Namanya Malvian Pradipta, biasa dipanggil Vian. Seorang remaja berusia 12 tahun. Dulu saat usianya menginjak 5 tahun dia bersama dengan kedua orangtuanya mengalami sebuah kecelakaan beruntun yang telah merenggut nyawa kedua Orangtuanya, bahkan dirinya sempat dinyatakan koma di rumah sakit selama kurang lebih 2 minggu, dan karena kuasa Tuhan-lah akhirnya dia masih dapat bertahan hidup hingga saat ini.
Vian hidup sebatang kara setelah kepergian kedua Orangtuanya, bahkan semua saudara dari pihak kedua Orangtuanya tidak ada yang ingin merawat Anak itu, mereka semua hanya mengincar harta peninggalan kedua Orangtuanya yang seharusnya menjadi milik Anak itu. Setelah mereka berhasil mengusai harta tersebut dengan teganya mereka semua membuang Vian yang saat itu masih berusia 5 tahun ke jalanan tanpa dibekali apapun.
Vian kecil saat itu menangis didekat tempat sampah sambil memunguti sisa makanan yang layak untuk dia makan agar bisa bertahan hidup.
Vian sebenarnya tidak tau apa yang sedang terjadi kepada dirinya, mengingat saat itu usianya masih terbilang sangatlah kecil. Tapi satu hal pasti yang dia tau adalah jika kedua Orangtuanya telah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya.
Vian bertahan hidup dijalanan sambil mengais sisa-sisa makanan ditempat sampah kurang lebih 5 hari, setelah itu dia mengalami sakit karena mungkin mengkonsumsi makanan yang tidak layak untuk dimakan karena sudah memungutnya dari tempat sampah. Saat itu Vian tergeletak tidak berdaya di depan ruko kosong sambil terus memeluk dirinya yang saat itu sedang mengalami demam tinggi. Hingga tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya yang sangat baik dan mengangkat tubuh ringkih Anak itu untuk segera dibawanya ke klinik kesehatan terdekat.
Setelah dinyatakan sembuh akhirnya Vian di bawa ke sebuah Panti asuhan karena memang Anak itu bercerita jika sudah tidak memiliki keluarga, dan wanita yang telah berkenan untuk menolongnya merupakan pemilik Panti asuhan tersebut.
Selama Vian hidup di Panti dia selalu merasa bahagia karena banyak orang yang selalu menyayanginya, sampai satu tahun kemudian tiba-tiba dia diangkat oleh sepasang Suami Istri dan membawa dirinya kesebuah rumah yang akan menjadi tempat tinggalnya mungkin hingga saat ini.
Selama tinggal bersama dengan kedua Orangtua barunya hidup Vian tidak pernah lagi merasakan kebahagian. Dia bahkan selalu diperlakukan kasar dan hanya dianggap sebagai pancingan oleh Orangtuanya agar cepat memiliki keturunan.
Tapi bertahun-tahun lamanya Orangtua barunya itu tidak pernah diberikan keturunan, hingga pertengkaran sering terjadi dirumahnya, dan bahkan tak ayal Vian selalu mendapatkan perlakukan kasar dari kedua Orangtuanya untuk menjadikannya bahan pelampiasan mereka.
Seperti sekarang ini, karena saat ini Vian sedang berada di balkon kamarnya, meringkuk dan memeluk erat lututnya karena merasa takut mendengar pertengkaran kedua Orangtuanya di lantai bawah.
"Kalo kamu gak sanggup sama aku, kita cerai!" Teriakan itu terdengar sangat keras yang Vian tau jika itu adalah suara Papanya.
"Oke kalo itu mau kamu, kita cerai!" Balasan dari sang Mama membuat Vian semakin erat memeluk lututnya, bahkan tubuh Anak itu terlihat bergetar karena saking takutnya.
"Kamu urus anak pungut kamu itu! Karena aku gak sudi untuk membawa dia." Ucap sang Suami dengan kesal, lalu pergi meninggalkan sang Istri yang juga sedang menggeram marah.
Prang
Prang"Akkhhh!"
Vian menangis ketika mendengar ucapan Papanya itu, dadanya selalu terasa sakit ketika kedua Orangtuanya menyebutnya dengan sebutan Anak pungut. Awalnya Vian tidak mengerti apa yang dimaksud dengan Anak pungut, hingga teman sekolahnya berkata jika Anak pungut adalah Anak yang diambil dari suatu tempat, dan bahkan temannya itu berkata jika dirinya merupakan Anak yang dipungut seperti sampah.
Vian semakin sakit jika mengingat itu, karena dirinya bukanlah Anak yang dipungut seperti sampah, dia dibawa sama Orangtuanya dari panti asuhan dan bukan dari tempat sampah.
Vian Menangis sambil menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya, "Kalo mereka gak mau ngasuh Vian, kenapa dulu mereka bawa Vian dari panti." Lirihnya pelan sambil menangis sesenggukan.
"Vian!" Panggilan itu membuat Vian tersentak dan dengan cepat dia menghapus kasar airmatanya, lalu bersikap seolah tidak terjadi sesuatu.
Brak.
Vian terkejut ketika pintu kamarnya dibuka paksa oleh sang Mama, dan Vian juga dapat melihat jika Mamanya itu sedang marah besar karena terlihat dari urat-urat lehernya yang tercetak jelas dan juga tatapan matanya yang sangat tajam sedang mengarah kepadanya.
"Sini kamu Vian!" Sang Mama langsung menarik paksa tangan Vian agar anak itu segera berdiri, lalu dengan tega menyeretnya dan kemudian melempar tubuh Vian ke depan pintu kamarnya.
"Ma.."
Sang Mama mengabaikan panggilan itu dan lebih memilih mengambil tas milik Vian dan membuka paksa lemari pakaian yang berada dikamar tersebut, lalu dengan cepat sang Mama mengeluarkan beberapa pakaian yang berada didalam lemari dan memasukkannya kedalam tas.
"Kamu pergi dari rumah ini!" Ucap sang Mama sambil melempar tas tersebut dan tepat mengenai wajah Vian.
"Ta-pi Ma." Ujar Anak itu sedikit terbata sambil menatap sendu wajah sang Mama.
"Gak ada tapi-tapian, ikut saya!" Dengan tanpa berperasaan sang Mama menarik tangan Vian agar berdiri lalu menyeret Anak itu berjalan menuju lantai bawah, "Keluar!" Bentaknya sambil mendorong tubuh Vian hingga tersungkur di atas tanah di depan rumahnya.
"Jangan pernah kamu menginjakkan kaki kamu lagi dirumah saya!" Setelah mengucapkan itu sang Mama menutup pintu dan meninggalkan Vian yang masih tidak bergeming di posisinya sambil menatap sendu pintu rumahnya yang sudah tertutup.
Perlahan air matanya dibiarkan terjatuh membasahi wajah tirusnya, "Apa salahnya Vian Ma?" lirihnya sambil menghapus kasar air matanya dan berusaha untuk menguatkan dirinya.
Setelah dirasa cukup tenang Vian berusaha untuk berdiri dan segera mengambil tasnya yang tergeletak tidak jauh dari posisinya. Setelah itu barulah Vian segera pergi meninggalkan rumah yang sudah memberikannya luka yang cukup mendalam.
"Vian sekarang harus kemana?" Gumamnya pelan sambil menunduk dan terus berjalan memandangi langkah kakinya.
Vian berjalan tak menentu arah, dia tidak punya tempat yang ingin dia dituju untuk sekarang ini, tapi tiba-tiba terlintas satu tempat yang sangat ingin dia kunjungi, yaitu Panti asuhan yang dulu pernah menjadi tempat singgahnya.
"Tapi Vian lupa Pantinya dimana." Gumam Anak itu sambil menunduk sedih.
Vian merupakan Anak yang polos dan lugu, dia tidak pernah bermain layaknya Anak yang sepantaran dengannya. Dirinya selalu di paksa membereskan seluruh rumah oleh Mamanya setelah Anak itu pulang sekolah yang membuat Anak itu terkadang tidak mengenal dunia luar.
Vian juga baru lulus Sekolah Dasar sebulan yang lalu. Seharusnya dia sudah masuk Sekolah Menengah Pertama hari ini seperti Anak-anak yang lainnya, tapi Orangtuanya itu enggan memasukkannya ke sekolah karena katanya uangnya sayang untuk membiayai Anak yang tidak berguna seperti Vian.
Vian yang mendengar keputusan itu tidak mempermasalahkannya, karena memang dirinya merasa tidak berguna, jadi dia terima-terima saja keputusan kedua orangtuanya itu.
Vian saat ini terus berjalan menyusuri jalanan malam mengikuti langkah kakinya yang entah membawanya kemana, dia saat ini benar-benar tidak mempunyai tujuan sama sekali. Vian tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika merasakan kepalanya berdenyut nyeri dan perutnya yang terasa sangat sakit, dia baru mengingat jika hari ini perutnya belum diisi makanan samasekali sedari pagi. Vian ingin kembali melanjutkan langkahnya hingga tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang mengalir dari hidungnya.
"Darah?" Gumamnya tidak percaya sambil menatap nanar darah yang cukup banyak berada di telapak tangannya.
Vian terdiam sejenak dan segera menghapus kasar darah tersebut yang ternyata masih mengalir di hidungnya, lalu dia kembali melanjutkan langkahnya dengan terburu-buru sampai tidak sadar jika dirinya sudah berada di tengah jalan karena memang dia terus menunduk. Bahkan dia juga tidak menyadari jika ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi sedang mengarah kearahnya hingga,
Citt...
-🌻-
Vote Jangan Lupa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Malvian (On Going)
Teen FictionDibuang.. dipungut.. lalu dibuang lagi. Hidupnya penuh dengan berbagai luka, tapi dia selalu bersyukur dengan hidupnya walaupun harus berjuang melawan rasa sakit. Namun semua itu berubah ketika dia bertemu dengan seseorang yang dia panggil Abang. Ap...