22. Hidup atau Mati?

1.3K 189 15
                                    

Demi kesembuhannya Vian, Niel rela absen satu matkul untuk menemani si kecil yang sedari pagi ketika bangun selalu rewel. Vian tidak ingin jauh dari Abang keduanya itu dan selalu ingin digendongnya, dia juga akan menangis jika ditinggal sendirian.

Niel juga baru mengetahui ternyata Vian begitu manja ketika sedang sakit, kini Anak itu dapat mengekspresikan keinginannya, tidak seperti dulu saat pertama kali dia menemukannya yang Vian hanya diam ketika sakit.

"Kita berjemur didepan ya." Vian hanya mengangguk lemah digendongnya Niel. Dirumah hanya terdapat mereka berdua karena ketiga orang lainnya sudah pergi sedari pagi untuk melakukan aktivasinya masing-masing.

Niel mengambil kursi yang berada di teras rumah dan memindahkannya di halaman depan dekat pagar agar dapat terkena sinar matahari pagi, duduk dengan Vian yang berada dipangkuannya. Tubuh Vian sudah tidak lagi panas, tapi Anak itu mengeluh jika badannya masih merasa lemas.

Setelah 15 menit mereka berjemur akhirnya Niel memutuskan untuk segera masuk kedalam karena kasihan melihat wajah Vian yang memerah, meletakkan kembali kursi ditempatnya dan segera berlalu ke arah dapur untuk membuatkan Vian susu.

"Abang~ Vian mau puding."

Niel yang mendengar suara pelan dari si kecil langsung membuka pintu kulkas, melihat apakah ada puding disana dan tersenyum ketika melihat berbagai macam cetakan dengan puding berbagai macam rasa, dia tau pasti Abangnya Sagara yang membuat ini semua.

"Mau rasa apa?"

"Strawberry." Niel segera mengambil rasa yang di inginkan oleh Vian dalam sebuah cetakan berbentuk Kura-kura. Setelah itu dia berlalu menuju ruang tengah.

"Duduk sini dulu, Abang mau buatin susu." Vian hanya mengangguk lemah, "Nih pudingnya, Vian bisa makan sendiri kan?"

"Uhhm Vian bisa." Niel tersenyum, menyerahkan puding dan sendok yang diterima baik oleh Vian. Baru setelah itu dia beranjak kembali menuju dapur.

Sepeninggalan Abangnya itu Vian segera menyendok pudingnya, menikmati rasa strawberry yang tidak terlalu ketara karena memang mulutnya sedikit terasa pahit, mungkin karena faktor dirinya yang saat ini sedang sakit.

Vian terus menikmati pudingnya hingga habis, beranjak secara perlahan dari tempatnya dengan tubuhnya yang terkadang oleng untuk menyusul Abangnya yang masih berada didapur.

"Abang, Vian boleh nambah gak?" Niel yang sedang membalas pesan dari temannya langsung menoleh, melihat Vian yang sedang menyerahkan cetakan yang sudah kosong ke arahnya, tersenyum dan mengangguk.

"Mau yang strawberry lagi?"

"Mau yang coklat." Niel mengambilkannya dan menukar cetakan ditangan Vian dengan yang baru.

Vian tersenyum, menunjukkan gigi putihnya dan setelah itu beranjak pergi dari dapur meninggalkan Niel yang juga sedang tersenyum sambil geleng-geleng kepala, dia merasa bersyukur saat ini Vian sudah kembali ceria. Karena sedari pagi saat Vian bangun, Anak itu hanya diam dan tidak menunjukkan reaksi apapun yang membuat dirinya serta ketiga saudaranya yang lain sedikit khawatir. Tapi sepertinya kekhawatirannya telah sirna karena melihat Vian yang sudah kembali bersemangat.

Niel mengambil ponselnya yang bergetar dan segera mengangkatnya.

"Iya nanti siang gua ke kampus, jangan cabut dulu." Setelah mengucapkan itu Niel langsung mematikan panggilannya, dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, yaitu membuatkan Vian susu.

***

Vian berlari kecil di halaman rumah sendirian, mengejar kupu-kupu yang terbang menuju halaman belakang, lalu menghentikan langkahnya ketika hewan tersebut berhenti di sebuah lampu taman yang cukup tinggi.

Malvian (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang