cowok itu hari ini.

Rachel memeriksa suhu tubuh Aldean dengan punggung tangan kirinya, cukup panas. "Lo sakit, ya? Udah sarapan belum?"

Aldean menggeleng kecil sebagai jawaban, lalu menarik tangan kiri Rachel untuk dijadikan sebagai bantal. Sontak hal tersebut berhasil membuat Rachel terkejut setengah mati.

Aldean memang menyebalkan, namun setidaknya Rachel masih memiliki rasa peduli. Cewek itu mengeluarkan sebuah kotak makan kecil di dalam tasnya. "Makan dulu, gue mau minta obat ke UKS."

Aldean membuka mata perlahan sambil menggeleng dan cemberut layaknya bocah. "Mau disuapin."

Seketika tatapan Rachel berubah menjadi datar. Cewek itu menarik tangannya dengan kasar, membuat wajah Aldean terjeduk ke meja.

"Masa ada sakit modus, sih?" gerutu Rachel sambil membuang wajah malas.

Aldean mencebik sambil mengusap-usap pipinya. "Siapa juga yang modus? Gue gak ada tenaga, makanya minta disuapin!"

"Makan aja sendiri!" Rachel menggeser kasar kotak makannya pada Aldean. "Bisa modus gitu, nanti juga istirahat pasti langsung lari ke kantin."

***

"Chel, lo mau tau satu rahasia, gak?"

"Apaan?" tanya Rachel malas. Sebenarnya Rachel masih kesal karena Aldean yang pagi-pagi sudah modus. Dan sesuai ucapannya, sekarang si tiang itu tengah terbahak bersama The Oncom Gang di kantin pertama.

"Gue crush-in Abil."

Rachel tersedak. Buru-buru Ziva menyodorkan sebotol air yang sudah dibuka tutupnya. Pecinta Korea itu langsung menggaruk tengkuk tak gatal begitu dapati tatapan seribu pertanyaan dari sahabatnya.

Rachel membuang napas perlahan, kembali menetralkan detak jantungnya yang sempat tak karuan. "Kaget, gue ... tapi akhirnya lo berpaling juga ke cowok real life. Wajar aja, Abil dapet banget vibes cool boy-nya, selera lo cukup tinggi, Va, kewrewn."

Ziva tersenyum senang. Ziva menyukai Abil karena mempunyai aura ala-ala Korea. "Terus, gimana soal lo?"

"Gue?" Rachel menunjuk dirinya sendiri.

Ziva berdecak malas. "Soal lo sama Aldean."

Rachel meremas jari-jarinya. Haruskah Rachel berkata jujur kepada Ziva mengenai hubungan sesungguhnya dengan Aldean? Baiklah, mungkin Ziva memang harus tahu.

"Sebenernya gue ngajakin dia trial dulu."

"TRIAL?" pekik Ziva tidak percaya. "Lo bilang, trial? Setelah semua yang Aldean lakuin dan tunjukin, lo ngajakin dia buat trial?"

Rachel menghela napas. "Tapi gue belum bisa sepenuhnya percaya sama Aldean."

"Gak habis pikir gue ...." Ziva terkekeh tidak percaya. "Gue pengen marah, tapi gak punya hak. Gak papa kalo Aldean terima. Tapi jujur aja gue kecewa banget sama lo, Chel. Setega itu, lo?"

Rachel mengusap wajah gusar. "Gue sadar, gue udah keterlaluan. Tapi gue bingung, gue takut, Va."

Ziva menghela napas. "Gak ada yang perlu lo takutin. Lo cuma tinggal jalanin aja, tapi coba dengan sepenuh hati, biar lo gak terus-terusan mentok di tengah jalan gara-gara si wibu itu."

selamat untuk 1k readers-nya! semoga dengan bertambahnya readers, bertambah pula semangat aku buat naikin kualitas cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

selamat untuk 1k readers-nya! semoga dengan bertambahnya readers, bertambah pula semangat aku buat naikin kualitas cerita ini.

anw, bab kali ini dikit ygy :')

✔. ₊ The Piyak AddictTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang