P A R T 0 5

5.8K 426 25
                                    

“Arisha?” Rey memandang Arisha yang sejak tadi hanya diam seperti tengah berpikir. Menyadari tidak ada pergerakan apapun dari Arisha, Rey segera melangkah mendekati Arisha.

“Hey, lo kenapa?”

Arisha tersentak kaget, gadis itu tersenyum kikuk sebelum akhirnya menjawab. “Maaf, Rey. Soal itu ... lo bisa tau nanti setelah ingatan lo kembali.”

“Loh, kenapa? Lebih mudah kalo lo yang jelasin kan? Gue jadi bisa tau---”

“Maaf Rey,” potong Arisha, gadis itu merasa tidak nyaman dengan situasi seperti ini. “Maaf, gue harap lo bisa ngerti.”

Rey akhirnya mengangguk mengerti. Walaupun dalam diam Rey juga merasa bingung, dan gelisah dengan hubungannya dengan Arisha. Arisha selalu memandangnya sendu, tatapan yang seolah memiliki arti. Namun, apa arti tatapan itu? Mengapa Arisha lebih memilih bungkam daripada menjelaskan tentang hubungan keduanya?

“Lo gak perlu jelasin, tapi lo bisa jawab pertanyaan gue kan?”

“A-apa?” Dahi Arisha mengerut akan pertanyaannya.

“Jawab sesuai keinginan lo, gue cuma butuh jawaban,” tutur Rey menjelaskan lalu kembali berbicara.

“Pertama, apa hubungan kita dekat?”

Arisha mengangguk. “Iya.”

“Apa kita sahabatan?”

“Iya,” jawab Arisha karena menurutnya hubungannya dengan Rey dapat dikatakan seperti itu.

“Apa gue punya perasaan lebih dari seorang sahabat ke lo?”

Keadaannya tiba-tiba menjadi hening. Arisha segera mengalihkan pandangannya seolah menghindari pertanyaan tersebut.

“Sha?” Rey menyentuh bahunya hingga gadis itu kembali memandang Rey. “Kok lo diem aja?”

“I-itu---”

“Woy-woy, dasar semut sialan! Gue tau, gue emang manis tapi---” Laki-laki itu meringis seraya menggaruk tengkuknya karena Arisha dan Rey memandang kearahnya.

“Hai, Rey. Hai, Arisha. Apa kabar?”

“Saka? Lo ngapain di situ?” tanya Rey bergerak menjauh dari Arisha.

“Oh, ini tadi gue gak sengaja nyasar. Terus ketiduran di belakang pohon,” sarkas Saka menyengir hingga memperlihat giginya.

Rey mengerutkan dahi. “Nyasar? Mana ada orang nyasar di sekolahnya sendiri?”

Arisha tidak mengatakan apapun, gadis itu justru berjalan mendekati Saka berniat kearah pohon besar di hadapannya. Saka segera menghadang Arisha, namun gadis itu menepisnya tanpa menghentikan langkahnya.

“Eh Sha, jangan kesana nanti---” Perkataan Saka terhenti tepat saat Arisha berdiri berhadapan dengan seseorang bersandar dipohon dengan bersidekap dada.

“Ngapain lo di sini?" Tatapan Arisha menajam saat tatapannya bertubrukan dengan Remon.

Remon menaikkan sebelah alisnya seolah tidak melakukan hal yang salah. “Kenapa?”

“Kenapa? Harusnya gue yang tanya, kenapa lo ada di sini? Lo mau jadi penguntit? Lo lupa kalo gue adik lo?” cecar Arisha membuat Remon menegakkan kembali tubuhnya.

“Justru karna lo adik gue, gue harus jaga lo setiap saat,” tegas Remon.

“Udah gue duga, tuh abang adek pasti berantem lagi,” gumam Saka kini menyenggol lengan Rey. “Lo pisahin mereka sana.”

Rey mendelik. “Kok gue? Yang bawa Remon kesini kan lo, ya lo yang pisahin mereka lah.”

“Kita kabur aja gimana? Nanti gue traktir mie ayam,” bisik Saka menarik lengan Rey. “Gue traktir lima mangkok deh.”

Be Mine, Arisha!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang